Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Kita Semua Berkulit Hitam

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group
03/6/2020 05:00
Kita Semua Berkulit Hitam
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PADA pertengahan abad ke-19, tersebutlah seorang dokter bernama Samuel Morton. Morton yang tinggal di Philadelpia, Amerika Serikat itu, punya hobi mengoleksi tengkorak kepala manusia yang diperolehnya dari medan perang dan bangunan bawah tanah. Dia lalu mengisi rongga otak di tengkorak kepala manusia itu dengan bubuk lada. Dari situ dia mengetahui volume otak manusia. Morton berasumsi makin besar volume otak manusia, makin pintarlah dia.

Dari hobinya itu Morton membagi manusia ke dalam lima ras sesuai dengan volume otak atau intelegensinya. Yang paling pintar manusia berkulit putih atau ras Kaukasia. Di bawahnya orang Asia Timur atau ras Mongoloid. Berikutnya orang Asia Tenggara. Di bawah orang Asia Tenggara ialah orang Amerika asli atau Indian. Yang paling terbelakang orang kulit hitam atau Etiopia.

Teori Morton sangat berpengaruh ketika itu, baik di lapang an sains maupun praktis. Di bidang sains A de Gobineau dalam Essay on the Inequality of the Human Races (1853), misalnya, mengatakan, dari tiga ras utama, yakni raskulit putih, ras kulit kuning, dan ras kulit hitam, ras kulit putihlah yang tertinggi dan satu-satunya ras yang mampu mencapai kemajuan. Dalam tataran praktis, pemerintah kolonial Belanda pada 1800-an, misalnya, menempatkan ras kulit putih dalam posisi superior, disusul ras Asia Timur, lalu orang Indonesia di posisi terbawah.

Morton kini dianggap sebagai the father of scientific racism, bapak rasisme ilmiah. Padahal, pemikirannya bahwa ras kulit putih superior dihasilkan dari hobinya mengoleksi tengkorak kepala dan mengisi rongganya dengan bubuk lada, bukan dari penelitian ilmiah. Morton sesungguhnya, katakanlah, sekadar mengilmiahkan hobinya, mengilmiahkan rasisme, dan membuat rasisme seolah ilmiah.

Penelitian mutakhir dengan menggunakan teknik pengurutan DNA justru menunjukkan nenek moyang manusia berasal dari Afrika. Kita menyebut Afrika benua hitam karena penduduknya berkulit hitam. Kita semua pada dasarnya berkulit hitam. Penelitian juga memperlihatkan orang Inggris dan Eropa awalnya berkulit hitam. Sejarah mengatakan kaum imigran pertama ke Amerika berasal dari Inggris dan Eropa. Orang Amerika pada dasarnya berkulit hitam.

“Jika asal muasal menentukan ras, kita semua orang Afrika; kita semua berkulit hitam. Tak peduli betapa menariknya kulit putih seseorang, atau berkelasnya aksen seseorang berbahasa Inggris, faktanya tetap, seluruh umat manusia berasal dari tanah Afrika. Di situlah tempat kelahiran spesies kita,” tulis Abhijit Naskar dalam buku We are All Black.

“Konsep ras tak punya basis genetik atau ilmiah,” kata Craig Venter. Venter, perintis metode pengurutan DNA, mengatakan itu ketika mengumumkan hasil penelitian tentang asal muasal manusia dalam satu upacara di Gedung Putih, Amerika Serikat, Juni 2000.

Bila tidak punya dasar ilmiah, konsep ras sepertinya lebih merupakan label atau cap. “There’s no scientifi c basis for raceIt’s made-up label,” tulis National Geographics dalam laporan soal isu ras di edisi April 2018. Pemikiran rasisme Morton tampaknya sekadar pelabelan, tidak ilmiah sama sekali.

Amerika sedang dilanda huru-hara yang berpangkal pada rasisme. George Floyd yang berkulit hitam tewas di tangan polisi. Kematian Floyd memicu unjuk rasa besar-besaran di Amerika. Protes atas kematian Floyd juga terjadi di negara lain, seperti Selandia Baru dan Rusia. Unjuk rasa dan protes di mana-mana, yang dilakukan orang dari berbagai warna kulit merupakan bentuk solidaritas bahwa ‘kita semua berkulit hitam’.

Diskriminasi atas orang berkulit hitam di Amerika sejak masa perbudakan dulu hingga masa pagebluk covid-19 kini tidak terlepas dari cara berpikir kita yang mengekor pada pemikiran Morton yang seolah ilmiah, seakan saintifik, itu. Sains banyak menuntun cara kita berpikir dan berbuat. Di situlah celakanya bila hobi dikira teori.

Diskriminasi terhadap mereka yang berkulit hitam terjadi di banyak tempat, bukan cuma di Amerika. Di Indonesia, pada Agustus 2019, orang Papua yang berkulit hitam direndahkan dengan sebutan ‘monyet’. Unjuk rasa yang berakhir dengan huru-hara terjadi di sejumlah tempat di Indonesia.

Berhentilah memandang rendah orang berkulit hitam. Kita semua pada dasarnya berkulit hitam. Memandang rendah orang berkulit hitam berarti memandang rendah diri kita sendiri, memandang rendah seluruh umat manusia.

 

 

 

 

 

 



Berita Lainnya
  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.