Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
JANJI itu utang. Al wa'du dainun, begitu kalimat dalam bahasa Arab yang kerap disebut sebagai hadis. Sebagian menyebut itu hadis lemah, atau dhoif.
Namun, yang jelas, di Kitab Suci disebutkan bahwa janji itu harus dipenuhi. Persisnya secara teks berbunyi: 'Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya'.
Di kalangan masyarakat religius yang menjunjung tinggi ajaran agama, mestinya ketaatan memenuhi janji tidak bisa ditawar-tawar lagi karena ia tertera di Kitab Suci. Jadi, bila tanpa sebab darurat yang bisa dimaklumi argumentasinya, janji tetaplah utang yang wajib dilunasi.
Namun, publik di negeri yang religius ini seperti sudah terbiasa disuguhi janji-janji yang gagal dipenuhi. Banyak pula kalimat sindiran atas ketidakmampuan melunasi janji itu hidup di kalangan masyarakat.
Ada yang bilang 'lidah memang tidak bertulang'. Ada pula yang bilang, 'setinggi gunung seribu janji', 'ojo ming lamis (jangan sekadar obral janji)', hingga kalimat, 'betapa banyak kata tak berjawab, janji yang tidak dilunasi'. Ada pula yang bilang 'esuk dhele, sore tempe (pagi kedelai sore tempe)' untuk menggambarkan orang yang plin-plan.
Kalimat tersebut memang sebanyak janji yang terapung dan tidak sedikit dari janji itu yang tidak sanggup dilunasi. Apalagi janji politik untuk menghadirkan keadilan, rasa aman, kemakmuran, kemudahan mendapatkan pekerjaan, perbaikan taraf hidup, dan sejenisnya yang mudah menguar, tapi sekaligus gampang menguap.
Bulan-bulan ini hingga awal Februari 2024 ialah hari menumpuk utang, yakni utang janji. Melalui kampanye, debat, hingga gimik politik menjelang Pemilu 2024 muncul tumpukan utang janji yang harusnya bisa dilunasi dalam satu periode pemilu lima tahun ke depan.
Bila janji-janji itu dibiarkan mengonggok dari waktu ke waktu, rakyat bisa kian sesak napas tertimbun oleh janji. Negeri ini akan disesaki inflasi utang janji, tapi defisit melunasi janji. Dari waktu ke waktu, kemiskinan ekstrem yang dijanjikan saat kampanye bakal hilang dari Bumi Pertiwi pada faktanya masih jadi masalah yang membelit hingga kini.
Janji menghadirkan pekerjaan seluas-luasnya, tapi yang muncul pengangguran masih ada di mana-mana. Pekerjaan formal kian susah didapat sehingga orang berduyun-duyun berebut pekerjaan informal. Bahkan, sesungguhnya sebagian mereka setengah menganggur.
Janji memangkas ketimpangan, justru yang muncul kelompok rentan yang kian menjulang. Angka kemiskinan memang turun, tapi mereka hanya setengah naik kelas. Mereka hanya sedikit beringsut ke level rentan miskin. Karena rentan, sedikit saja ada gejolak kenaikan harga kebutuhan pokok, mereka langsung turun kelas ke miskin lagi.
Di sisi bersamaan, penguasaan aset oleh kelompok yang amat sedikit masih tinggi. Berdasarkan sejumlah data terungkap hanya 1% penduduk tapi menguasai 39% aset. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
Ada janji siap menjunjung tinggi demokrasi, tapi kian bertambah orang takut berekspresi. Dalam kebebasan menyatakan pendapat ada tanda-tanda dihambat. Orang bersuara kritis malah diintimidasi. Karena takut dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, banyak warganet menyebut Indonesia sebagai negeri Konoha dan Wakanda saat mengkritik ketidakberesan di negeri ini. Alih-alih mendapatkan perlindungan, rakyat justru merasa terancam.
Biar tidak makin menimbun utang janji, para kandidat pemimpin di negeri ini mestinya ingat pada janji kemerdekaan. Setidaknya ada dua janji kemerdekaan yang mesti terus-menerus ditagih karena tidak kunjung tuntas dibereskan. Kedua janji itu ialah melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.
Melindungi tumpah darah itu berarti menghadirkan rasa aman, melindungi kekayaan negeri ini dari para penjarah baik dari dalam maupun luar, menghadirkan keadilan dan kesetaraan. Memajukan kesejahteraan umum itu artinya membabat habis kemiskinan, menghadirkan pekerjaan, meniadakan ketimpangan.
Karena itu, lunasi janji-janji kemerdekaan. Silakan bikin janji, tapi beri tahu rakyat tentang bagaimana pelunasan janji-janji itu dilakukan. Yakinkan kami, rakyat ini, bahwa janji-janji itu memang realistis untuk dijalankan, bukan bualan.
Jangan biarkan janji menggantung seperti lagu tempo doeloe yang dipopulerkan Tuty Subardjo: 'Janjimu yang kunantikan siang malam selalu. Janjimu yang kunantikan, mungkinkah kau lupakan?'.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved