Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Pemimpin Pemarah

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
19/1/2024 05:00
Pemimpin Pemarah
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BOLEHKAH pemimpin marah? Sebagai manusia, lumrah jika dia marah. Bolehkah seorang pemimpin suka marah-marah, pemarah? Apa pun, sesuatu yang berlebihan tak baik dilakukan, apalagi soal marah.

Marah ialah kodrat manusia. Ia bagian dari perasaan yang dimiliki oleh setiap orang. Karena itu, setiap orang wajar, normal, marah. Tak cuma berakibat buruk, marah juga bisa berimbas baik. Ada sisi positif. Marah dianggap sebagai ekspresi perlawanan atas kemandekan. Aktivis hak asasi manusia Amerika, Malcolm X, pun pernah bilang, ''Ketika mereka marah, mereka tengah membuat perubahan.''

Bagi pemimpin, marah boleh, bahkan perlu. Pemimpin harus marah ketika menghadapi hal-hal yang tidak patut, hal-hal yang buruk. Dia mesti marah di saat kinerja anak buahnya tidak benar, tatkala pelayanan kepada masyarakat tak beres.

Namun, marah ada porsinya, ada batasnya. Orang bisa marah, tapi jangan pemarah. Apalagi, pemimpin, terlebih yang sedang punya banyak kuasa. Celaka dua belas jika pemimpin darting, darah tinggi.

Ada banyak contoh pemimpin pemarah. Siapa yang tak tahu Hitler? Dia temperampental, emosional, bahkan psikopat. Dia memicu Perang Dunia II yang memakan korban jutaan manusia.

Di negara kita tercinta, Indonesia, juga ada pemimpin pemarah, setidaknya suka marah. Ali Sadikin salah satunya. Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 ini dikenal sebagai kepala daerah yang pembawaannya meledak-ledak, suka marah-marah.

Kata-kata makian seperti 'sontoloyo', 'monyet', 'goblok' tak jarang disemprotkan kepada siapa saja yang dinilai merusak imej Jakarta yang tengah melangkah dari big village ke kota metropolitan. Karena itu, 'Gubernur Monyet' menjadi salah satu julukannya. Baiknya, setelah marah, Bang Ali meminta maaf.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok contoh lain. Saat memimpin Jakarta 2014-2017, dia juga kerap mengumbar amarah. Tak cuma kepada anak buah, wartawan, rakyat biasa, bahkan ibu-ibu, jadi sasaran amarahnya.

Ada pula Tri Rismaharini. Baik kala menjabat wali kota Surabaya, Jawa Timur, maupun menteri sosial, Bu Risma tak jarang lepas kontrol, marah-marah, di depan publik. Di mana pun, kapan pun, dia marah ketika anak buahnya atau orang lain memantik amarah.

Kini, label pemimpin pemarah dilekatkan ke Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan yang juga calon presiden nomor urut 2 itu dipersepsikan emosional, temperampental. Banyak cerita yang menarasikannya sebagai orang yang doyan marah.

Persepsi itu pun menguat lagi akhir-akhir ini. Di panggung debat capres edisi pertama, dia dinilai tak bisa mengontrol emosi. Selepas debat kedua, dia menjadi-jadi. Kata-kata kasar, umpatan, meluncur dari mulutnya. Prabowo, umpamanya, menyasar seseorang dengan kalimat 'pinter atau goblok'. "Saudara-saudara ada pula yang nyinggung-nyinggung punya tanah berapa, punya tanah ini, dia pinter atau goblok, sih?" begitu katanya dalam kampanye di Riau.

Simak juga kalimat ini. ''Ada yang mengatakan, maaf, karena saya ini juga pelihara hewan, kita kasih makan ke hewan, hewan itu baik sama kita, tapi ada manusia yang kita memberi dukungan, kita memberi segalanya, yang dibalas ialah kedengkian.''

Kalimat-kalimat itu jelas dan pasti ekspresi emosi. Goblok ialah umpatan tingkat tinggi. Mengatribusi seseorang dengan manusia ialah makian kasar. Kalau di Jawa ada yang menyebut orang lain sebagai menungso (manusia), bukan wong (orang), berarti dia marah besar. Siapa yang dituju Prabowo? Tak sulit untuk menebak, dia ialah Anies Baswedan yang menyerangnya habis-habisan di panggung debat.

Benarkah Prabowo pemarah? Sang adik, Hashim Djojohadikusumo, pernah memberikan jawaban. Dia mengakui kakaknya itu bertemperamen tinggi. Dia bilang paling sering dimarahi. ''Dia ibarat gunung merapi, meletus lalu sejuk. Dia selalu minta maaf,'' tuturnya pada suatu waktu.

Kata para bijak, pemimpin, apalagi pemimpin tertinggi, seorang presiden, harus piawai mengontrol diri karena dalam dirinya melekat kekuasaan luar biasa, bahkan kekuatan senjata. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menganalogikan pemimpin bak sopir bus. Jika sopir suka marah-marah dan emosian, dia bisa menyebabkan kecelakaan.

Saya lebih suka mengibaratkan presiden dengan nakhoda yang bertanggung jawab atas keselamatan kapal untuk bisa sampai pelabuhan yang dituju. Dalam kisah Flying Dutchman, ada nakhoda asal Belanda bernama Hendrik van der Decken. Sebagai kapten kapal, dia andal sehingga dipercaya VOC meski temperamental, suka bertingkah aneh, bahkan pemabuk.

Pada 1641, Van der Decken menakhodai kapal dagang berlayar dari Batavia menuju Belanda. Di perairan Cape of Good Hope (Tanjung Harapan), Afrika Selatan, badai besar melanda. Demi keselamatan kapal dan anah buahnya, dia semestinya tak nekat menerjang badai, tapi temperamennya lebih berkuasa. Dia bersumpah, ''I will round this Cape, even if I have to keep sailing until doomsday!“ (Aku akan selalu mengarungi semenanjung ini walaupun harus berlayar sampai kiamat).

Singkat cerita, kapal itu tak pernah kembali ke Belanda atau bersandar di dermaga mana pun di dunia. Ia diyakini tenggelam, lalu menjadi kapal hantu. Nakhoda kiranya harus sehat jiwa dan raga, termasuk tentu saja nakhoda kapal besar bernama Indonesia.



Berita Lainnya
  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik