Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
HIDUP, kata Aristoteles, ialah pilihan yang sulit antara kesulitan dan kenikmatan. Tak banyak orang memilih jalan kesulitan saat berada di puncak kekuasaan. Melepaskan segala kenikmatan, seperti gaji, tunjangan, fasilitas, satus sosial, dan privilese lainnya sebagai pejabat.
Melepaskan segala kenikmatan, keluar dari zona nyaman (comfort zone), dan membentur tembok kekuasaan, membutuhkan mental baja seorang pejuang. Mental yang didasari prinsip bahwa kekuasaan ialah sarana untuk menciptakan kemaslahatan bangsa, bukan aji mumpung untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek.
Dalam arus pragmatisme, materialisme, hedonisme, feodalisme, dan asal bapak senang (ABS) yang terus menyala pada birokrasi, termasuk dalam dunia pendidikan nasional, sikap pemimpin yang memilih jalan 'menderita' (leiden is lijden) sangat langka. Salah satunya ialah Prof Dr dr Budi Santoso SpOG FER atau dikenal dengan sapaan Prof Bus.
Dia ditendang dari singgasananya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga oleh Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih. Pencopotan itu diduga karena Prof Bus bersuara lantang menolak rencana Kementerian Kesehatan mendatangkan dokter asing untuk mengisi kekurangan dokter spesialis di Tanah Air.
Ibarat tak ada angin dan tak ada hujan, pemecatan Prof Bus sontak menimbulkan keriuhan, tanda tanya publik, khususnya sivitas akademika Unair. Apa yang mendasari pemecatan Prof Bus, adakah kesalahan besar, seperti asusila, narkoba, terorisme, korupsi, atau plagiarisme? Kenapa tidak ada mekanisme surat peringatan?
Alhasil, sejumlah guru besar, termasuk mantan Rektor Unair Prof Dr dr Med Puruhito, dosen, dan dokter muda berunjuk rasa memprotes pemberhentian Prof Bus di halaman Gedung FK Unair, Kamis (4/7). Demikian pula ratusan karangan bunga keprihatinan atas pencopotan dokter spesialis obstetri dan ginekologi (SpOG) yang menjabat sebagai dekan FK Unair sejak 2020 itu menghiasi halaman FK Unair. Tulisan 'Save Prof Bus' terlihat di mana-mana.
Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik (PKIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Martha Kurnia Kusumawardani berdalih bahwa pelengseran Prof Bus untuk menerapkan tata kelola kelembagaan yang lebih baik.
Walakin, pemberhentian pejabat kampus semestinya tidak perlu menimbulkan rumor atau kegaduhan apabila kembali kepada statuta kampus, peraturan dasar pengelolaan kampus. Unair yang memiliki reputasi nasional dan internasional sudah memiliki rule of the game yang terang benderang terkait hal tersebut.
Berdasarkan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta Unair, disebutkan bahwa dekan dan wakil dekan diberhentikan apabila berakhir masa jabatannya, meninggal dunia, mengundurkan diri, sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara permanen, sedang studi lanjut, dan/atau dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan yang diancam pidana penjara.
Dengan demikian, pencopotan Prof Bus yang misterius tidak sesuai dengan semangat membangun tata kelola universitas yang baik (good university governance), yakni akuntabilitas, transparansi, responsif, dan partisipasi.
Terlebih kampus yang telah berusia 70 tahun itu memiliki slogan Excellence with morality. Artinya, segenap sivitas akademika harus menjunjung tinggi nilai moral. Moralitas itu juga harus menjadi dasar Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yakni pencarian kebenaran ilmiah oleh sivitas akademika. Selain itu, berprinsip demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Iklim pendidikan di perguruan tinggi harus sehat. Mustahil kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan tercipta apabila atmosfer pendidikan di kampus berkabut, mendung, bahkan gelap karena intervensi kekuasaan.
Silang pendapat soal rencana pemerintah membuka pintu bagi dokter asing sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebaiknya diselesaikan secara bermartabat, yakni dengan berdialog dalam panggung akademis.
Forum tersebut bisa menghadirkan sivitas akademika, pakar, dan pemerintah. Penyelesaian konflik secara beradab itu tentu dirindukan oleh kita semua, khususnya Ksatria Airlangga, sebutan untuk sivitas akademika dan alumni Unair.
Prof Bus, tetaplah menjadi guru besar yang autentik di tengah kuasa gelap dunia pendidikan tinggi, obral gelar besar-besaran untuk guru besar. Tabik!
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved