Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SYAHWAT, apa pun jenisnya, mesti bisa dikendalikan. Bila rem blong, kehancuran sudah menanti. Memperturutkan syahwat tanpa sanggup mengendalikan diri kerap berakhir buruk: karier habis, utang bertumpuk, harga diri runtuh, kredibilitas ambruk, tak jarang pula berujung penjara.
Syahwat bukan melulu berurusan dengan hasrat seksual kendati kasus itu sedang jadi pembicaraan luas. Syahwat bisa berkaitan dengan kekuasaan, ambisi berlebihan untuk mengejar proyek mercusuar, bisa juga upaya meraih gelar. Dalam takaran dan dosis yang tepat, ambisi itu baik. Namun, bila dorongan teramat kuat itu menabrak rambu-rambu, itu sudah syahwat namanya.
Itu pula yang terjadi pada utang negara yang terus naik, bahkan sudah masuk kategori jumbo. Berbagai pihak sudah mengingatkan dengan menyebut bahwa alarm utang negara telah menyala. Benar bahwa rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun, dari 39% menuju 38%.
Angka itu memang masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan undang-undang, yakni 60%. Namun, utang negara juga tidak semata melulu diukur dari rasio terhadap PDB. Rasio pembayaran utang (debt-to-service ratio) juga amat mesti dipelototi.
Justru rasio pembayaran utang terhadap pendapatan negara itulah yang kini tengah dikritisi. Rasio membayar pokok dan bunga utang negara telah mencapai 39%. Dalam rumus International Monetary Fund (IMF), rasio kemampuan bayar utang terhadap pendapatan yang aman ialah 20%.
Dengan rasio sekarang, itu merupakan tanda keuangan pemerintah menuju mode 'gali lubang tutup lubang'. Jika pemerintah mengabaikan tanda bahaya itu, bisa-bisa negeri ini sampai pada situasi membuat utang baru untuk membayar bunga dan cicilan utang, bukan untuk membiayai program ataupun keperluan rutin lain. Ada yang berucap nauzubillahi mindzalik, ada juga yang melafalkan nauzubillah tsumma nauzubillah, alias jangan sampai terjadi.
Sepanjang dua bulan pertama 2024 saja, pemerintah harus merogoh Rp69 triliun untuk membayar bunga utang. Angka itu naik 37% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pembayaran itu sekaligus rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sebagai pembanding, pembayaran bunga utang pada periode yang sama 2023 sebesar Rp50,3 triliun.
Peningkatan pembayaran bunga terjadi karena utang negara terus membengkak. Per Desember 2023, total utang pemerintah Rp8.145 triliun. Adapun per Februari tercatat Rp8.319,22 triliun. Pada Mei 2024, utang negara membengkak lagi menjadi Rp8.354,20 triliun.
Dalam kurun tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak 2015 hingga 2022, rasio beban bunga utang dan cicilan pokok jatuh tempo rata-rata 47,4% daripada penerimaan pajak setiap tahun. Nilai itu melampaui angka rasio pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005-2014 yang sebesar 32,9%.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan pembayaran bunga utang Rp497 triliun, jauh di atas anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun. Itu merupakan indikasi negatif karena negara menghabiskan lebih banyak dana untuk membayar bunga utang ketimbang membiayai program kesehatan masyarakat.
Data Debt Service Watch yang diluncurkan Development Finance International (DFI) memasukkan Indonesia ke daftar merah karena angka rasio pembayaran utangnya mencapai 36,16%. Persoalannya, pemerintah selalu berlindung di balik rumus rasio utang terhadap PDB yang 38% jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat.
Benar belaka bahwa rasio utang terhadap PDB Amerika sudah di angka 134%. Itu artinya hampir tiga setengah kali lipat rasio utang terhadap PDB Indonesia. Namun, bila yang dipakai sebagai alat ukur ialah rasio pembayaran utang berbanding pendapatan (DSR), 'Negeri Paman Sam' jauh lebih sehat dan aman. DSR utang AS rata-rata 14%, paling tinggi 16%. Itu menunjukkan masih sehat menurut ukuran IMF.
Semestinya pemerintah tak memakai rasio utang terhadap PDB sebagai patokan dalam membuat kebijakan pinjaman. Parameter itu kurang akurat dalam mencerminkan posisi utang kita. Rasio utang terhadap PDB memberikan rasa aman palsu. Bila DSR yang dipakai, barulah alarm sudah terus-terusan menyala.
Empat tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mewanti-wanti agar pengelolaan utang dievaluasi. Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 menunjukkan tiga indikator kerentanan utang yang telah melampaui ambang batas rekomendasi IMF. Pertama, rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara (debt service-to-revenue) di rentang 25% hingga 46,7% (rekomendasi IMF 35%).
Kedua, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan negara (interest-to-revenue) pada 2020 ada di angka 19,06% (melampaui ambang batas IMF di 10%). Ketiga, rasio utang terhadap penerimaan negara (debt-to-revenue) yang berada di rentang 260% hingga 369% meski rekomendasi IMF 92% hingga 167%.
Tren kenaikan rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara menunjukkan saldo utang melonjak lebih cepat ketimbang pertumbuhan penerimaan negara. Makin tinggi angkanya, makin besar porsi penerimaan negara untuk membayar utang pada masa depan. Wanti-wanti BPK empat tahun lalu itu seperti masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri saat itu juga. Kini, tahu-tahu kita teriak: 'Bingo! Utang sudah jumbo'. Lalu, sanggupkah syahwat utang itu dikendalikan?
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved