Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KE mana Jokowi akan berlabuh? Bergabung dengan partai yang sudah ada, mendirikan partai baru, atau pilih partai perorangan? Itulah sekuel pertanyaan hari-hari ini setelah PDIP memecatnya.
Bulan madu Jokowi dan PDIP selama dua dekade berakhir. Keanggotaannya sejak 2004 harus disudahi dengan cara yang tidak baik-baik saja. Dipecat frasa yang buruk. Dipecat berarti diberhentikan tidak dengan hormat. Dipecat berarti dianggap melakukan pelanggaran berat yang tak cukup dengan kata maaf, terlebih dia belum pernah minta maaf.
Dalam keputusan yang dibacakan pada Senin (16/12) dinyatakan bahwa sikap, tindakan, dan perbuatan Jokowi selaku kader PDIP yang ditugasi partai sebagai presiden masa bakti 2014-2019 dan 2019-2024 telah melanggar AD/ART partai 2019.
Jokowi juga dinyatakan melanggar kode etik dan disiplin partai lantaran memihak kandidat usungan partai lain di Pilpres 2024. Dia melawan terang-terangan keputusan partai yang mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Jokowi mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Belum cukup, Jokowi dinyatakan telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengintervensi MK. Itu dinilai sebagai awal rusaknya sistem demokrasi, hukum, dan moral-etika berbangsa bernegara. Pelanggaran Jokowi banyak, juga berat-berat. Putra sulungnya, Gibran, dan menantunya, Bobby Nasution, juga dipecat PDIP. Pertimbangannya serupa.
Pemecatan itu sejatinya tak terlalu mengejutkan. Juga wajar sebab mereka yang dibesarkan PDIP, yang bisa menjadi presiden atau wali kota karena PDIP, justru menjadi musuh politik PDIP. Saya tidak hendak mengatakan siapa yang salah siapa yang benar. Itu urusan mereka, PDIP dan keluarga Jokowi.
Kenapa dipecatnya baru sekarang, padahal pelanggaran sudah terjadi beberapa bulan silam, itu juga urusan PDIP. Benarkah mereka mempertimbangkan martabat Jokowi sebagai presiden sehingga pemecatan tak dilakukan dulu-dulu? Bisa iya, tapi banyak juga yang tak percaya.
Kenapa pula yang dipecat tak kesatria mundur, itu pun urusan Jokowi sekeluarga. Apakah mereka sengaja menunggu dipecat agar terkesan dizalimi demi menarik simpati? Banyak yang menduga demikian.
Apa pun, kemesraan Jokowi dan PDIP sudah usai. Kini pertanyaannya, akan ke mana Jokowi? Pertanyaan itu penting karena suka tidak suka Jokowi ialah tokoh besar dalam perpolitikan Indonesia saat ini. Bukan perkara gampang bagi seseorang memenangi kompetisi wali kota dua periode lalu memimpin Jakarta, dan hanya butuh waktu dua tahun kemudian menjadi presiden. Itulah Jokowi, yang tadinya bukan siapa-siapa melesat menjadi orang paling berkuasa.
Pertanyaan ke mana Jokowi akan berlabuh kian relevan karena dia belum juga mau pensiun. Dia merasa masih produktif dalam percaturan politik. Dia ingin terus unjuk pengaruh. Dia masih demen cawe-cawe.
Jokowi kiranya juga tak ingin membiarkan sang putra, Mas Wapres Gibran, bertualang sendirian. Dia berhasrat anak mbarep-nya itu kelak menjadi orang nomor satu di negeri ini seperti dirinya. Karena itu, harus ada perahu, mesti ada partai politik untuk berkompetisi pada 2029. Jokowi memang bisa terus berpolitik tanpa partai politik, tapi hasilnya pasti jauh dari efektif.
Pertanyaan selanjutnya, haruskah Jokowi mendirikan partai atau bergabung dengan yang sudah ada? Beberapa partai katanya sudah siap menggelar karpet beragam warna buatnya. Gerindra, Golkar, PAN, NasDem, umpamanya. Namun, itu baru pernyataan pribadi per pribadi pengurus. Bisa jadi juga sekadar basa-basi. Belum ada sikap resmi.
Yang pasti, bergabung dengan partai yang sudah eksis ialah cara paling mudah dan murah bagi Jokowi ketimbang mendirikan partai baru. Jangan tanya soal modal Jokowi. Ketokohannya, jaringannya, captive market-nya, logistiknya, cukuplah. Akan tetapi, mendirikan partai tak cukup hanya dengan itu. Perlu kerja ekstra keras dan stamina panjang untuk melahirkan dan membesarkan partainya agar bisa berkompetisi lima tahun mendatang.
Namun, pelaut ulung tak lahir dari laut yang tenang. Inilah kesempatan bagi Jokowi unjuk bukti bahwa dia memang politikus ulung, pemimpin yang punya banyak pengikut. Mendirikan partai ialah caranya. Maukah?
Time will tell. Waktu yang akan menjawab. Setelah dipecat dari PDIP, Jokowi pun bilang biarkan waktu yang menguji. Benar, dia kini diuji apakah memang hebat tanpa partai besar atau sebaliknya, politikus yang cuma bisa eksis karena ada penopang.
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved