Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Kecemasan yang Merambak

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
30/12/2023 05:00
Kecemasan yang Merambak
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TAHUN 2023 kita lalui dengan kian merambaknya kecemasan. Sebagian ialah warisan masa lalu, tapi tidak sedikit yang diproduksi oleh hal-hal baru. Selimut ketakutan akibat pandemi covid-19 memang sudah tiada. Namun, kecemasan dan ketakutan lain masih menghantui kehidupan bangsa.

Di bidang ekonomi, orang-orang mulai cemas karena sendi-sendi penopang daya beli makin keropos. Ekonomi bergerak, tetapi lebih banyak dirasakan lingkaran-lingkaran terbatas. Mereka yang di tengah kian 'mantab' alias makan tabungan.

Mereka yang di bawah hanya menumpu kepada bantuan sosial dan semakin kehabisan cara untuk mendulang pendapatan. Fenomena ketimpangan yang masih menganga membuat kecemasan terus menumpuk. Ada yang mencoba bertahan, ada pula yang memilih mengakhiri hidup.

Mereka itu kaum marginal secara ekonomi. Kecemasan menghantui mereka berlipat-lipat karena kian menganganya ketimpangan, tidak setaranya akses kesempatan mendapatkan pekerjaan (banyak yang diuntungkan 'ordal' alias orang dalam), akses berusaha, dan permodalan.

Di bidang sosial, kohesivitas sosial makin memudar. Banyak orang lebih peduli pada diri sendiri. Solidaritas memang menggema untuk sejumlah tema di jagat maya, tapi mulai senyap di alam nyata. Bahkan, sekadar mencari teman atau tetangga untuk berkeluh kesah makin susah.

Tidak mengherankan bila bertetangga tidak lagi perlu tahu apa yang terjadi dengan tetangga mereka. Kemiskinan benar-benar dirasakan sendirian. Kelaparan disimpan karena teriakan justru akan menambah lapar. Di sebuah tempat di Nusa Tenggara Timur, ada seorang ayah yang merobek perutnya karena lapar dan tidak sanggup lagi melihat keluarganya ikut lapar. Kisahnya memang diketahui, tapi bukan karena pergumulan sosial dengan tetangga, melainkan setelah viral di media sosial.

Di bidang politik, apalagi. Kecemasan berkecamuk di dada orang-orang yang berbeda sikap dengan penguasa. Bila ia punya usaha, karena berbeda dan siap membelanjakan sebagian hartanya untuk memperjuangkan keyakinan politik yang berbeda itu, siap-siaplah untuk diselisik pajaknya, izinnya, amdalnya, ini-itunya.

Bila ia seorang aktivis kampus, suara kritisnya akan mencemaskannya karena ia mesti siap diselisik tingkah moral personal hariannya. Sedikit saja salah bicara, ia bisa diperkarakan karena dianggap melakukan pelecehan seksual secara verbal.

Bila ia kelompok dan rombongan yang berbeda, dan hendak mempresentasikan argumentasi mengapa memilih jalan berbeda, siap-siaplah untuk dipersoalkan acaranya. Bisa-bisa, dicabut izin acaranya hanya beberapa jam sebelum acara dimulai. Kebebasan berbicara memang masih terlaksana, tapi bibit-bibit jebakan otoritarianisme, meminjam istilah Levitsky dalam How Democracies Die, mulai disemai di mana-mana.

Di jagat maya, kata Wakanda dan Konoha kerap menjadi pilihan untuk menggantikan 'Indonesia' bila ingin mengkritisi kebijakan. Pemilihan kata itu dirasa aman dari delik pidana pasal karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, kecemasan masih menggunung.

Saya sepakat dengan tulisan Yudi Latif dalam salah satu bukunya, Negara Paripurna, yang menyebutkan bahwa warisan terbaik para pendiri bangsa ini ialah politik harapan (politic of hope), bukan politik ketakutan atau kecemasan (politic of fear). Politik yang dibangun landasan harapan akan melahirkan kesadaran, kesukarelaan atau partisipasi aktif, dan membawa energi berlimpah untuk perubahan.

Sebaliknya, politik yang bertumpu pada penyebaran ketakutan dan kecemasan bakal menciptakan apatisme. Juga, memunculkan ketidakpercayaan, pragmatisme, serta energi negatif yang menghambat kemajuan bangsa.

Mulai terasa orang-orang mulai dimarginalkan secara politik. Mereka yang marginal secara politik itu dilanda kecemasan karena bertumbuhnya ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya kekuasaan dan perlakuan hukum. Untuk kasus yang sama, bahkan lebih kecil dan belum jelas alat bukti dan perkaranya, orang bisa saja berurusan dengan hukum asal memilih jalan berbeda dengan kehendak kekuasaan.

Tahun 2023 memang segera berakhir. Namun, rasa cemas sepertinya belum akan sirna, khususnya di hati orang-orang yang memilih jalan berbeda.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.