Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
DI tengah hiperinflasi kabar buruk, kehadiran sejumlah kecil kabar baik sudah cukup menjadi oase. Apalagi bila kabar baik itu bukan cuma secuil. Sekujur tubuh serasa dialiri energi segar nan menyegarkan. Optimisme melihat masa depan pun membuncah.
Itulah yang saya rasakan saat membaca berita performa neraca perdagangan kita beberapa bulan terakhir, khususnya Agustus. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan surplus neraca dagang kita pada Agustus 2021 mencapai US$4,74 miliar. Itu merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah sejak Republik ini berdiri.
Surplus neraca dagang tertinggi sebelumnya pernah terjadi, tapi cukup lama, yakni pada Desember 2006, dengan nilai surplus US$4,64 miliar. Surplus kali ini juga sekaligus menandai capaian keuntungan dagang kita dalam kurun lebih dari setahun secara berturut-turut. Itu menyamai capaian surplus berturut-turut di periode satu dasawarsa lalu.
Apa yang membuat surplus itu terjadi, bahkan di tengah suasana perekonomian yang murung akibat pandemi korona? Jawabannya simpel: negeri ini sukses menggenjot ekspor sekaligus sanggup mengendalikan impor. Ekspor terus naik, sebaliknya impor bisa ditekan. Barang-barang yang sudah bisa disediakan di dalam negeri (substitusi) tak perlu lagi diimpor.
BPS mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2021 mencapai US$21,42 miliar. Angka tersebut tumbuh sebanyak 20,95% jika dibandingkan dengan ekspor Juli, serta tumbuh 64,10% ketimbang ekspor Agustus tahun lalu.
Impor kita pada Agustus ini mencapai US$16,68 miliar. Memang naik, tapi kenaikannya tidak seeksponensial ekspor. Itu artinya, sebagian besar yang diimpor itu ialah bahan baku untuk produksi (barang modal), yang hasil akhir produksinya diekspor. Itu artinya impor yang produktif.
Kinerja ekspor Agustus ini juga melampaui angka tertinggi yang pernah dicapai pada Agustus 2011. Saat itu, ekspor mencapai US$18,60 miliar. Jadi, ini namanya dobel rekor. Rekor nilai ekspor dan rekor nilai surplus.
Jika kita orang yang pandai mensyukuri nikmat, capaian ini amat sangat layak untuk diapresiasi. Bukan perkara mudah mencapai surplus dagang di tengah 'lapangan' sempit karena gerusan pandemi covid-19. Namun, keterbatasan itu bisa ditembus.
Kinerja ekspor kita yang cukup resilience, cukup tangguh, di tengah pandemi tersebut perlu diapresiasi. Namun, sebagaimana nasihat bijak kerap disampaikan, sebaik-baik rasa syukur itu ialah menjaga pencapaian kebaikan. Salah satu bentuknya ialah menjaga keberlanjutan surplus perdagangan ke depan. Caranya, terus cermati beberapa faktor kunci.
Faktor kunci tersebut di antaranya stabilitas pertumbuhan permintaan global khususnya pada pasar utama, peran dan fungsi perwakilan perdagangan dalam mendorong peningkatan ekspor, dinamika perkembangan harga dan volume ekspor komoditas utama dan potensial, dan strategi pemerintah menjaga keseimbangan pertumbuhan impor khususnya pada komponen impor konsumsi. Juga, perbaiki daya saing ekspor kita.
Beberapa ekonom pernah mengkritik produk ekspor Indonesia belum sepenuhnya punya ketangguhan daya saing. Bukan hanya dari sisi barang, melainkan juga iklim usaha, aturan ekspor-impor, juga diversifikasi pasar. Keempat hal itu mutlak dikerjakan bila ekspor kita ingin berkelanjutan sekaligus berdaya saing.
Surplus perdagangan Indonesia juga dinilai belum mencerminkan peningkatan daya saing secara fundamental. Bahasa ringkasnya, kita bisa surplus karena negara lain mungkin sedang ‘sakit’. Amerika, misalnya. Sebagaimana dilaporkan The Economist, mereka sedang mengalami 'stagnasi besar'. Namun, kalau negara lain sedang ‘sehat’, belum tentu juga kita bisa terus surplus jika sejumlah hal tadi tidak diperbaiki.
Boleh saja kita rayakan capaian sejarah dagang ini. Namun, hari terus berganti, bulan terus berjalan. Di tengah perayaan, saatnya tetap melakukan ancang-ancang agar pesta tidak berakhir karena rekor surplus dagang akan terus datang.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved