Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Politik Perumahan ala Kadarnya

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
06/6/2024 05:00
Politik Perumahan ala Kadarnya
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

PERDEBATAN soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terus mencuat di perbincangan, baik di kalangan elite maupun masyarakat luas. Kekagetan publik setelah tiba-tiba muncul beleid yang 'memaksa' kaum pekerja untuk mengiur tabungan perumahan sampai kini juga belum reda.

Sebagian besar perbincangan itu berisi penolakan. Hanya sedikit pihak yang bisa menerima. Namun, tulisan ini tidak ingin membahas detail substansi dari polemik Tapera tersebut. Biarlah perdebatan itu menjadi diskursus sekaligus saluran partisipasi publik guna mengontrol kebijakan atau aturan pemerintah yang memang terkadang kelewatan.

Kalau kita tarik ke belakang dan dalam perspektif yang lebih luas, kekisruhan Tapera sesungguhnya merupakan buah dari minimnya perhatian negara terhadap sektor papan alias perumahan. Sektor itu entah kenapa selalu menjadi fokus nomor sekian di belakang bidang-bidang lain seperti di pangan, energi, pendidikan, dan kesehatan.

Kemauan politik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian sehat dan terjangkau melalui penguatan di sisi kebijakan sektor perumahan nyaris tak terlihat. Ada, tapi tidak seheboh sektor lain. 'B aja' kalau kata anak muda sekarang. Artinya biasa saja alias ala kadarnya.

Apa buktinya? Mari kita lihat dari sisi politik anggarannya. Pada APBN 2024, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran subsidi perumahan, yaitu dana pembiayaan KPR subsidi melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), sebesar Rp13,7 triliun atau cuma 0,42% dari total belanja APBN 2024 sebesar Rp3.235 triliun. Kecil sekali.

Sekecil apa itu, coba kita bandingkan dengan anggaran di sektor lain. Dengan anggaran pendidikan yang mencapai Rp665 triliun (20% APBN), misalnya, anggaran subsidi rumah itu hanya sekitar 2% alias seperlima puluhnya. Hampir sama juga kalau kita bandingkan dengan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp496 triliun, dana subsidi rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu hanya secuil. 

Bahkan, dengan anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang cuma membangun satu kawasan, yang tahun ini dialokasikan sebesar Rp40,6 triliun, anggaran perumahan tidak sampai sepertiganya. Dari gambaran itu, suka tidak suka, ya, harus diakui pemerintah memang tidak terlalu menganggap sektor tersebut penting.

Program Tapera yang menghimpun dana masyarakat untuk membiayai pemenuhan perumahan rakyat barangkali bagus sebagai solusi dari keterbatasan anggaran dari negara itu. Namun, itu bukan solusi yang fair buat masyarakat. Pemerintah yang ogah-ogahan menggelontorkan anggaran besar untuk pembiayaan perumahan, kok, jadi masyarakat yang disuruh menabung untuk menambal keogahan itu?

Jadi, mesti dipahami bahwa terlepas dari tujuan dan niat baik di balik penerapan Tapera, ada problem perihal keseriusan pemerintah mengakselerasi penyelesaian backlog (kesenjangan ketersediaan) rumah. Masalah keseriusan itu yang mestinya dibereskan dulu. Bukan malah dengan gampangnya mengalihkan sekaligus membebankan tanggung jawab itu ke masyarakat melalui Tapera.

Dahulu, Bung Hatta sudah mewanti-wanti, "Cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan mustahil apabila kita sungguh-sungguh mau dengan penuh kepercayaan. Semua pasti bisa." Kalimat itu disampaikan sang proklamator saat membuka Kongres Perumahan Rakyat Sehat, 25 Agustus 1950.

Bung Hatta sudah tahu bahwa satu-satunya jalan untuk bisa memenuhi kebutuhan rumah bagi seluruh rakyat ialah kesungguhan dari semua pihak, terutama penyelenggara negara. Itu terbukti sekarang, minimnya kesungguhan membuat cita-cita itu menjadi nyaris mustahil digapai.

Momentum dari polemik soal Tapera itu semestinya membuat pemerintah tersadar bahwa mereka telah jauh meninggalkan sektor perumahan. Kekisruhan Tapera seharusnya membuka mata pemerintah, tidak selayaknya sektor tersebut dianggap sekadar remah yang bisa dimasukkan daftar prioritas pembangunan di urutan paling belakang atau malah tidak diprioritaskan. 

Pemerintah justru harus menggenjot ketahanan papan. Langkah awalnya  dengan menguatkan politik perumahan, baik kelembagaan maupun penganggarannya. Jika sektor papan sudah memiliki ketahanan, percayalah, pemerintah akan lebih mudah menuntaskan mimpi bangsa ini menjadi negara maju atau menggapai Indonesia emas pada 2045.



Berita Lainnya
  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.