Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Nama Baik Bansos

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
27/6/2024 05:00
Nama Baik Bansos
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

ISU terkait dengan distribusi bantuan sosial (bansos) selalu saja menarik. Sayangnya, sisi menarik dari isu bansos akhir-akhir ini selalu dalam konteks negatif. Dari soal korupsinya, tentang kacaunya data penerima sampai membuat bansos banyak salah sasaran, hingga soal dipakainya bansos sebagai alat politik untuk mendulang suara dalam kontestasi demokrasi.

Sejatinya, tidak ada yang salah dengan bansos. Bagi rakyat kecil yang masuk kelompok sasaran bansos, program yang sepenuhnya dibiayai APBN/APBD itu sangatlah membantu meringankan beban hidup mereka, apalagi di tengah kondisi perekonomi yang mencekik leher seperti sekarang.

Bansos, secara ideal, ialah instrumen altruisme atau prinsip pengutamaan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Pada sisi praktis, bansos merupakan alat untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat. Namun, masalahnya, lantaran ada anggaran besar di pos itu, godaan untuk melencengkan pemanfaatannya pun tak kalah besar. 

Maka itu, yang sering terjadi ialah bansos yang seharusnya buat rakyat justru kerap diselewengkan menjadi alat untuk mengeruk uang rakyat (negara). Pun, bansos yang seharusnya diniatkan untuk membantu mendongkrak daya beli masyarakat miskin atau bahkan mengentaskan mereka dari kemiskinan malah dipakai untuk tujuan politik.

Ya, begitulah nasib bansos. Tak lebih baik daripada nasib orang-orang yang seharusnya menerima bansos, tapi terpaksa gigit jari karena anggarannya keduluan dikorupsi. Sama mengenaskannya pula dengan nasib masyarakat miskin yang tak masuk daftar penerima bansos hanya lantaran sistem pendataan yang ngawur dan semrawut.

Bansos tidak salah apa-apa, tapi 'nama baik' bansos terus tercoreng gara-gara perilaku pengelolanya. Pada saat pandemi covid-19, misalnya, anggaran bansos yang semestinya bertujuan mulia melindungi ketahanan ekonomi rakyat kecil dari dampak pandemi malah 'dijarah' para pejabat. Tidak tanggung-tanggung, salah satu pelakunya ialah menteri sosial kala itu, Juliari Batubara. 

Sejak itu nama bansos kian sering dikonotasikan negatif. Bahkan, ada yang dengan sarkas memelesetkan kepanjangan bansos menjadi bandit sosial karena banyaknya bandit alias penjahat yang menjarah dana sosial. Akan tetapi, ya, seperti biasa, sarkasme sekasar apa pun tak membuat perilaku lancung itu berhenti. Buktinya, sampai saat ini pun berita-berita tentang korupsi bansos terus tersaji.

Kita cuplik saja satu contoh yang teranyar. Kemarin, KPK mulai mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan bansos beras presiden saat penanganan pandemi covid-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020. Kasus itu mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp125 miliar. Empat orang sudah dipanggil sebagai saksi, tiga dari pegawai Kemensos dan satu swasta. 

Itu baru soal korupsinya. Kontroversi lain terkait dengan penyaluran bansos masih banyak lagi. Salah satu yang tempo hari cukup menyedot perhatian publik ialah pernyataan dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Ia bilang bahwa ada 46% penerima bansos tidak tepat alias salah sasaran. Waduh. 

Sejumlah pihak menduga ketidaktepatan penyaluran bansos itu disebabkan oleh ketidakakuratan data penerima bansos. Maklum saja, kata mereka, pemerintah ini memang amat bermasalah dengan data. Namun, mestinya kita tidak bisa maklum kalau kemudian kesalahan data itu membuat hampir separuh anggaran bansos mengucur ke orang yang salah. 

Lalu, apa isu soal bansos yang paling kontroversial? Tidak lain ialah politisasi bansos. Suka tidak suka mesti kita akui politisasi bansos pada akhirnya berhasil mengubrak-abrik prediksi elektoral pada Pemilu 2024 lalu, terutama dalam konteks pilpres. Kelompok yang ditengarai didukung penguasa yang memiliki kuasa atas anggaran bansos berhasil memenangi pemilu dengan skor telak.

Itu jelas fenomena yang mencemaskan. Mengapa? Karena pola, skema, dan kejadian yang sama mungkin saja akan direpetisi pada hajatan-hajatan demokrasi berikutnya, termasuk Pilkada 2024 yang sudah di depan mata. Mau tidak mau harus ada aturan untuk mencegah politisasi bansos kembali mengacak-acak demokrasi. 

Dengan segala problematikanya, program bansos yang mengantongi anggaran besar memang harus dibentengi dengan aturan yang rigiditas. Tidak boleh sedikit pun yang abu-abu, jangan pula menyisakan celah bila tidak mau bansos hanya dimanfaatkan untuk kepentingan lain alih-alih kepentingan rakyat. 

Aturan yang tegas, ditambah kontrol yang ketat, paling tidak akan memulihkan 'nama baik' bansos sekaligus mengembalikan fungsi bansos kepada khitahnya sebagai instrumen perlindungan sosial. Bukan instrumen untuk memperkaya diri, bukan pula sebagai alat memanjat panggung politik.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik