Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Kepekaan Etis Budaya Mundur

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
08/7/2024 05:00
Kepekaan Etis Budaya Mundur
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

KEUTAMAAN dalam etika politik dan pemerintahan ialah pejabat publik siap mundur dari jabatannya. Ia mundur apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Ketentuan mundur dari jabatan itu tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan itu tertanggal 9 November 2001.

Sudah 23 tahun Tap MPR itu berjalan. Pejabat publik tidak mau mundur karena tidak punya budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Budaya malu menjadi sari pati etika sosial dan budaya yang tertuang dalam Tap MPR tersebut.

Budaya malu saja tidak punya, apalagi budaya bersalah. Ada pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik sehingga diberhentikan dari jabatannya. Meski jabatannya dicopot, publik mengumandangkan tuntutan mundur, tetapi pejabat tersebut tetap ogah melepaskan keanggotaannya.

Lain lagi pejabat yang sudah tiga kali menerima sanksi ‘peringatan keras terakhir’ karena pelanggaran kode etik, tapi tak kunjung mundur. Tiga kali peringatan terakhir sama sekali tidak memberikan efek jera sampai pejabat itu dipecat karena pelanggaran kode etik yang terkait dengan kasus susila. Ia tidak mengundurkan diri, tapi diberhentikan.

Pada umumnya pejabat mundur di negeri ini karena terjerat oleh kasus hukum. Biasanya pejabat mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Pejabat mundur karena merasa gagal menjalankan tugasnya masih bisa dihitung dengan jari. Salah satu contoh teranyar pejabat punya budaya bersalah ialah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan. Ia menyampaikan pengunduran diri secara resmi sebagai pejabat tinggi madya Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Kamis (4/7).

Semuel mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas terjadinya serangan siber pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya. “Dengan ini saya menyatakan bahwa per 1 Juli kemarin saya sudah mengajukan pengunduran diri saya secara lisan dan suratnya sudah saya serahkan kemarin kepada Menkominfo,” katanya.

Pengunduran diri Semuel mengejutkan karena yang didesak publik untuk mundur ialah Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. Desakan mundur itu antara lain disuarakan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) yang menggalang petisi di laman Change.org.

'Sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan data dan informasi, termasuk keamanannya, sudah seharusnya (Kementerian) Kominfo juga bertanggung jawab terhadap serangan ransomware pada PDNS saat ini. Untuk itu, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi harus mundur sebagai pertanggungjawaban dan meminta maaf secara terbuka terhadap situasi ini', demikian ditulis dalam petisi tertanggal 26 Juni 2024.

Saat menanggapi petisi yang sudah diteken lebih dari 23 ribu warganet itu, Budi Arie Setiadi mengatakan, “No comment. Itu haknya masyarakat untuk bersuara.”

Mundur karena tidak sanggup mengemban tugas yang diemban salah satu bentuk pelaksanaan etika politik dan pemerintahan. Dua nama lain patut disebutkan. Pertama, Sigit Priadi Pramudito yang mengundurkan diri dari jabatan Direktur Jenderal Pajak pada 1 Desember 2015.

Sigit menyatakan mundur dari jabatannya karena merasa gagal memimpin Ditjen Pajak akibat tidak tercapainya target pajak 2015. Target penerimaan pajak yang dibebankan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp1.294 triliun. Menjelang akhir 2015, penerimaan pajak diproyeksikan hanya bisa mencapai 85% sehingga Sigit mengundurkan diri lebih dini meskipun baru menjabat sekitar sembilan bulan.

Kedua, Djoko Sasono mengundurkan diri dari jabatan Direktur Jenderal Perhubungan karena merasa gagal mengurai kemacetan saat masa liburan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Djoko mengundurkan diri pada 26 Desember 2015.

Langkah yang diambil Semuel, Sigit, dan Djoko patut diacungi jempol. Mereka memberikan contoh secara nyata di tengah kehidupan bangsa yang para pejabatnya nyaris kehilangan kesadaran bahwa pejabat publik harus memiliki kepekaan etis. Dalam kepekaan etis yang tinggi, keadilan akan dimuliakan di atas aturan-aturan formal sehingga mundur jika bersalah.

Patut diapresiasi pejabat yang meletakkan jabatan atas nama tanggung jawab untuk mencegah keburukan yang lebih luas. Sudah waktunya bangsa ini mempraktikkan budaya bersalah, tidak cuma budaya malu. Kultur budaya bersalah mengharuskan pejabat mundur tanpa harus ketahuan berbuat salah atau tidak, tanpa perlu didesak mundur atau tidak.

Hanya pejabat yang punya kepekaan etis yang mengedepankan budaya bersalah sehingga merasa malu kemudian mengundurkan diri.



Berita Lainnya
  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik