Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Cak Nur dan Jokowi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/1/2024 05:00
Cak Nur dan Jokowi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PESIMISME terhadap masa depan demokrasi di Indonesia kian menjalar, akhir-akhir ini. Pemicunya, praktik demokrasi yang dibajak anak kandung demokrasi sehingga membuat demokrasi itu sekarat. Prinsip-prinsip fairness, keadilan, imparsialitas politik, serta ketaatan terhadap aturan ditabrak dengan sengaja secara membabi buta oleh elite negara.

Dalam situasi seperti itu, saya lalu teringat pada cendekiawan Nurcholish Madjid alias Cak Nur. Ia tokoh yang gigih memperjuangkan ide sekaligus mempraktikkan gagasan demokrasi yang ia dengungkan. Padahal, Cak Nur pernah dikritik sebagai 'penjagal demokrasi' karena slogan 'Islam yes; partai Islam no'. Slogan itu dianggap membonsai aspirasi politik umat Islam dan menguntungkan Golkar serta rezim Orde Baru.

Padahal, slogan itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk membonsai demokrasi. Slogan itu justru untuk menaikkan level umat yang tengah berada dalam kejumudan (kemandekan) menuju cara berpikir baru yang tercerahkan. Mengubah dari sekadar menawarkan kulit demokrasi menuju isi dan esensi demokrasi.

Pernyataan Cak Nur tentang 'Islam yes; partai Islam no' sebenarnya bukanlah pernyataan yang berdiri sendiri. Ia merupakan subtema dari suatu tema besar tentang perlunya upaya sekularisasi pemikiran Islam yang ditulis dalam artikel Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.

Ada dua tema besar lain dalam artikel yang dipresentasikan pada acara halalbihalal, 3 Januari 1970, yang diadakan PII (Pelajar Islam Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) GPI (Gerakan Pemuda Islam), dan Persami tersebut, yaitu kebebasan berpikir serta idea of progress dan sikap terbuka.

Dalam tulisan itu, Cak Nur merasakan perlunya upaya sekularisasi, yaitu menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya. Sekularisasi di sini tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum muslim menjadi sekularis.

Dalam konteks itulah pernyataan 'Islam yes; partai Islam no' diletakkan. Partai politik Islam dan aktivitas sosial-politik lainnya bersifat duniawi. Tidak boleh dipandang sebagai bernilai transendental (ukhrawi).

Tidak dibenarkan kualitas keislaman seseorang ditentukan karena ia berpartai Islam atau bukan. Kriteria berislam dengan kriteria berpartai Islam adalah jauh berbeda. Yang satu berpedoman pada kitab suci, yang lain mengikuti hukum dan kaidah-kaidah duniawi. Islam dalam pandangan Cak Nur tidak mengenal sistem teokrasi. Juga tidak mengenal sekularisme. Islam justru menerima dan cocok dengan sistem demokrasi.

Mengapa demokrasi? Kata Cak Nur, "Dengan demokrasi memungkinkan orang-orang yang terpilih jadi pemimpin nasional adalah yang memiliki kompetensi dan kualitas kepemimpinan yang mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa. Bukan karena agama tertentu lalu yang bersangkutan didukung dan dipilih jadi pemimpin tanpa memedulikan kompetensi dan kualitas kepemimpinan."

Pernyataan 'Islam yes; partai Islam no' bisa dimaknai sebagai penolakan adanya gerakan politisasi Islam. Di sinilah Cak Nur memberikan teladan dalam berdemokrasi. Awal 1970, saat Cak Nur jadi Ketua Umum PB HMI periode kedua, ia diajak untuk mendukung Golkar pada Pemilu 1971. Cak Nur menolak.

Mengapa? Dalam pandangan Cak Nur, Golkar sudah pasti menang karena didukung 3M: money, military, dan machine (birokrasi). Menurut Cak Nur, para pemuda dan mahasiswa sudah seharusnya mendukung partai, bukan mendukung Golkar, agar kekuatan partai relatif seimbang dengan Golkar dan agar demokrasi bisa tumbuh sehat. Pada era Orde Baru, Golkar tidak pernah disebut partai. Sebutan partai selalu merujuk ke PPP (Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan fusi dari sejumlah partai) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia yang juga fusi dari sejumlah partai).

Teladan demokrasi yang Cak Nur lakukan tidak berhenti pada 1971, jelang pemilu pertama era Orde Baru. Pada pemilu kedua Orde Baru, pada 1977, Cak Nur malah terlibat aktif berkampanye untuk PPP. Banyak orang tidak memahami apa maksud di balik tindakan kampanye Cak Nur untuk PPP saat itu. Tidak sedikit orang mengecam Cak Nur sebagai orang yang tidak konsisten dengan pernyataan 'Islam yes; partai Islam no'. Mereka mencibir dengan menyebut saatnya Cak Nur mengubah lagi slogan itu menjadi 'Islam yes; partai Islam yes'.

Padahal, apa yang dilakukan Cak Nur ialah keberpihakan pada partai politik yang lemah. Tujuannya agar tidak terjadi kekuatan politik dominan supaya proses check and balance bisa dijalankan dengan efektif. Karena itu, tindakan demokrasi yang dilakukan Cak Nur untuk PPP itu diistilahkan kolumnis Mahbub Djunaedi sebagai 'memompa ban kempis'. Itu dilakukan Cak Nur demi berjalannya demokrasi yang sehat. Ia tidak berharap dapat keuntungan politis apa pun dari PPP.

Saya membayangkan teladan Cak Nur tentang demokrasi itu bakal dilakukan Presiden Jokowi. Saya menanti mukjizat tiba-tiba Jokowi tersadar telah terseret teramat jauh dalam arus pembusukan demokrasi. Setelah tersadar, ia menolak terus terseret lalu menggamit kuat-kuat akar demokrasi.

Saya berangan-angan Jokowi mengambil tindakan menjadi teladan demokrasi seperti Cak Nur. Alih-alih ugal-ugalan untuk cawe-cawe, ia justru benar-benar berdiri netral, imparsial. Ketimbang melakukan aksi brutal keberpihakan, tiba-tiba ia rela menjaga muruah demokrasi: memastikan check and balance berlangsung, kalau perlu 'memompa ban kempis'.

Namun, rupanya, saya cuma bermimpi. Tampaknya saya hanya bisa berangan-angan. Jokowi ternyata bukan Cak Nur. Bahkan, Jokowi hari ini bukanlah Jokowi yang dulu, yang dikenal karena mengangkat demokrasi serta menjaga muruahnya. Jokowi hari ini ialah Jokowi yang menyediakan jiwa dan raganya untuk terseret jauh, sangat jauh, menjadi bagian rusaknya demokrasi. Apa boleh buat.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.