Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
'Seperti hujan yang jatuh tanpa pernah bertanya, harapan selalu datang meski kita tak pernah memintanya' (Sapardi Djoko Damono).
MUNGKIN kita tidak sedang meminta agar harapan itu tiba. Barangkali kita tidak sedang meronta agar kebaikan, bahkan kegemilangan, segera menggamit kita. Seyogianya kita tidak mendesak Tuhan untuk secepatnya memperbaiki hidup kita. Itu semua karena harapan akan datang kendati kita tidak memintanya atau mendesakkannya.
Namun, faktanya, untaian kata-kata sastrawan Sapardi Djoko Damono yang menurut anak sekarang 'bikin merinding' itu sulit ditemukan saat ini, pada waktu-waktu sulit sekarang ini. Setelah tahun berganti, jutaan orang, baik yang terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, baik secara keras maupun berbisik, meminta agar harapan datang dan terjaga.
Mereka menyangsikan bahwa harapan masih seperti hujan yang jatuh ke bumi, masih bisa datang tanpa diminta. Jutaan orang di negeri ini mungkin masih punya dan percaya bahwa harapan itu ada, tapi sinarnya kian meredup. Di lapangan ekonomi, sebagian orang mencoba menjaga harapan dengan bersandar pada keyakinan bahwa 'rezeki Tuhan yang mengatur', atau 'rezeki tidak akan tertukar'.
Namun, angka-angka statistik 'meneror' mereka detik demi detik. Mereka menengok ke kanan dan ke kiri, menoleh ke belakang, para pekerja formal bertumbangan diempas badai pemutusan hubungan kerja (PHK). Ada yang berikhtiar membuka usaha kecil-kecilan dengan membuat beragam produksi, tapi hasilnya tak maksimal diserap pasar.
Barang masih menumpuk karena tidak dibeli. Para konsumen yang biasanya royal membeli hasil produksi kini banyak yang menahan diri. Para konsumen melakukan 'efisiensi'. Mereka sekuat tenaga menjaga agar dompet tidak terus tergerus oleh kebutuhan yang perlu, tapi tidak mendesak. Mereka hanya 'membiarkan' dompet terbuka untuk berbelanja hal-hal yang perlu dan mendesak.
Dengan demikian, terkonfirmasilah keadaan itu dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, data di pengujung 2024. BPS melaporkan inflasi 2024 sebesar 1,57% secara tahunan (year on year/yoy). Itulah laju inflasi terendah sejak 1958. Banyak yang mengira inflasi rendah berarti baik. Inflasi rendah sebangun dengan terbitnya harapan.
Namun, belum tentu. Inflasi yang terlalu rendah justru kian mengonfirmasi bahwa daya beli kita yang rontok, akhir-akhir ini, benar adanya. Mengapa bisa begitu? Karena inflasi rendah 2024 terjadi dipicu lesunya permintaan. Permintaan lesu karena daya beli melemah.
Kelas menengah dan mereka yang menuju kelas menengah menahan belanja karena mesti kompromi terhadap isi kantong. Konsumsi rumah tangga memang masih tumbuh, tapi pertumbuhannya mengerut, belum bisa menyamai, apalagi melampaui, angka pertumbuhan sebelum pandemi covid-19.
Sebelum pandemi, konsumsi rumah tangga sanggup tumbuh di atas 5% per tahun. Namun, sejak setahun terakhir, pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun naik dan tidak pernah menyentuh 5%. Pertumbuhan konsumsi patut dicermati karena ia merupakan penyangga utama pertumbuhan ekonomi nasional kita. Sektor konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari separuh bagi pertumbuhan ekonomi.
Di lapangan hukum, sebagian besar masyarakat juga nyaris kehilangan harapan. Hukum kian dirasakan tidak adil dan tidak tegak. Meminjam istilah kolumnis Mahbub Djunaidi, hukum kita 'doyong-doyong'. Doyongnya terlihat kepada orang-orang di 'level atas'.
Bagaimana tidak dikatakan doyong jika ada koruptor pengeruk uang negara hingga Rp300 triliun cuma dihukum penjara 6,5 tahun dan membayar ganti rugi kurang dari 0,1% dari kerugian negara yang ditimbulkan? Masak iya, hukuman penjara itu cuma beda 6 bulan jika dibandingkan dengan vonis atas pencuri sound system mobil di Ambon yang tidak merugikan negara, tapi merugikan orang lain enggak sampai Rp1 miliar.
Kini, setelah menghadapi kepahitan akibat tersungkurnya daya beli, banyak orang juga kena mental karena hukum membikin frustrasi. Ketidakpercayaan terhadap hukum menebal, di tengah isi dompet yang kian menipis.
Karena itu, wajar belaka bila publik curiga, jangan-jangan memang harapan sudah tidak lagi bisa datang seperti hujan. Jangan-jangan, harapan tidak lagi gratis. Harapan muncul jika dijemput, dijanjikan rupa-rupa sesaji dan fasilitas, diminta dengan meronta-ronta.
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved