Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Menangis untuk Bisnis

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
12/1/2024 05:00
Menangis untuk Bisnis
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SETIAP orang pasti pernah menangis. Ada yang menangis karena duka atau kelewat gembira, ada pula yang mengucurkan air mata lantaran meratapi nasib sang idola.

Psikolog Belanda Ad Vingerhoets dari Universitas Tilburg menyatakan manusia ialah spesies yang menangis karena alasan emosional. Memang, pernah ada pendapat bahwa gajah juga bisa menangis ketika bersedih, tetapi pendapat ini gugur ketika diteliti lebih jauh.

Menangis hal yang jamak. Begitu lahir, bayi langsung menangis, bahkan dokter atau perawat berupaya membuatnya menangis jika dia tak menangis. Anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, laki-laki, perempuan juga menangis. Dalam lagunya bertitel Air Mata, Dewa 19 menulis lirik: Menangislah bila harus menangis… Karena kita semua manusia… Manusia bisa terluka… Manusia pasti menangis….

Yang barangkali membedakan ialah seberapa sering, segampang apa, seseorang menangis. Dilansir dari Healthline, sebuah penelitian pernah menunjukkan wanita menangis rata-rata 5,3 kali sebulan, sedangkan pria 1,3 kali sebulan.

Menangis tentu tak serta-merta. Ada penyebab kenapa mata manusia membasah. Orang bisa menangis berlama-lama antara lain karena depresi, cemas, atau pengaruh pseudobulbar (gangguan saraf). Orang pun bisa menangis sesaat karena sedih, atau bersukacita yang luar biasa. Menangis sesaat itulah yang belakangan menghebohkan negeri ini.

Itu aneh nan mengejutkan. Tak hanya satu dua orang, tangisan sesaat ini massal. Melanda banyak orang. Di TikTok dan platform lainnya, para user mengunggah video mereka tengah menangis. Mayoritas perempuan. Tak sedikit anak muda generasi Z.

Pemantik tangisan berjemaah itu ialah debat edisi kedua capres pada Minggu (7/1). Kok, bisa? Ya, mereka yang mengklaim pendukung Prabowo Subianto menangis karena sedih, tak tega, iba, capres idolanya diserang habis-habisan oleh Anies Baswedan dan Ganjar Prabowo di perdebatan. Mereka merasa serangan itu keterlaluan. Sama dengan perasaan Prabowo bahwa Anies dan Ganjar menyerang secara personal.

Fenomena ini sungguh membagongkan. Baru kali ini ada begitu banyak orang kompak menangis ketika jagoannya kedodoran di panggung debat pilpres. Kesedihan mereka luar biasa, empati mereka di luar takaran hingga tangisan pecah, sampai air mata tumpah.

Benarkah tangisan itu genuine, tidak palsu? Hanya mereka yang tahu. Yang pasti, menangis tak selamanya asli. Itulah kenapa leluhur kita membuat kiasan air mata buaya untuk menggambarkan tangisan seseorang karena pura-pura bersedih, bukan sedih beneran.

Tangisan bisa dibuat-buat. Itulah antara lain pekerjaan aktor dan aktris andal ketika membintangi film atau sinetron yang perlu adegan menangis. Tangisan mereka tak murni. Sekadar akting.

Menangis bahkan bisa menjadi komoditas bisnis. Meski unik dan nyeleneh, ia menjanjikan keuntungan bagi orang yang ahli mengobral air mata. Di Asia Timur, bisnis pelayat profesional untuk menangis dalam acara perkabungan berkembang masif karena terkait dengan tradisi.

Pebisnis di sektor ini salah satunya perempuan Taiwan bernama Liu Chun-Lin. Dia laris manis diundang ke prosesi kematian untuk menangisi dan mendoakan jenazah. Mau tahu bayarannya? Tak kurang US$600 atau sekitar Rp9 juta. Lebih dari lumayan.

Ada pula Dingding Mao, wanita Tiongkok yang awalnya hidup miskin karena terkena PHK berubah kaya karena dagang tangisan. Bahkan, ada event organizer khusus untuk menyebar banyak orang ke acara pemakaman. Cuan yang didulang pun tak main-main, bisa Rp300 jutaan.

Bisnis tangisan palsu juga merambah Inggris. Perintisnya Ian Robertson yang mendirikan perusahaan Rent-a Mourner. Dia mempekerjakan sekitar 20 pelayat jadi-jadian untuk menangis saat pemakaman.

Di Jepang, bisnis jasa menangis tak ketinggalan. Salah satunya dibesut Hiroki Terai. Bedanya, bisnis ini tak fokus pada urusan perkabungan, tapi mengajak orang lain meluapkan tangis dan menyediakan pria tampan untuk menghapus air mata mereka. Bisnis rui-katsu (mencari air mata) ini populer di kalangan wanita yang ingin meredakan stresnya.

Setahu saya, di negara kita, Indonesia, belum ada bisnis menangis baik untuk ritual kematian ataupun guna meredakan stres seseorang. Ndak tahu kalau demi politik elektoral. Jangan-jangan bisnis rekayasa tangisan untuk mengkampanyekan calon tertentu seolah dianiaya, seakan dizalimi, itu sudah ada. Bukankah masih banyak rakyat kita yang gampang terpedaya politik iba lalu memilih seseorang lantaran kasihan?

Saya juga ndak tahu apakah tangisan massal pendukung Prabowo di medsos buah dari setingan, skenario, rekayasa, atau bahkan bisnis. Mereka jelas dan pasti menyatakan tidak. Itu wajar-wajar saja, sah-sah saja. Sama sahnya, sama wajarnya, jika ada yang terheran-heran, terkaget-kaget, lalu mempertanyakan orkestrasi tangisan dan dramatisasi kesedihan itu.

Pun wajar dan sah ketika ada yang menyebut tujuan menangis ramai-ramai itu gagal total setelah Prabowo mengumbar amarah, mengumpat, pascadebat. Salah satu netizen, misalnya, menyorot perubahan perilaku Prabowo. Dia menulis, ''Berawal dari gemoy boy...Kemudian sad boy...Now..angry Boy!'' Nah!



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik