Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Malu sama Rwanda

12/2/2025 05:00
Malu sama Rwanda
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAMPAI di mana iklim investasi kita sudah berubah dari 'serbarumit' menjadi 'serbamudah'? Apakah negeri ini sudah menjadi pemenang dalam menciptakan iklim investasi yang sehat di Asia Tenggara? Pertanyaan bertubi-tubi itu selalu muncul tiap ada diskusi soal iklim investasi.

Dari model pertanyaannya saja saya bisa menyimpulkan bahwa tingkat ekspektasi banyak orang terhadap perubahan iklim investasi di negeri ini sangat tinggi. Risikonya, dalam ekspektasi yang kelewat tinggi seperti itu sedikit perubahan dalam menciptakan iklim investasi yang sehat, ramah, dan mudah tidak akan terlihat. Harapan sangat tinggi berbanding lurus dengan capaian perubahan yang juga mesti tinggi.

Untungnya, ada jawaban jujur dari pemerintah bahwa mereka juga tidak puas dengan capaian perubahan iklim investasi yang lambat di negeri ini. Tengoklah pengakuan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani dalam sebuah forum diskusi, awal pekan ini.

Rosan mengungkapkan iklim investasi Indonesia saat ini masih kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga, yakni Singapura dan Vietnam. Berdasarkan laporan Business Ready (B-Ready) 2024 dari Bank Dunia, skor Indonesia pada pilar regulatory framework sebesar 63,98, public services 63,44, dan operational efficiency 61,31.

"Kalau dilihat, skor Indonesia itu kurang lebih 63. Itu meletakkan kita di nomor tiga di ASEAN, sesudah Singapura dan Vietnam," ujar Rosan di acara World Bank New Insight on the Business Environment in Indonesia, di Jakarta, Senin (10/2).

Pada September 2024, Bank Dunia meluncurkan laporan Business Ready atau B-Ready untuk mengukur kemudahan berbisnis di berbagai negara. Laporan itu menggantikan laporan sebelumnya, yakni Ease of Doing Business (EoDB) yang ditengarai bermasalah pada data dan hasil, serta tidak signifikan berdampak pada arus investasi ke sebuah negara.

Laporan B-Ready Bank Dunia diklaim lebih tepercaya dan komprehensif. Fokus pada bisnis dan iklim investasi di 60 negara, dengan cakupan yang lebih luas dan aspek-aspek peraturan yang lebih transparan. Laporan B-Ready dapat menjadi pertimbangan penting bagi investor karena mencakup berbagai kerangka utama sebagai kebutuhan dasar dalam bisnis dan investasi.

Di situlah pemerintah berani jujur mengatakan bahwa 'kekalahan' skor dari Singapura, lebih-lebih Vietnam, dalam soal iklim investasi jelas menyakitkan. Namun, dari situ pula setidaknya bisa terjawab mengapa Vietnam sebagai negara yang baru berkembang mampu mendatangkan investasi sangat signifikan, melebihi Indonesia.

Pernyataan Rosan bahwa laporan tersebut memotivasi pihaknya untuk melakukan perbaikan dalam penyediaan layanan publik yang mempermudah dunia usaha jelas melegakan. Namun, sekali lagi, lega saja tidak cukup. Butuh bukti konkret bahwa kesadaran akan masih ruwetnya iklim investasi di negeri ini berbanding lurus dengan tindakan merombak hal ihwal penyebab kerumitan.

Efisiensi investasi di Indonesia, misalnya, masih belum optimal. Itu terbukti dari angka incremental capital-output ratio (ICOR) Indonesia pada akhir 2023 yang masih tinggi, yakni 6,33. Angka itu menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan tambahan modal 6,33 kali untuk menghasilkan satu unit output.

ICOR ialah indikator yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Angka ICOR yang tinggi berarti investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output semakin besar. Dalam hal ICOR, Indonesia masih kalah daripada Malaysia dan Vietnam yang angkanya lebih rendah, yakni 4,5 dan 4. Itu berarti di kedua negara itu investasi lebih efisien.

Soal pengurusan izin usaha di Tanah Air juga masih rumit dan lama, yakni masih membutuhkan waktu hingga 65 hari. Padahal di Vietnam, rata-rata mengurus izin usaha tidak lebih dari 30 hari. Bahkan, dalam kasus tertentu, mengurus izin usaha bisa dipersingkat menjadi hanya dua minggu.

Hal itu kian berbeda jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis. Rata-rata negara maju hanya butuh waktu 1-3 hari untuk proses izin usaha. Situasi itu jelas memengaruhi tingkat kesehatan iklim investasi yang berujung pada realisasi investasi. Karena itu, setelah jujur mengakui masih banyak kendala dan termotivasi untuk berubah, langkah selanjutnya ialah menjadikan laporan Bank Dunia itu sebagai evaluasi besar-besaran dalam hal membuat strategi segera menciptakan iklim investasi yang sehat.

Meminjam bahasa Direktur Grup Indikator Bank Dunia Norman Loayza, pemerintah Indonesia perlu 'mengalibrasi' kebijakan secara tepat untuk mempermudah pengembangan sektor swasta dalam membangun bisnis di Tanah Air. Pasalnya, negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Rwanda, Georgia, Kolombia, Vietnam, dan Nepal yang secara ekonomi di bawah Indonesia saja sudah mencapai iklim usaha yang kuat.

Mereka memiliki kinerja yang baik dalam kualitas peraturan, kuatnya layanan publik, dan sistem birokrasi yang efisien. Masak iya, Indonesia harus kalah dari Rwanda dan Nepal, yang berkat kemauan keras mereka, akhirnya naik kelas. Malu, ah....



Berita Lainnya
  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik