Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Hadiah Negara

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/10/2021 05:00
Hadiah Negara
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KEPADA siapa negara layak memberikan hadiah? Saya yakin, kita punya jawaban yang sama: kepada mereka yang sudah berjasa besar bagi bangsa dan negara.

Logika itu pula yang mendasari pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Gus Yaqut, dengan suara gempita, menyebut bahwa Kementerian Agama itu hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama, alih-alih hadiah buat umat Islam seluruhnya. Itu pemberian khusus kepada NU, karena, tandas Gus Yaqut, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Republik ini, tersebut berkontribusi penting dan maksimal dalam pencoretan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila.

Tanpa kontribusi maksimal dari NU, mustahil kalimat 'dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' bisa dicoret. Jika kalimat itu tidak dicoret, amat muskil persatuan dalam kebinekaan bisa dirajut. Logika itulah, dalam pandangan Gus Menag, yang mengantarkan negara menghadiahkan Kementerian Agama untuk NU.

Mudah ditebak, kegaduhan pun muncul. Ketua Umum Muhammadiyah KH Haedar Nashir sampai perlu menanggapi secara khusus pernyataan yang dibahasakan Gus Yaqut 'untuk kalangan internal' itu. Walau tidak spesifik menyebut nama, teramat benderang terlihat kepada siapa tanggapan Pak Haedar itu dialamatkan.

Kata Pak Ketum Muhammadiyah, "Indonesia merdeka sudah 76 tahun. Mestinya, segenap warga dan elite negeri makin dewasa dalam berindonesia. Ibarat buah, makin matangi." Namun, ia menukas, "Masih saja ada yang belum beranjak akil balig dalam berbangsa dan bernegara. Semisal elite negeri yang menyatakan suatu Kementerian Negara lahir diperuntukkan golongan tertentu dan karenanya layak dikuasai kelompoknya. Suatu narasi radikal yang menunjukkan rendahnya penghayatan keindonesiaan."

Amat wajar bila orang nomor satu di Muhammadiyah itu merasa perlu memberikan tanggapan sebab negeri ini didirikan bukan hanya oleh satu atau dua kelompok. Kontributornya banyak, termasuk juga Muhammadiyah dan NU. Kata Bung Karno, "Kita hendak mendirikan suatu negara buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun yang kaya, tetapi semua buat semua. Bukan semua untuk satu."

Namun, saya mencoba juga memahami apa yang ada di balik pernyataan Gus Yaqut. Ia mungkin teramat excited atas apresiasi negara untuk para santri, yang dalam perspektifnya santri itu NU dan NU itu santri. Saya membaca bahwa ia beranggapan teramat lama kaum santri yang sudah banyak berkontribusi untuk bangsa ini kerap 'ditaruh' di pinggir. Bukan di lingkaran dalam, apalagi lingkaran inti. Dalam istilah Gus Dur, selama ini kaum santri sekadar 'pendorong mobil mogok'. Jika mobil sudah jalan, sang pendorong ditinggal ngacir.

Maka, ketika sang pendorong mobil mogok tadi kini mendapatkan kesempatan menikmati mobil yang sedang melaju, layaklah jika itu disematkan sebagai sebuah hadiah. Layak pula bila dengan penuh gairah, sang penerima hadiah menganggap itu sebagai 'hadiah khusus'.

Dalam istilah Gus Yaqut, itu semacam pasangan suami-istri yang tengah berbulan madu yang sedang dimabuk asmara. "Dunia hanya milik kita berdua, yang lain ngekos," kata Gus Menteri.

Sayangnya, Gus Yaqut merasa yakin bahwa yang internal, yang tertutup, itu tidak bakal diketahui publik. Celakanya pula, ia kini pejabat publik, bukan sekadar Ketua Umum GP Ansor. Sebagai pejabat publik, ia disumpah untuk melayani semua, baik dia NU maupun tidak. Lebih-lebih, di era serbaterbuka seperti sekarang, buah dari percepatan teknologi. Maka, yang tertutup pasti akan terbuka, yang internal bisa jadi urusan eksternal.

Dua hal tersebut mestinya amat mudah dipahami pejabat publik. Transparansi itu harga mati. Akuntabilitas itu mesti jelas. Keduanya akan jalan bila dalam membuat pernyataan, sang pejabat mengikutinya dengan penuh kebijakan. Pepatah 'mulutmu harimaumu' kiranya masih relevan untuk diterapkan.

Andai hadiah khusus itu dibahasakan dengan retorika yang lebih umum, pas, tanpa meninggikan simbol-simbol kelompok, urusannya tentu berbeda. Misalnya, Kementerian Agama itu merupakan hadiah negara untuk kaum moderat yang cinta persatuan, yang selalu memperjuangkan kebinekaan. Para santri pasti paham itu karena mereka digembleng dengan praktik muhadarah, menyampaikan pernyataan dengan retorika yang baik dan pas.

bangsa dan negara.



Berita Lainnya
  • Mengakhiri Anomali

    19/8/2025 05:00

    BANGSA Indonesia baru saja merayakan 80 tahun usia kemerdekaan.

  • Topeng Arogansi Bopeng Kewarasan

    18/8/2025 05:00

    ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.

  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.