Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Korupsi yang tak Mati-Mati

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
03/5/2024 05:00
Korupsi yang tak Mati-Mati
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

JIKA mengikuti jalannya persidangan kasus Syahrul Yasin Limpo alias SYL, bisa jadi Anda akan sering mengurut dada dan garuk-garuk kepala. Ada banyak fakta yang membuat kita serasa cupet nalar dan pendek akal.

Syahrul ialah mantan menteri pertanian. Dia harus berurusan dengan hukum, diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, terkait dengan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. Jumlah yang didakwakan tak main-main, mencapai Rp44,5 miliar, pada rentang 2020-2023.

Saban terdakwa kasus korupsi diadili saban itu pula rakyat negeri ini merasa sakit hati. Sakit karena begitu tega mereka memangsa uang negara ketika tak sedikit warga yang hidup papa. Sakit lantaran mereka seenaknya bermewah-mewah lewat rasywah sementara masih banyak masyarakat yang untuk sekadar makan sehari-hari pun susah.

Betul kata pedangdut Meggy Z, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Apalagi sakit hati karena korupsi yang, alih-alih berhenti, malah kian menjadi dengan modus yang semakin mencabik-cabik nurani.

Fakta baru dalam persidangan SYL membuat orang geleng-geleng kepala. Baik dari dakwaan jaksa, kesaksian saksi, maupun berita acara pemeriksaan, terungkap betapa dia diduga berbuat di luar 'nurul'.

Simak saja kesaksian eks Kasubbag Pengadaan Biro Umum Kementan Abdul Hafidh saat dihadirkan di persidangan. Dia, misalnya, mengatakan Kementan membiayai sunatan dan ulang tahun cucu SYL. Nominalnya dia lupa, tetapi tidak sedikit. "Cukup lumayan, Yang Mulia," katanya menjawab pertanyaan hakim anggota Ida Ayu Mustikawati. "Lumayannya ada berapa? Rp100 (juta)? Rp200 (juta)?" tanya hakim kemudian. "Enggak sampai, Yang Mulia," jawab Hafidh lagi.

Dari informasi di sebuah laman, biaya sunat pada umumnya cuma mulai Rp800 ribu meski ada juga yang sampai Rp11 juta. Yang membedakan ialah tempat sunat, di rumah sakit swasta, klinik, atau yang lain. Makin mahal biaya biasanya makin cepat sembuh. Namun, untuk sekelas menteri, biaya termahal katakanlah Rp11 juta semestinya bukan soal. Bahkan jika juga harus menggelar pesta. Kalau benar biaya sunat sang cucu dibebankan ke negara, ya kebangetan.

Masih ada kebangetan-kebangetan lainnya. Mantan Kasubbag Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Kementan Isnar Widodo, umpamanya, bilang pihaknya selalu mengeluarkan uang harian atau bulanan untuk istri SYL. SYL juga disebutkan kerap menagihkan pembayaran kartu kredit ke kementerian.

Kesaksian mantan Subkoordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan Gempur Aditya tak kalah mengejutkan. Kata dia, SYL menggunakan anggaran Kementan untuk biaya perawatan skincare anak dan cucunya. Adapun jaksa mengungkap terdakwa memakai uang hasil pemerasan antara lain untuk biaya umrah Rp1,87 miliar. Duh....

Modus-modus seperti itu sebenarnya bukan barang baru meski kali ini rasanya lebih keterlaluan. Keterlibatan keluarga dalam pusaran korupsi hal yang lazim. Mereka setidaknya ikut menikmati uang haram suami atau istri, ayah atau ibu, kakek atau nenek mereka.

Bahkan, ada bapak dan anak yang kompak korupsi. Masih ingat mantan Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin dan putranya, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin? Alex korupsi, Dodi juga. Ada pula eks Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna dan anaknya, Andri Wibawa, atau mantan Wali Kota Kendari Asrun dan anaknya, Adriatma Dwi Putra.

Eks anggota DPR Amin Santono juga tercatat sebagai koruptor kasus suap dana perimbangan daerah, demikian halnya dengan anaknya. Lalu, ada mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang mengikuti jejak kotor ayahnya, Syaukani Hasan Rais. Bekas anggota DPR Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya, pun menulis catatan hitam sebagai bapak-anak yang sama-sama terlibat dalam korupsi.

Sejarawan dan pemikir muslim asal Tunisia Ibnu Khaldun pada sekitar abad ke-14 menulis bahwa akar penyebab korupsi ialah nafsu hidup bermewah-mewah. Untuk menutupi pengeluaran yang serbamewah itu, mereka yang punya kuasa, yang punya wewenang, menggunakan kekuasaan, memanfaatkan kewenangan untuk korupsi.

Rakyat, termasuk saya, yakin, haqqul yaqin, para pejabat tahu soal itu. Akan tetapi, saya juga yakin dan percaya bahwa mereka tak sepenuhnya takut korupsi. Kenapa? Banyak dan mudah sekali jawabannya. Pegiat antikorupsi Emerson Yuntho menyodorkan 10 soal kenapa koruptor tak merasakan efek jera. Dia menyebut mulai dari hukuman yang ringan, hukuman hanya berupa pemenjaraan tanpa pemiskinan, perlakuan istimewa koruptor di penjara, hingga koruptor masih bisa menjadi pejabat publik.

Saya yakin dan percaya pula, pengelola negara tahu betul jawaban itu. Namun, saya tidak yakin dan tidak percaya mereka betul-betul mau melakukannya dalam memerangi korupsi. Tidak susah mengonfirmasinya. Kegigihan melemahkan KPK dan keengganan mereka segera mengesahkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ialah bukti tak terbantahkan.

Jadi, jangan heran korupsi masih jauh dari kata mati, juga jangan kaget jika kasus-kasus seperti SYL terepetisi nanti.



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik