Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Bingo! Utang Jumbo

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
06/7/2024 05:00
Bingo! Utang Jumbo
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

SYAHWAT, apa pun jenisnya, mesti bisa dikendalikan. Bila rem blong, kehancuran sudah menanti. Memperturutkan syahwat tanpa sanggup mengendalikan diri kerap berakhir buruk: karier habis, utang bertumpuk, harga diri runtuh, kredibilitas ambruk, tak jarang pula berujung penjara.

Syahwat bukan melulu berurusan dengan hasrat seksual kendati kasus itu sedang jadi pembicaraan luas. Syahwat bisa berkaitan dengan kekuasaan, ambisi berlebihan untuk mengejar proyek mercusuar, bisa juga upaya meraih gelar. Dalam takaran dan dosis yang tepat, ambisi itu baik. Namun, bila dorongan teramat kuat itu menabrak rambu-rambu, itu sudah syahwat namanya.

Itu pula yang terjadi pada utang negara yang terus naik, bahkan sudah masuk kategori jumbo. Berbagai pihak sudah mengingatkan dengan menyebut bahwa alarm utang negara telah menyala. Benar bahwa rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun, dari 39% menuju 38%.

Angka itu memang masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan undang-undang, yakni 60%. Namun, utang negara juga tidak semata melulu diukur dari rasio terhadap PDB. Rasio pembayaran utang (debt-to-service ratio) juga amat mesti dipelototi.

Justru rasio pembayaran utang terhadap pendapatan negara itulah yang kini tengah dikritisi. Rasio membayar pokok dan bunga utang negara telah mencapai 39%. Dalam rumus International Monetary Fund (IMF), rasio kemampuan bayar utang terhadap pendapatan yang aman ialah 20%.

Dengan rasio sekarang, itu merupakan tanda keuangan pemerintah menuju mode 'gali lubang tutup lubang'. Jika pemerintah mengabaikan tanda bahaya itu, bisa-bisa negeri ini sampai pada situasi membuat utang baru untuk membayar bunga dan cicilan utang, bukan untuk membiayai program ataupun keperluan rutin lain. Ada yang berucap nauzubillahi mindzalik, ada juga yang melafalkan nauzubillah tsumma nauzubillah, alias jangan sampai terjadi.

Sepanjang dua bulan pertama 2024 saja, pemerintah harus merogoh Rp69 triliun untuk membayar bunga utang. Angka itu naik 37% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pembayaran itu sekaligus rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sebagai pembanding, pembayaran bunga utang pada periode yang sama 2023 sebesar Rp50,3 triliun.

Peningkatan pembayaran bunga terjadi karena utang negara terus membengkak. Per Desember 2023, total utang pemerintah Rp8.145 triliun. Adapun per Februari tercatat Rp8.319,22 triliun. Pada Mei 2024, utang negara membengkak lagi menjadi Rp8.354,20 triliun.

Dalam kurun tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak 2015 hingga 2022, rasio beban bunga utang dan cicilan pokok jatuh tempo rata-rata 47,4% daripada penerimaan pajak setiap tahun. Nilai itu melampaui angka rasio pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005-2014 yang sebesar 32,9%.

Tahun ini, pemerintah mengalokasikan pembayaran bunga utang Rp497 triliun, jauh di atas anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun. Itu merupakan indikasi negatif karena negara menghabiskan lebih banyak dana untuk membayar bunga utang ketimbang membiayai program kesehatan masyarakat.

Data Debt Service Watch yang diluncurkan Development Finance International (DFI) memasukkan Indonesia ke daftar merah karena angka rasio pembayaran utangnya mencapai 36,16%. Persoalannya, pemerintah selalu berlindung di balik rumus rasio utang terhadap PDB yang 38% jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat.

Benar belaka bahwa rasio utang terhadap PDB Amerika sudah di angka 134%. Itu artinya hampir tiga setengah kali lipat rasio utang terhadap PDB Indonesia. Namun, bila yang dipakai sebagai alat ukur ialah rasio pembayaran utang berbanding pendapatan (DSR), 'Negeri Paman Sam' jauh lebih sehat dan aman. DSR utang AS rata-rata 14%, paling tinggi 16%. Itu menunjukkan masih sehat menurut ukuran IMF.

Semestinya pemerintah tak memakai rasio utang terhadap PDB sebagai patokan dalam membuat kebijakan pinjaman. Parameter itu kurang akurat dalam mencerminkan posisi utang kita. Rasio utang terhadap PDB memberikan rasa aman palsu. Bila DSR yang dipakai, barulah alarm sudah terus-terusan menyala.

Empat tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mewanti-wanti agar pengelolaan utang dievaluasi. Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 menunjukkan tiga indikator kerentanan utang yang telah melampaui ambang batas rekomendasi IMF. Pertama, rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara (debt service-to-revenue) di rentang 25% hingga 46,7% (rekomendasi IMF 35%).

Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan negara (interest-to-revenue) pada 2020 ada di angka 19,06% (melampaui ambang batas IMF di 10%). Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan negara (debt-to-revenue) yang berada di rentang 260% hingga 369% meski rekomendasi IMF 92% hingga 167%.

Tren kenaikan rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara menunjukkan saldo utang melonjak lebih cepat ketimbang pertumbuhan penerimaan negara. Makin tinggi angkanya, makin besar porsi penerimaan negara untuk membayar utang pada masa depan. Wanti-wanti BPK empat tahun lalu itu seperti masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri saat itu juga. Kini, tahu-tahu kita teriak: 'Bingo! Utang sudah jumbo'. Lalu, sanggupkah syahwat utang itu dikendalikan?



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik