Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Negara dalam Negara

15/1/2025 05:00
Negara dalam Negara
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PADA 1988, penulis kenamaan asal Jepang, Yoshihara Kunio, merilis buku The Rise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia. Buku yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Kapitalisme Semu Asia Tenggara itu sangat menghebohkan, sampai-sampai membuat kuping penguasa Orde Baru tersengat. Karena itu, pada September 1991, Kejaksaan Agung melarang peredaran buku tersebut.

Penyebab munculnya pelarangan: Yoshihara Kunio, sang penulis, dianggap mendiskreditkan Presiden Soeharto. Buku itu dianggap menyejajarkan Presiden Soeharto serupa Presiden Filipina Ferdinand Marcos, yang gemar 'memelihara' elite pengusaha kakap. Di Indonesia, para elitenya elite pengusaha yang dekat dengan penguasa itu dulu dikenal sebagai konglomerat.

Penyejajaran itulah yang disoal dan tidak bisa 'diampuni'. Kunio tentu membantah dianggap telah menyejajarkan bahkan mendiskreditkan Presiden Soeharto. Ia berargumentasi bahwa yang ditulisnya merekam fakta. Toh, kendati dilarang, saat kuliah, saya masih bisa mendapati buku itu secara lumayan mudah.

Kapitalisme dianggap semu, tulis Kunio, karena campur tangan pemerintah yang mendominasi lapisan atas perekonomian. Kondisi itu melahirkan pemburu rente di kalangan birokrat pemerintah yang menghambat perkembangan wirausaha di luar lingkaran elite sehingga membuat pengusaha lainnya kesulitan bersaing. Mereka kalah 'lari' karena tidak memiliki koneksi kuat dengan pemerintah dan birokrasi.

Istilah 'pemburu rente' merujuk pada kapitalis yang aktif memanfaatkan hubungan mereka dengan pemerintah atau birokrasi untuk meraih keuntungan bisnis melalui keringanan pajak, proteksi, izin ekspansi, dan wewenang khusus. Istilah itu berbeda di berbagai negara. Di Filipina, mereka dikenal sebagai 'kapitalis konco' semasa pemerintahan Marcos. Di Thailand, mereka disebut 'kapitalis birokrat'.

Sementara itu, di Indonesia dan di Malaysia yang memiliki kesultanan atau kerajaan, menurut Kunio, mereka disebut 'kapitalis keraton' yang melibatkan keluarga kerajaan dalam kegiatan bisnis. Intinya ialah 'pertalian yang kuat' antara elite pemerintahan dan elite pengusaha.

Kunio menitikberatkan pembahasan pada kekuasaan pemburu rente dalam memonopoli perekonomian untuk mendapatkan keuntungan dengan cepat. Berbagai keistimewaan, kemudahan, fasilitas tersebab koneksi yang kuat itulah yang direkam Kunio sebagai ersatz capitalism, atau kapitalisme semu.

Dalam perkembangan yang lebih jauh, orang berganti, rezim berubah, tapi jejak kapitalisme semu tidak sepenuhnya hilang. Perjalanan temali perkoncoan antara penguasa dan sekelompok elite pengusaha terus berlanjut. Sejumlah orang dan kritikus menyebut istilah 'sembilan naga', misalnya, untuk merujuk kedekatan elite pengusaha tertentu dengan penguasa.

Para kritikus bahkan menggambarkan keistimewaan yang diperolah elitenya elite itu bisa seperti 'negara dalam negara'. Bukan sekadar praktik kapitalisme semu, melainkan sudah jauh lagi, kemampuan untuk menekan, mengatur, dan menentukan laiknya negara.

Seorang teman yang menggeluti sejarah menyebut fenomena 'negara dalam negara' itu sudah hidup di Nusantara sejak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) datang di abad ke-17. VOC yang merupakan kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda itu memonopoli aktivitas perdagangan di Asia. VOC memiliki tugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC.

Tujuan dibentuknya VOC ialah untuk melindungi perdagangan Belanda, baik antarsesama pedagang Belanda maupun bangsa-bangsa Eropa dan Asia lainnya. Meski VOC merupakan sebuah kongsi dagang, kongsi itu memiliki beberapa hak istimewa. Karena itu, ia disebut sebagai negara dalam negara.

Mengapa demikian? Ya, karena ia punya hak istimewa. Salah satu hak istimewa VOC ialah memiliki tentara dan diizinkan bernegosiasi dengan negara-negara lain. VOC juga punya hak merebut dan memerintah negara jajahan, hak untuk mencetak mata uang sendiri, hak untuk memiliki angkatan perang sendiri, hak untuk memungut pajak. Pula, hak untuk mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat, hak untuk menyatakan perang dan membuat perjanjian damai, serta hak untuk mengangkat dan memberhentikan pegawai.

Tentu, menyetarakan elitenya elite pengusaha dengan VOC terdengar berlebihan. Namun, saya memaklumi itu sebagai suatu kritik keras yang layak didengar. Bila VOC serupa 'negara dalam negara' dan itu tidak disukai, jalan ke arah itu juga mesti dicegah secara sungguh-sungguh.

Kalau ada orang mampu memerintahkan atau menyuruh orang memagari pesisir laut sepanjang 30,16 kilometer tanpa diketahui dan ditindak negara (padahal wilayah yang dipagari itu zona publik), itu jalan menuju 'negara dalam negara'. Kalau 'Negara' dengan huruf 'N' besar tidak mau kalah oleh 'negara' dengan huruf 'n' kecil, ya pereteli semua keistimewaan yang mirip-mirip VOC atau kapitalisme semu itu.



Berita Lainnya
  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.