Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Melawan Kebohongan

12/12/2024 05:00
Melawan Kebohongan
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MEMBACA pernyataan Ketua KPK Nawawi Pomolango soal banyaknya isi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para pejabat publik yang tidak sesuai dengan kenyataan sungguh bikin jengkel. Kebohongan, ketidakjujuran, kiranya telah mendarah daging di kalangan mereka.

Secara teori, setidaknya ada dua alasan mengapa manusia berbohong. Pertama, berbohong untuk mendapatkan sesuatu dan, kedua, berbohong untuk tujuan perlindungan diri. Kebohongan yang tidak masuk akal pun tak soal mereka lakukan selama salah satu dari dua tujuan itu terpenuhi.

Dalam konteks pelaporan LHKPN, Ketua KPK memberi satu contoh kebohongan yang bisa dikategorikan tidak masuk akal itu. “Pengisian LHKPN lebih banyak amburadulnya, (masak) ada Fortuner diisi harganya Rp6 juta,” ungkap Nawawi.

Fortuner yang dimaksud Nawawi ialah mobil sport utility vehicle (SUV) yang amat populer di Indonesia, Toyota Fortuner. Harga bekasnya saja, kalau menilik situs jual beli mobil, saat ini masih ratusan juta rupiah. Karena itu, tak salah kalau dia kemudian meneruskan celetukannya. “Di mana dapat Fortuner Rp6 juta? Kita pengin beli 10 kalau gitu.”

Ia memang hanya mencontohkan satu kasus, tetapi sangat mungkin kebohongan yang aneh-aneh seperti itu akan banyak ditemui pada isi laporan LHKPN para pejabat publik yang diserahkan ke KPK. Barangkali karena saking aneh-anehnya, Nawawi mengistilahkan laporan-laporan itu amburadul dan asal-asalan.

Praktik memanipulasi isi laporan semacam itu bisa dikategorikan sebagai kebohongan untuk perlindungan diri. Mereka mencoba menutup-nutupi fakta atau data yang sebenarnya untuk melindungi diri dari kemungkinan pengusutan asal-usul harta mereka yang boleh jadi juga didapatkan dengan cara yang manipulatif.

Patut diduga mereka takut jujur karena harta mereka berasal dari sumber yang tidak bersih. Mungkin dari hasil korupsi, mungkin dari hasil gratifikasi, memeras atau dari sumber-sumber yang tak kalah kotor lainnya. Logikanya simpel, kalau sumber hartanya bersih, halal, dan 'baik-baik saja', bukankah mereka tak perlu repot menutupinya dengan kebohongan?

Modus kebohongan para pejabat dalam mengisi LHKPN itu serupa tapi tak sama dengan yang dilakukan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar terkait dengan kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang yang dilakukan anak buahnya. Dalam peristiwa itu, satu korban bernama Gamma Rizkynata Oktafandy tewas, sedangkan dua rekannya, AD dan SA, terluka oleh peluru yang keluar dari senjata api polisi.

Dari sini, rekayasa itu dimulai. Demi melindungi si penembak, Aipda Robig Zaenudin, Irwan sempat mencoba menutupi kasus tersebut dengan membuat skenario bohong bahwa seakan korban ialah anggota geng dan sedang terlibat tawur. Robiq, dalam narasi yang disampaikan Irwan, melepaskan tembakan seusai mendapat perlawanan dari Gamma saat hendak melerai tawur tersebut.

Belakangan, dari hasil penyelidikan Propam Polda Jawa Tengah dan kesaksian korban yang selamat, rekayasa itu terbongkar. Kebohongan Irwan dan jajaran Polrestabes Semarang terkuak. Terbukti tidak ada tawur sebelum kejadian seperti didalihkan polisi. Yang sesungguhnya terjadi, Robig menembak ketiga siswa itu lantaran emosi setelah kendaraan mereka saling pepet di jalanan.

Dua contoh praktik ketidakjujuran pejabat dan aparat negara itu memang bukan hal yang baru dan bukan pula baru kali ini terjadi. Sebelum ini juga sudah teramat banyak kasus kebohongan yang dilakukan para 'orang kuat' itu. Yang membuat publik dongkol ialah kebanyakan pelaku praktik kebohongan itu tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan sepadan.

Dalam hal pelaporan LHKPN, misalnya, meski ketahuan bohong atau mengisinya secara asal-asalan, tidak ada sanksi yang bisa menjerat mereka. UU Nomor 28 Tahun 1999 yang menjadi landasan kewajiban pelaporan LHKPN sangat disayangkan tidak mengatur sanksi tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan atau yang lapor, tapi laporannya tidak riil atau tidak benar.

Lalu dalam perkara penembakan siswa di Semarang, entah kenapa, belum ada sanksi bagi aparat yang telah menyebar narasi rekayasa penuh kebohongan itu. Jangankan sanksi, sidang etik untuk Kapolrestabes Semarang saja belum terlihat tanda-tanda bakal dilakukan. Sidang etik baru digelar untuk tersangka penembakan, Aipda Robiq.

Dengan dua contoh itu, mudah bagi kita untuk menarik sebuah asumsi bahwa absennya sanksi keras itulah kiranya yang membuat praktik-praktik kebohongan tak pernah mati. Kebohongan demi kebohongan terus diproduksi. Kebohongan kian berserak di mana-mana karena makin lama orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah dan normal.

Tanpa sanksi, kebohongan seakan menjadi ternormalisasi. Entah sampai kapan, mungkin akan terus seperti ini, selama kita, publik, tidak cukup kuat melawan kebohongan itu.



Berita Lainnya
  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik