Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Melawan Kebohongan

12/12/2024 05:00
Melawan Kebohongan
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MEMBACA pernyataan Ketua KPK Nawawi Pomolango soal banyaknya isi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para pejabat publik yang tidak sesuai dengan kenyataan sungguh bikin jengkel. Kebohongan, ketidakjujuran, kiranya telah mendarah daging di kalangan mereka.

Secara teori, setidaknya ada dua alasan mengapa manusia berbohong. Pertama, berbohong untuk mendapatkan sesuatu dan, kedua, berbohong untuk tujuan perlindungan diri. Kebohongan yang tidak masuk akal pun tak soal mereka lakukan selama salah satu dari dua tujuan itu terpenuhi.

Dalam konteks pelaporan LHKPN, Ketua KPK memberi satu contoh kebohongan yang bisa dikategorikan tidak masuk akal itu. “Pengisian LHKPN lebih banyak amburadulnya, (masak) ada Fortuner diisi harganya Rp6 juta,” ungkap Nawawi.

Fortuner yang dimaksud Nawawi ialah mobil sport utility vehicle (SUV) yang amat populer di Indonesia, Toyota Fortuner. Harga bekasnya saja, kalau menilik situs jual beli mobil, saat ini masih ratusan juta rupiah. Karena itu, tak salah kalau dia kemudian meneruskan celetukannya. “Di mana dapat Fortuner Rp6 juta? Kita pengin beli 10 kalau gitu.”

Ia memang hanya mencontohkan satu kasus, tetapi sangat mungkin kebohongan yang aneh-aneh seperti itu akan banyak ditemui pada isi laporan LHKPN para pejabat publik yang diserahkan ke KPK. Barangkali karena saking aneh-anehnya, Nawawi mengistilahkan laporan-laporan itu amburadul dan asal-asalan.

Praktik memanipulasi isi laporan semacam itu bisa dikategorikan sebagai kebohongan untuk perlindungan diri. Mereka mencoba menutup-nutupi fakta atau data yang sebenarnya untuk melindungi diri dari kemungkinan pengusutan asal-usul harta mereka yang boleh jadi juga didapatkan dengan cara yang manipulatif.

Patut diduga mereka takut jujur karena harta mereka berasal dari sumber yang tidak bersih. Mungkin dari hasil korupsi, mungkin dari hasil gratifikasi, memeras atau dari sumber-sumber yang tak kalah kotor lainnya. Logikanya simpel, kalau sumber hartanya bersih, halal, dan 'baik-baik saja', bukankah mereka tak perlu repot menutupinya dengan kebohongan?

Modus kebohongan para pejabat dalam mengisi LHKPN itu serupa tapi tak sama dengan yang dilakukan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar terkait dengan kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang yang dilakukan anak buahnya. Dalam peristiwa itu, satu korban bernama Gamma Rizkynata Oktafandy tewas, sedangkan dua rekannya, AD dan SA, terluka oleh peluru yang keluar dari senjata api polisi.

Dari sini, rekayasa itu dimulai. Demi melindungi si penembak, Aipda Robig Zaenudin, Irwan sempat mencoba menutupi kasus tersebut dengan membuat skenario bohong bahwa seakan korban ialah anggota geng dan sedang terlibat tawur. Robiq, dalam narasi yang disampaikan Irwan, melepaskan tembakan seusai mendapat perlawanan dari Gamma saat hendak melerai tawur tersebut.

Belakangan, dari hasil penyelidikan Propam Polda Jawa Tengah dan kesaksian korban yang selamat, rekayasa itu terbongkar. Kebohongan Irwan dan jajaran Polrestabes Semarang terkuak. Terbukti tidak ada tawur sebelum kejadian seperti didalihkan polisi. Yang sesungguhnya terjadi, Robig menembak ketiga siswa itu lantaran emosi setelah kendaraan mereka saling pepet di jalanan.

Dua contoh praktik ketidakjujuran pejabat dan aparat negara itu memang bukan hal yang baru dan bukan pula baru kali ini terjadi. Sebelum ini juga sudah teramat banyak kasus kebohongan yang dilakukan para 'orang kuat' itu. Yang membuat publik dongkol ialah kebanyakan pelaku praktik kebohongan itu tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan sepadan.

Dalam hal pelaporan LHKPN, misalnya, meski ketahuan bohong atau mengisinya secara asal-asalan, tidak ada sanksi yang bisa menjerat mereka. UU Nomor 28 Tahun 1999 yang menjadi landasan kewajiban pelaporan LHKPN sangat disayangkan tidak mengatur sanksi tegas bagi pejabat yang tidak melaporkan atau yang lapor, tapi laporannya tidak riil atau tidak benar.

Lalu dalam perkara penembakan siswa di Semarang, entah kenapa, belum ada sanksi bagi aparat yang telah menyebar narasi rekayasa penuh kebohongan itu. Jangankan sanksi, sidang etik untuk Kapolrestabes Semarang saja belum terlihat tanda-tanda bakal dilakukan. Sidang etik baru digelar untuk tersangka penembakan, Aipda Robiq.

Dengan dua contoh itu, mudah bagi kita untuk menarik sebuah asumsi bahwa absennya sanksi keras itulah kiranya yang membuat praktik-praktik kebohongan tak pernah mati. Kebohongan demi kebohongan terus diproduksi. Kebohongan kian berserak di mana-mana karena makin lama orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah dan normal.

Tanpa sanksi, kebohongan seakan menjadi ternormalisasi. Entah sampai kapan, mungkin akan terus seperti ini, selama kita, publik, tidak cukup kuat melawan kebohongan itu.



Berita Lainnya
  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.