Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
ADAKAH polisi baik dan jujur di negeri ini? Gus Dur pernah menjawabnya cuma ada tiga, yakni Jenderal Hoegeng, patung polisi, dan polisi tidur. Tentu jawaban itu bukan jawaban an sich, bukan harfiah, tidak serius. Gus Dur sedang berseloroh. Dia memang senang bercanda, gemar melontarkan lelucon, hobi guyon. Guyonannya berkelas karena kerap berbau kritikan terhadap persoalan bangsa dan kehidupan sosial.
Adakah polisi yang baik dan jujur di republik ini? Kiranya pertanyaan itu tak pupus di benak publik. Pertanyaan yang belakangan kembali mengemuka menyusul beberapa perkara yang mendera Korps Bhayangkara.
Kebaikan dan kejujuran polisi kembali dipertanyakan ketika seorang jenderal bintang dua terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap anak buahnya. Dia adalah Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam, bekas komandan polisinya polisi. Kasusnya sedang disidangkan. Kita tunggu saja ending-nya, apakah meninggikan keadilan atau sebaliknya.
Kasus Sambo merusak citra polisi yang sebenarnya mulai wangi. Hasil survei salah satu lembaga menyebutkan tingkat kepercayaan pada Polri anjlok 13% dari sebelumnya 72,1% menjadi hanya 59,1%.
Belum usai urusan Sambo, Polri mendapat sorotan miring terkait penanganan kekisruhan pascapertandingan Arema kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober silam. Mereka obral gas air mata yang berujung tewasnya 133 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Inilah tragedi sepak bola paling memilukan kedua sejagat raya.
Eh, ketika kedua perkara besar itu belum juga kelar, kasus yang tak kalah besar kembali menghajar. Tak tanggung-tanggung, seorang inspektur jenderal terlibat kasus kejahatan luar biasa, yaitu peredaran narkoba. Dia adalah Teddy Minahasa, Kapolda Sumatra Barat yang dipromosikan sebagai Kapolda Jawa Timur. Namun, belum sempat terima, dia ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus Teddy bahkan terungkap ketika para petinggi Polri dikumpulkan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (14/10). Mereka, mulai kapolres, kapolda, hingga pejabat utama Mabes Polri diberi pengarahan, diingatkan bahwa citra polisi sedang menukik tajam.
Nama baik Polri harus dibangkitkan dan cuma polisi yang dapat membangkitkan. Caranya, tentu saja dengan menjadi polisi yang baik dan jujur. Cara itu butuh kemauan, juga keteladanan dari para komandan.
Kiranya arahan Presiden tepat, sangat tepat. Waktunya pun baik, sangat baik. Empat belas Oktober merupakan tanggal kelahiran Hoegeng Iman Santoso. Kapolri ke-5 yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1921, itu contoh polisi terbaik, paling berani, paling jujur, paling sederhana. Ia patut menjadi teladan sepanjang zaman.
Pesan dan peringatan yang disampaikan Presiden kiranya juga pas, sangat pas. Dia menegaskan bahwa citra Polri mesti diperbaiki. Dia menekankan pula masalah gaya hidup. Seperti halnya rakyat, Presiden jengah atas banyaknya perwira yang bangga dengan hedonisme. Dia risih ada polisi yang gagah-gagahan dengan mobil mewah atau moge.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hedonisme ialah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yakni hedone yang berarti kesenangan. Collins Gem menyebut hedonisme sebagai sebuah doktrin bahwa kesenangan ialah hal terpenting di dalam hidup.
Jelas, hedonisme pandangan dan prinsip yang buruk. Bagi pejabat, ia bisa menjadi awal dari penyimpangan demi memuaskan kesenangan yang tak pernah terpuaskan. Bagi polisi, ia bisa memicu perilaku buruk dan ketidakjujuran. Bukannya melindungi, melayani, dan mengayomi, polisi akan cenderung minta dilayani.
Untuk memperbaiki citra Polri, agar polisi baik dan jujur, salah satu kiatnya ialah perangilah hedonisme. Tentu yang mesti dilakukan perang sungguhan, bukan perang-perangan. Memerangi hedonisme tak cukup dengan kata-kata, tak cukup dengan perkap atau telegram No ST/30/XI/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM.
Polri sulit menjadi pemenang dalam perang melawan hedonisme jika mereka yang bergaya hidup mewah malah diberi tempat yang wah. Masyarakat bertanya, bagaimana bisa seorang jenderal yang diketahui berharta puluhan miliar rupiah hobi naik moto gede, bahkan menjadi ketua klub moge, justru diberi posisi bergengsi? Rakyat menyoal bagaimana mungkin seorang perwira tinggi yang menjadi sorotan karena berbusana mewah malah dinaikkan pangkatnya dan menjadi kapolda?
Jika begitu, sebenarnya masih adakah polisi baik dan jujur di negeri ini? Saya, sih, berani menjawab: masih. Tidak sedikit polisi yang tulus melayani rakyat, jujur, dan sederhana. Ambil contoh Aiptu Trisih Setyono. Polisi yang bertugas di Tulungagung itu menjadi tukang angkut sampah sebagai sampingan. Dia ogah melacurkan jabatan dan kewenangan.
Ada pula Bripka Seladi. Selain menjadi polisi di Polresta Malang, dia menjadi pemulung saat tidak bertugas untuk menambah penghasilan. Selanjutnya ada Aiptu Mustamin yang mencari penghasilan tambahan dengan menjadi tukang tambal ban selepas tugas di Makassar.
Saya yakin masih banyak polisi yang baik, yang jujur. Soal apakah mereka lebih banyak ketimbang polisi yang buruk, saya tak tahu pasti. Yang pasti, berapa pun jumlahnya, polisi buruk harus diperbaiki.
Yang pasti pula, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mesti sepenuh hati mereformasi Polri. Istilah dia, mengayak dan menyaring agar semua polisi bisa menjadi emas murni. Dengan begitu, rakyat akan tetap mencintai Polri.
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved