Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Jokowi Lupa Jalan Pulang

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
05/2/2024 05:00
Jokowi Lupa Jalan Pulang
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

JALAN menuju demokrasi baru diretas 26 tahun lalu, saat era reformasi menggantikan rezim Orde Baru. Demokrasi mengubah wajah negeri ini menuju kehidupan bersama yang damai dengan garis batas yang jelas antara baik dan buruk.

Batas baik dan buruk saat itu mulai pudar saat ini sehingga demokrasi mengalami pembusukan. Celakanya, pembusukan itu dipelopori elite negeri ini.

Pembusukan itu nyata adanya selama tahun politik ini. Tahun yang mengerikan sangat terasa pada penghujung 2023. Berawal dari dugaan cawe-cawe yang dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo hingga adanya tudingan merekayasa hukum untuk membuka jalan bagi anaknya agar bisa ikut pemilu.

Tentu sangat disayangkan karena pada mulanya Presiden Jokowi dipilih secara demokratis sehingga dilabeli sebagai sosok harapan baru. Pada akhirnya muncul kefrustrasian baru karena demokrasi dikuburkan dengan membuka ruang dinasti politik.

Membunuh demokrasi dengan cara yang seakan-akan demokratis harus dicegah. Jangan melakukan pembiaran atas fenomena gelombang demokrasi berbalik arah kembali kepada pemerintahan otoritarian atau oligarki.

Menolak pembiaran demokrasi dibunuh menjadi benang merah keresahan kampus di seluruh Indonesia. Para akademisi menyerukan demokrasi diselamatkan.

 

“Negeri kami tampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” kata Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo.

Petisi Bulaksumur yang disampaikan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) lebih menohok lagi. “Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Universitas Gadjah Mada,” kata Prof Koentjoro.

Koentjoro memerinci tindakan menyimpang yang dimaksud, yaitu pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan, merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.

Boleh-boleh saja Presiden Jokowi menyebut petisi dari berbagai kampus itu sebagai hak demokrasi. Akan tetapi, seruan moral itu mengindikasikan ada persoalan etis yang amat serius.

Tidak ada jalan lain, mengutip petisi Universitas Islam Indonesia, kiranya Jokowi kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga. Indonesia memasuki fase darurat kenegarawanan.

Publik jelas merindukan hadirnya negarawan, bukan politikus. Negarawan dan politikus memiliki perbedaan. Kata penulis Amerika Serikat James Freeman Clarke, negarawan memikirkan generasi masa depan, sementara politikus berpikir tentang pemilu berikutnya.

Jika ada pemimpin yang cawe-cawe dalam pemilu, menghalalkan segala cara untuk memenangi kontestasi, artinya pemimpin seperti itu masih dalam taraf sebagai politikus, bukan negarawan.

Negeri ini jelas memerlukan pemimpin yang negarawan. Itulah kelas pemimpin yang pernah dimiliki bangsa ini di masa awal Republik, tetapi kemudian menghilang. Era reformasi, apalagi saat ini, gagal menghasilkan negarawan sehingga disebut darurat.

Elok nian bila pemimpin di negeri ini mematuhi Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan MPR masih berlaku dan mengikat Presiden sebagai salah satu acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa.

Ketetapan MPR itu menyebutkan etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Selain itu, perwujudan etika politik dan pemerintahan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik, serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Etika kehidupan berbangsa bisa menuntun Presiden Jokowi menemukan jalan pulang menuju demokrasi setelah lama terhanyut dalam cawe-cawe pemilu. Tanpa mengindahkan etika kehidupan berbangsa, bisa-bisa Jokowi lupa jalan pulang.



Berita Lainnya
  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik