Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Copypaste Jokowi

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
29/12/2023 05:00
Copypaste Jokowi
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

UNTUK kali ketiga, Joko Widodo tampil di panggung debat calon presiden dan wakil presiden. Pertama, dia manggung sebagai capres di Pilpres 2014, lalu pada 2019, dan belum lama ini berdebat sebagai cawapres. Lho kok bisa?

Tunggu dulu. Tentu saja bukan Jokowi asli yang tampil di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (22/12). Secara aturan, dia tak boleh lagi nyalon. Konstitusi menggariskan, masa jabatan presiden maksimal dua periode meski pernah ada upaya untuk menambah atau memperpanjangnya.

Ada yang berpendapat, presiden yang sudah 10 tahun menjabat masih dapat turun ke gelanggang kompetisi, tapi bukan sebagai capres, melainkan cawapres. Berarti turun derajat. Itu juga kalau presidennya mau. Namun, ada juga yang berpandangan sebaliknya. Apa pun, Pilpres 2024 sudah dimulai dan Jokowi tak maju lagi.

Jika begitu, kenapa dia kembali ada di panggung debat? Tentu yang dimaksud bukan Jokowi, Presiden RI saat ini. Yang berdebat menghadapi Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD akhir pekan lalu adalah tiruan, copypaste-nya. Dia tak lain sang putra sulung, Gibran Rakabuming Raka, pendamping capres Prabowo Subianto.

Banyak yang menilai, penampilan Gibran mirip benar dengan Jokowi. Suaranya, intonasinya, gayanya, gesturnya, mimiknya, serupa dengan sang bapak. Tak cuma itu, strategi dan taktik dalam berdebatnya pun bak air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Sami mawon.

Gibran sempat di-underestimate karena sebelumnya selalu menghindar dari undangan debat dari berbagai lembaga. Sampai-sampai muncul istilah ‘asam sulfat belimbing sayur’ alias ketimbang debat mending kabur. Namun, di atas panggung, dia membalikkan stigma buruk itu menjadi pujian.

Banyak yang terkaget-kaget Gibran ternyata piawai berdebat. Banyak yang tak percaya, dia menguasai tema debat. Banyak yang bingung dia yang tadinya diposisikan underdog justru tampil dominan, agresif menekan Gus Imin dan Prof Mahfud.

Sesaat setelah debat, Gibran panen sanjungan. Welcome to The Gibran Show, begitulah salah satu bentuk pengakuan untuk Gibran. Namun, pujian dan pengakuan itu hanya sesaat. Dia awalnya sukses menyedot perhatian masyarakat, tetapi belakangan banyak kesalahan yang terungkap.

Gibran disebut melakukan sejumlah kebohongan, menguar data dan fakta yang tak sesuai realitas. Mantan Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, umpamanya, terang-terangan menyebut Gibran bohong kala menyebut bantuan dari pemerintah pusat ke Surakarta sebelum era kepemimpinannya lebih besar.

Yang tak kalah fatal, Gibran mendapat kritik tajam karena dinilai punya niat menjatuhkan lawan dengan cara tak elok. Pertama, ketika dia menanyakan kepada Mafhfud soal bagaimana membuat regulasi carbon capture and storage. Kedua, saat dia bertanya Gus Imin dengan singkatan SGIE tanpa menjabarkan singkatannya.

Pertanyaan itu bersifat teknis yang tak semestinya menjadi menu perdebatan sekelas cawapres. Pertanyaan itu jebakan yang nawaitu-nya sejak awal untuk mempermalukan lawan. Teknik debat seperti ini kiranya level paling rendah. Tak berlebihan jika kemudian Gibran yang tadinya panen persepsi positif berbalik kebanjiran sentimen negatif.

Taktik seperti itu pula yang dipakai Pak Jokowi di dua debat pilpres menghadapi Pak Prabowo. Kalau kemudian ditiru oleh anaknya, itu kian mengonfirmasi bahwa Gibran ingin dilihat publik seperti Jokowi. Menukil teori match and mirror, barangkali dia ingin dilihat, didengar, dan dirasakan seperti ayahnya.

Kemiripan antara bapak dan anak ialah hukum alam, normal, sangat normal. Pun amat wajar jika sang anak terobsesi pada sang bapak, termasuk dalam urusan politik.

Kalau bapak saya orang hebat, kenapa harus meniru orang lain? Begitulah kira-kira prinsip Gibran dalam mengarungi persaingan menuju kursi RI-2 kali ini. Jadi, boleh-boleh saja, sah-sah saja, dia tampil semirip mungkin dengan Jokowi termasuk di panggung debat. Yang tidak boleh diteruskan ialah hal-hal buruk, seperti inkonsistensi. Sayangnya, yang itu pun juga banyak ditiru oleh Gibran.

Cara yang dulu jitu belum tentu ampuh saat ini. Kata survei, tingkat kepuasan rakyat kepada Jokowi memang sangat tinggi, di atas 70% bahkan di kisaran 80%. Namun, apakah ia akan berbanding lurus, linier, dengan peluang Prabowo-Gibran untuk memenangi kompetisi? Belum tentu.

Lagi pula, kiranya rakyat lebih senang dengan pemimpin yang tampil dengan jati dirinya sendiri. Seperti yang Matt Damon bilang bahwa, "Menjadi diri sendiri lebih baik daripada mencoba menjadi versi dari apa yang menurut Anda diinginkan orang lain." Lagian, rakyat juga tak bisa lupa Gibran bisa nyawapres setelah aturan dan etika dihinakan.

 



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik