Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
SEDEKAH atau politik uang? Pertanyaan ini sedang mengemuka di tengah makin memanasnya situasi kompetisi demokrasi. Keduanya dikomparasikan karena ada sejumlah pihak yang bagi-bagi uang, dinilai telah melakukan politik uang, tapi berdalih melakukan sedekah.
Sedekah dan politik uang jelas berbeda. Diametral, bertolak belakang. Yang satu perbuatan mulia, satunya lagi amat tercela. Sedekah sangat dianjurkan setiap agama. Ia bagian dari ibadah. Ia tak cuma baik bagi yang bersedekah, tetapi juga bagus buat para penerimanya. Ada keikhlasan, ketulusan, di sini.
Sebaliknya, dengan politik uang yang dalam Islam bisa disebut dengan risywah. Bahasa hukumnya suap. Agama apa pun melarang perbuatan ini. Mereka yang berpolitik uang sekilas bak dermawan, tetapi sejatinya penipu, perusak hidup mereka yang menerima, bahkan negara. Fatwa ulama menegaskan, ia haram, dosa jika dilakukan.
Akan tetapi, dua hal yang berbeda itu tak jarang disama-samakan. Sedekah yang penuh berkah dijadikan kemasan berpolitik uang penyebab musibah. Ketika seseorang dituding melakukan politik uang, ia membantah dengan alasan sedang bersedekah.
Fenomena itulah yang mewarnai perhelatan Pemilu 2024 ini. Dulu, Ganjar Pranowo disorot miring karena terekam memberikan sesuatu ke orang-orang saat lari pagi. Videonya viral, banyak yang menuduh mantan Gubernur Jawa Tengah yang kini menjadi calon presiden nomor urut 3 itu melakukan money politics. Tentu saja Ganjar menyangkal.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga pernah dipersoalkan. Dalam video yang luas tersebar, dia membagikan uang Rp50 ribu kepada masyarakat. PAN pun menepis tuduhan bahwa itu politik uang. Kata Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi, Zulhas berniat bersedekah. Sedekah itu, menurutnya, dilakukan di setiap waktu dan kesempatan, di lapangan olahraga, di masjid, di rumah saban pagi.
Tak hanya uang, sedekah bisa pula berupa barang. Politik uang begitu pula. Nah, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka terjerat masalah itu karena bagi-bagi susu di arena car free day Jakarta. Tentu, dia dan timnya berkelit telah melakukan money politics.
Yang paling ramai ialah Agus Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah. Pendiri Ponpes Ora Aji di Dusun Tundan, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY, ini menjadi sasaran kritik dan kecaman. Medsos menyebarkan video dirinya tengah memegang uang segepok dan memberikan lembar demi lembar ke masyarakat yang antre panjang.
Kejadian itu di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Tampak dalam video, seseorang membentangkan kaus bergambar capres nomor urut 2, Prabowo Subianto. Dalam petikan video yang lain, masih dengan baju dan ikat kepala yang sama, Gus Miftah terang-terangan mengampanyekan Prabowo-Gibran.
Benarkah Gus Miftah melakukan politik uang? Dia jelas, tentu, dan pasti membantah. Menurutnya, saat itu dia diminta ikut membagikan sedekah dari pengusaha sukses Pamekasan. Namanya Haji Her. Percaya? Terserah pembaca.
Tim Prabowo-Gibran juga jelas, tentu, dan pasti membela diri. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, menyebut kegiatan bagi-bagi uang dilakukan Gus Miftah sebagai aktivitas pribadi. Dia bilang, Gus Miftah bukan pengurus partai, bukan bagian dari TKN, bukan caleg, bukan relawan, melainkan warga biasa sehingga tak terikat UU Pemilu.
Percaya? Sebuah satir di Jerman menyebutkan politisi punya dua kerongkongan, satu menyuarakan kebenaran satu lagi membunyikan kebohongan. Masalahnya, kita tak pernah tahu dari kerongkongan mana suara itu berasal.
Yang sudah pasti benar ialah politik uang ialah pangkal dari korupsi. Yang tidak salah, politik uang ialah masalah laten yang terus menjadi ancaman bagi pesta demokrasi hingga kini. Yang tak mungkin diragukan, praktiknya justru kian telanjang, terang-terangan, seakan tiada lagi yang ditakutkan.
Modus politik uang juga beragam. Salah satunya, ya itu tadi, dengan menjadikan sedekah sebagai kedok, sebagai tameng. Maka muncullah istilah sedekah politik. Kalau sedekah murni untuk mendapatkan pahala, sedekah politik berharap suara.
Jika sedekah urusannya dengan Tuhan, lain halnya dengan risywah, politik uang, sedekah politik. Selain haram menurut hukum agama, ia juga dilarang hukum negara. Karena itu, negara tidak boleh diam. Bawaslu wajib menunjukkan ketegasan, keberanian.
Sedekah ialah kebaikan, politik uang ialah keburukan. Agama mengajarkan, kita harus tolong menolong dalam kebaikan. Karena itu, apes betul negeri ini jika orang-orang pintar, apalagi pandai agama, malah mencontohkan tolong menolong dalam keburukan.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved