Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
SEBERAPA kuatkah posisi Presiden Prabowo Subianto hari ini? Kalau kata mantan lawan tandingnya pada dua kali pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres), 2014 dan 2019, yang berubah menjadi konco kenthel di kompetisi 2024, yaitu Joko Widodo alias Jokowi, posisi Prabowo saat ini kuat sekali. Bahkan ia menyebut Prabowo ialah presiden paling kuat sedunia. Saking kuatnya, puji Jokowi, tidak ada pihak yang berani mengkritik Prabowo.
Ah, benarkah begitu? Seperkasa itukah seorang Prabowo? Apakah sanjungan yang disampaikan Jokowi pada perayaan hari ulang tahun ke-17 Gerindra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2), itu benar adanya atau sekadar bentuk unggah ungguh atau kesantunan karena sebelumnya, di acara yang sama, Prabowo lebih duluan memuji Jokowi dengan tak kalah menggebu-gebu?
Ya, di acara itu kedua 'bestie' ini saling puji. Prabowo bahkan tak hanya menyanjung dan berterima kasih kepada Jokowi lantaran berkat dukungan pendahulunya itu ia bisa terpilih menjadi presiden. Begitu semangatnya memuji, ia sampai mengajak kader-kader Partai Gerindra yang memenuhi Sentul City International Convention Center untuk meneriakkan yel-yel ‘hidup Jokowi’.
Kalau dilihat dari tingkat penerimaan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo di 100 hari pertamanya, boleh jadi pujian Jokowi tak mengada-ada. Meski lumayan banyak kebijakan pemerintah plus kelakuan para pembantunya di kabinet yang membuat jengkel publik, approval rating terhadap Prabowo amat tinggi. Bertengger di atas angka 80%. Penerimaan tinggi bisa diartikan sebagai kuatnya posisi Prabowo di mata publik.
Begitu pula kekuatan di parlemen, Prabowo 'seng ada lawan'. Saat ini Prabowo dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plusnya menguasai lebih dari 80% kursi di DPR karena praktis hanya menyisakan PDIP di kubu 'seberang'. Kekuatan KIM Plus itu terbukti mampu membuat Prabowo bungah dan makin percaya diri sehingga belum genap satu semester menjadi kepala negara, ia sudah berinisiatif merangkul parpol-parpol KIM Plus untuk membangun koalisi permanen.
Namun, benarkah klaim Jokowi bahwa saat ini tidak ada orang yang berani mengkritik Prabowo? Saya kira itu berlebihan. Faktanya masih banyak masyarakat yang tak takut berteriak mengkritik kebijakan yang dipandang tidak berpihak kepada rakyat. Dianulirnya sejumlah kebijakan seperti penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan distribusi gas elpiji bersubsidi 3 kilogram merupakan hasil kritik deras publik yang, alhamdulillah, didengar dan direspons Presiden.
Pun, banyak pula kritik terhadap pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) dan efisiensi anggaran yang masih menyimpan kelemahan di sana-sini. Belakangan bahkan muncul kritik yang lebih keras kepada penyelenggara negara yang diekspresikan lewat tagar maupun gerakan #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu. Itu semua mengindikasikan rakyat masih berani, tidak takut seperti yang dibilang Jokowi.
Tampaknya, di balik pujiannya kepada Prabowo, Jokowi juga sedang curhat (mencurahkan hati). Kiranya ia dihinggapi rasa 'cemburu' lantaran kritik yang dilayangkan kepada Presiden jauh lebih sedikit ketimbang kritik yang ia terima sekalipun kini ia sudah berstatus mantan presiden. “Karena saking kuatnya Presiden Prabowo Subianto, dikit-dikit yang salah Jokowi,” begitu curhatnya.
Analisis lain menyebutkan pujian itu muncul karena Presiden Ketujuh RI itu tengah gundah lantaran Partai Gerindra sudah memutuskan akan mengusung lagi Prabowo sebagai calon presiden pada Pemilu 2029. Keputusan Gerindra itu secara tidak langsung telah menutup 'sebagian' jalan buat anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk naik kelas menjadi presiden. Gibran jelas tidak punya kapasitas dan kepercayaan diri yang cukup untuk berani nyapres pada 2029 bila lawannya Prabowo.
Dus, kalau analisis tentang kegundahan ini benar, apakah berarti puja-puji 'berlebihan' Jokowi kepada Prabowo itu dimaksudkan untuk membuat bekas pembantunya di Kabinet Indonesia Maju itu terlena, overconfident, dan kemudian lengah tak fokus menjaga kepercayaan rakyat? Apakah sanjungan itu sesungguhnya jebakan buat Prabowo demi menghidupkan lagi peluang Gibran di Pemilu 2029? Wallahu a'lam bish-shawab.
Yang pasti, seperti kerap diungkapkan banyak pakar psikologi, pujian itu serupa candu. Ia melenakan, memberikan perasaan euforia, tapi pada saat yang sama juga dapat membuat lupa diri dan hilang kontrol. Ia membuai dan menciptakan kesenangan, tapi bila dosisnya kelewatan, bisa menjadi racun dan suatu saat bakal menjatuhkan, bahkan mematikan.
Di sisi yang lain ada kritik yang sering digambarkan sebaliknya. Setajam apa pun, kritik ibarat obat. Mungkin terasa pahit, sesekali bahkan cukup menyakitkan, tapi ia punya potensi untuk menyembuhkan dan menyehatkan. Tak selalu mujarab, memang, tapi setidaknya kritik tidak memabukkan dan membuat jatuh, apalagi mati.
Di antara dua hal itulah kekuatan Prabowo akan diuji. Kalau ia memilih dininabobokan pujian, tak masalah, stok pujian buat dirinya saat ini begitu melimpah. Ada yang beneran memuji, ada yang memuji karena terpaksa, ada yang niatnya cuma menjilat. Kalau pengin lebih banyak dikritik, bagus, mumpung kini para mahasiswa sedang semangat-semangatnya menghimpun semua persoalan bangsa ini dalam satu paket demonstrasi yang komplet, 'Indonesia Gelap'.
Pak Prabowo, silakan pilih. Publik, setidaknya saya, yakin Anda bakal memilih dengan bijak. Masak iya, Anda akan lebih memilih racun ketimbang obat?
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved