Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
MELIHAT kerumunan puluhan ribu orang di Pasar Tanah Abang, Jakarta, saat covid-19 masih merajalela membuat saya mengurut dada. Pula, saat membaca hasil survei Rekode Research Center yang menyebutkan bahwa 27,1% masyarakat nekat pulang kampung di periode larangan mudik pada 6-17 Mei, saya makin kehilangan kata-kata.
Bukankah penyebaran covid-19 masih jauh dari kata terkendali? Tidakkah kita menyaksikan angka kematian akibat korona masih di angka 200-an orang tiap hari? Apakah kita tak membaca bahwa varian baru covid-19, yaitu B117 asal Inggris, kemudian B1351 asal Afrika Selatan, dan varian mutasi ganda dari India B1617 telah memasuki kampung halaman kita? Tak mau tahukah kita bahwa varian baru tersebut punya daya tular 36% hingga 75% lebih dahsyat daripada virus lama?
Akan panjang daftar pertanyaan tersusun dari kata 'bukankah' lainnya, seperti bukankah aturan pembatasan sangat ketat? Bukankah pemerintah dari pusat hingga daerah sudah dibekali perangkat yang cukup untuk menindak para pembangkang? Bukankah fakta India telah benderang mengingatkan bahwa euforia pasti berujung petaka?
Tetap saja ada yang tidak percaya. Masih banyak saja yang nekat menantang bencana. Tidak sedikit yang meyakini ini semua konspirasi, rekayasa. Padahal, sejumlah penyintas covid-19 telah memberikan testimoni secara nyata. Termasuk mereka yang terkena virus korona hingga dua kali.
Saya menemukan testimoni Dian Islamiati Fatwa, putri AM Fatwa (almarhum), politikus PAN, yang diunggahnya di laman Facebook miliknya. Saat terkena covid-19 jilid I, Dian mengunggah kisah betapa menderitanya ia terkena virus yang telah bermutasi itu. Kini, ia kena lagi, membuat testimoni jilid II. Ia pun berkisah bagaimana ia makin menderita saat diserang virus korona kedua kalinya (semoga Dian kuat, cepat sembuh, dan menang).
Setelah panjang lebar menjelaskan bagaimana ia harus dipasangi beragam alat untuk memasukkan obat dan vitamin sebagai 'amunisi perang', pada kesimpulannya ia menulis, 'Oh pandemi covid, kau membuat sengsara. Seperti juga dengan kekuasaan, pandemi telah membuat sejarah panjang'.
Ia pun meneruskan, ‘Kekaisaran dan kerajaan menaklukkan wilayah, pandemi menaklukkan tubuh. Keduanya menyisakan misery berkepanjangan, ribuan orang menjadi korban, serta kehancuran sendi-sendi kemasyarakatan. Virus muncul di satu tempat liar, membunuh banyak manusia, namun kekebalan kemudian berkembang dan virus pandemi menjadi less lethal. Kok bisa ya, kekuasaan dan pandemi bisa baris-berbaris gitu melumpuhkan manusia’.
Cuplikan testimoni Dian itu menunjukkan begitu nyata dan gawatnya virus korona. Jauh melampaui apa yang dikira dan diyakini sebagian orang sebagai konspirasi. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Ghebreyesus pernah mengingatkan bahwa ketika sains 'ditelan' teori konspirasi, virus akan menang. Tedros menyebut semakin subur teori konspirasi tumbuh, semakin luas virus akan menyebar.
Dia mengatakan bahwa banyak negara telah membuktikan dengan ilmu pengetahuan, solidaritas, dan pengorbanan covid-19 bisa dijinakkan dan dihentikan. "Tetapi ketika sains tenggelam oleh teori konspirasi, saat solidaritas dirusak perpecahan, ketika pengorbanan diganti dengan kepentingan pribadi, virus tumbuh subur, virus menyebar. Dunia membutuhkan kepemimpinan untuk mengakhiri pandemi dan membangun dunia pascapandemi," tegasnya dalam pidato pada Desember 2020.
Toh, tetap saja muncul penyangkal. Hasil survei yang dilakukan Spektrum Politika Institute pada September 2020 menyebutkan 39,9% masyarakat Sumatra Barat, yang dianggap memiliki pemikiran rasional dan terbuka, percaya covid-19 merupakan konspirasi negara-negara besar di dunia. Kepercayaan itu tidak hanya menunjukkan kaitannya dengan tingkat pendidikan, tetapi juga berkorelasi dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan yang dinilai belum maksimal.
Kepercayaan masyarakat pada teori konspirasi sebenarnya ada di mana-mana, baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Di Indonesia sendiri, masyarakat dalam jumlah yang cukup signifikan juga memercayai teori konspirasi tentang banyak hal dan isu, termasuk covid-19.
Di negara maju, seperti AS dan Inggris, sebagian warganya juga ternyata percaya teori konspirasi terkait dengan covid-19. Jajak di pengujung tahun lalu, misalnya, menunjukkan bahwa 28% warga ‘Negara Paman Sam’ itu percaya Bill Gates ingin menggunakan vaksin untuk menaruh chip ke tubuh orang-orang.
Tak hanya itu, para antivaksin pun akan menggunakan media sosial untuk mengajak orang-orang agar tidak melindungi diri mereka dari vaksin korona. Padahal, kurang apa negara itu dalam bidang pendidikan warga. Hal yang sama juga berlaku di negara maju lainnya, seperti Inggris, yang berdasarkan survei Mei 2020 menunjukkan seperlima orang dewasa di ‘Negeri Ratu Elizabeth’ itu meyakini covid-19 sebagai hoaks.
Sejumlah penelitian menunjukkan ada kaitan antara stres, keadaan mudah dipengaruhi, dan teori konspirasi. Ketika seseorang tak menguasai dirinya sepenuhnya, ketika mengalami stres, teori konspirasi akan menjadi masuk akal. Selain itu, semakin sering orang terkena terpaan teori konspirasi, semakin besar kemungkinannya percaya dengan teori konspirasi tersebut.
Apa yang terjadi di Pasar Tanah Abang dan nekatnya para pemudik kian mematangkan bahwa rasionalitas, sains, testimoni, juga ajakan ternyata masih majal untuk sebagian orang. Jangan-jangan mereka terhipnosis teori konspirasi bahwa virus ini sudah bisa diatasi karena memang penemu vaksin tak lain ialah penyebar virus itu sendiri. Untuk yang bandel seperti ini, jalan terbaik ialah 'gebuk' dengan sanksi agar minimal tak mencelakai orang lain.
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved