Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Menggantung Mimpi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/12/2023 05:00
Menggantung Mimpi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PEKAN ini menjadi pekan terakhir tahun 2023. Pekan depan, kita semua memasuki tahun 2024. Ada isu penting, khususnya di bidang ekonomi, yang perlu mendapat catatan tebal, yakni peta jalan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah menjadi negara maju berpendapatan tinggi.

Tonggak itu sudah dipancangkan pada pertengahan 2023 ini oleh Presiden Jokowi. Mimpinya, Indonesia Emas 2045 bisa diraih. Saat itu, dalam perayaan satu abad kemerdekaan, negeri ini sudah keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Bahkan, harapannya Indonesia menjadi negara maju sudah tergapai sebelum 100 tahun kemerdekaan.

Tonggak itu ditandai dengan langkah Presiden Jokowi meluncurkan rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 pada pertengahan tahun ini. Mimpi itu berjudul Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

Dokumen itu berisi berbagai langkah yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas untuk menaikkan pendapatan per kapita Indonesia yang setara negara maju. Bila saat ini pendapatan per kapita penduduk masih hampir US$5 ribu, pada 2045 ditargetkan sudah menyentuh lebih dari US$30 ribu per kapita. Itu artinya naik lebih dari enam kali lipat dalam kurun 22 tahun.

Apakah mimpi itu bisa dicapai? Inilah pertanyaan besar yang membutuhkan jawaban benar karena langkah yang benar. Sejauh ini, mimpi menjadi Indonesia maju diletakkan sebagai branding politik. Seolah-olah untuk meraih masa depan Indonesia yang maju hanya ada satu jalan: melanjutkan seluruhnya apa yang dipancangkan oleh pemerintah saat ini.

Mimpi menjadikan Indonesia negara maju didefinisikan secara amat sempit, yakni pilihan politik pada orang tertentu dengan jalan yang sudah ditentukan. Ibarat cek, legalitas Indonesia menjadi negara maju sudah ditentukan dan diisi saat ini, oleh pemerintahan Jokowi, dan harus diteruskan oleh yang bersedia melanjutkan semua apa pun yang menjadi legasi Jokowi.

Maka, publik pun kerap ditakut-takuti dengan kata-kata, "Hati-hati dengan memilih pemimpin di 2024, 2029, bahkan 2034." Kalimat itu diembel-embeli lagi dengan 'ancaman', "Salah pilih pemimpin, bisa runyam akibatnya. Bisa ambyar cita-cita menjadi negara maju."

Mestinya, harapan menjadikan Indonesia sebagai negara maju disejajarkan dengan upaya meraih kemakmuran sekaligus keadilan. Tanpa itu, kemajuan hanya tetap dirasakan segelintir orang. Pendapatan tinggi cuma masuk ke kantong-kantong terbatas yang bersifat eksklusif, tidak inklusif.

Belum lagi peringatan akan potensi Indonesia gagal keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah sudah kerap disampaikan berbagai analis dan lembaga ekonomi. Analisis itu umumnya mengingatkan agar upaya mencapai negara maju didasarkan atas jejak-jejak dan ikhtiar yang lebih membumi dan masuk akal serta melibatkan banyak kalangan.

Dari segi mimpi menaikkan pendapatan per kapita enam kali lipat dalam rentang dua dekade lagi, misalnya, sejumlah kalangan meragukan itu bisa terjadi. Apalagi, instrumen daya ungkit perekonomian kita masih bertumpu pada ekonomi ekstraktif yang mengandalkan sumber daya alam. Kondisi ini, selain pesimisme bisa mencapai kondisi bangsa berpendapatan per kapita tinggi, juga bisa menimbulkan komplikasi karena kian keroposnya daya dukung lingkungan dan tingginya ketimpangan.

Belum lagi jika kita melihat riwayat pertumbuhan pendapatan per kapita kita dalam dua puluh tahun terakhir yang kenaikannya cuma 4,5 kali lipat. Pada 2003 lalu, pendapatan per kapita kita di kisaran US$1.100. Tahun ini, atau dua puluh tahun kemudian, pendapatan per kapita kita belum menyentuh US$5 ribu alias belum sampai 6,5 kali.

Selain itu, syarat agar pendapatan per kapita naik 6,5 kali lipat ialah rata-rata pertumbuhan ekonomi kita 20 tahun ke depan harus 7%. Ini jelas raihan yang amat sangat berat, kalau tidak boleh dikatakan mustahil, karena kondisi perekonomian di dalam negeri dan di dunia berada dalam kelesuan atau stagnan.

Level pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2014 hingga kini stagnan di kisaran 5%. Ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi di Tanah Air tidak mengalami perkembangan pesat sehingga sulit untuk lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah. Kemampuan ekonomi kita untuk tumbuh seolah-olah sudah mentok di angka 5%. Padahal, kita belum menjadi negara maju.

Kita patut mencontoh India, yang membuat road map ekonominya dengan memutar haluan dari bertumpu pada sektor ekstraktif ke adaptasi teknologi yang mengandalkan riset untuk menemukan ceruk-ceruk baru. Industri manufaktur pun tumbuh pesat. Hasilnya, India mampu menghela pertumbuhan negaranya ke kisaran 7%.

Sebaliknya, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia turun sangat drastis sejak 2001. Pada 2001, manufaktur Indonesia masih tumbuh 29,1%. Namun, kini cuma 18,3%. Padahal, negara lain mampu menggapai puncak pertumbuhan manufaktur di level 40,1% (Tiongkok), dan 31% (Malaysia dan Thailand).

Bung Karno memang pernah bilang, 'Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit agar bila jatuh berada di antara bintang-bintang'. Namun, itu butuh kerja ekstra, bukan bualan belaka. Jangan pula jadi seperti lagu Iwan Fals: Mimpi tak Terbeli.



Berita Lainnya
  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.