Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Nihilisme Praktis

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
18/7/2019 05:30
Nihilisme Praktis
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DUA dunia, yaitu 'yang ideal' dan 'yang aktual', tidak selalu cocok, bahkan tidak bertemu. Biarpun demikian, orang tidak boleh berhenti menggagas yang ideal sekalipun aktualisasinya jauh panggang dari api.

Yang ideal memang paling berat untuk dilakukan. Kenapa? Karena orang suka mendapat durian runtuh.

Etos yang dicanangkan ialah orang harus bekerja keras, bekerja cerdas, gigih, bersedia berkorban untuk mewujudkan yang ideal. Aktualnya, belum tentu yang ideal tercapai bila tanpa kemujuran.

Berapa besar faktor lucky, hoki? Kiranya hanya 1%. Tapi inilah 1% yang dapat menggugurkan yang 99% kalau orang tidak beruntung, tidak mujur, tidak bernasib baik. Maka mintalah, bahkan berdoalah, agar mendapat durian runtuh.

Dalam perspektif 'durian runtuh' itu, apakah orang percaya saban kali elite bicara 'yang ideal' di ruang publik? Tidakkah 'yang ideal' itu gagasan palsu, perkara manis di bibir, lain di pikiran, lain di hati?

Sejujurnya 'yang ideal' itu ialah perkara yang ditakuti terjadi. Terdengar aneh, tapi nyata. Sesungguhnya dan senyatanya itulah yang sekarang menggelisahkan kebanyakan elite partai politik pengusung Jokowi. Mereka berharap jangan sampai 'yang ideal' terjadi.

Jokowi pemimpin berani. Contohnya, menteri yang membantunya di bidang sosial dan politik menyarankan untuk mengalkulasi dampak dukungan politik membubarkan HTI. Jokowi perintahkan besok dibubarkan! Itu terjadi. Demi bangsa dan negara, tidak ada kalkulasi dukungan politik, tidak ada yang ditakuti Jokowi.

Mari kita pindahkan logika itu bahwa Jokowi berani menegakkan 'yang ideal' dalam menyusun dan membentuk kabinet. 'Yang ideal' itu ialah semua itu hak prerogatif presiden. Apa pun putusan presiden, siapa pun yang menjadi menteri, semua partai pengusung Jokowi menerimanya dengan seikhlas-ikhlasnya. Seikhlas-ikhasnya kendati tiada seorang pun menteri yang berasal dari partai pengusung. Anda percaya?

Saya percaya bahwa satu-satunya yang ikhlas seikhlas-ikhlasnya ialah Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Yang lain kecewa, bahkan marah kalau 'yang ideal' hak prerogatif presiden itu yang terjadi.

Kecewa atau marah karena tujuan berpartai politik tidak hanya berkuasa di DPR, tapi juga turut berkuasa di pemerintahan dan itu tidak terwujud. Tidak duduk di kabinet akibat kebajikan kontitusi (hak prerogatif presiden) berbalik menjadi nihilisme praktis.

Politik urusan 'yang aktual', 'yang praktis', bukan urusan 'yang ideal'. Hak prerogatif presiden justru ditakuti sepenuhnya terjadi. Ini hak yang tidak dikehendaki utuh dilaksanakan presiden.

Bahkan, percakapan di ruang publik kian menjauh dari 'yang ideal' dengan diwacanakannya pikiran populistis bahwa dalam pembentukan kabinet keterlibatan rakyat dibutuhkan. Bukankah rakyat telah memilih presiden secara langsung dan telah memberi mandat kepada presiden terpilih?

Kenapa pula masih dibutuhkan keterlibatan rakyat dalam urusan presiden hasil pilihan rakyat memakai hak prerogatifnya? Bagaimana pula bentuk keterlibatan rakyat yang ratusan juta itu? Sebagai gambaran, rakyat yang termaktub dalam daftar pemilih tetap saja jumlahnya 192,83 juta. Melalui perwakilannya di MPR? Maaf, ini pikiran 'lucu'.

Demikianlah dalam hal pembentukan kabinet terjadi pertarungan 'yang ideal' dan 'yang aktual'. Bila 'yang aktual' yang terjadi yakni kalkulasi dukungan politik di DPR, bukan 'yang ideal' yakni sepenuhnya hak prerogatif presiden, maka terbukalah ladang secara personal yang jumlahnya tidak sedikit, yaitu orang-orang yang menghendaki 'durian runtuh', yakni duduk di kabinet karena partai sayang kepadanya. Menteri macam ini kerjanya pun bak barang reruntuhan.

Begitulah di ruang publik 'yang ideal' tengah digerogoti berbagai pertimbangan, di antaranya rekonsiliasi yang juga masuk kalkulasi urusan dukungan politik dengan alasan demi stabilitas dan kuatnya pemerintahan. Alasan pemanis belaka. Yang aktual ialah hak prerogatif presiden diperlakukan sebagai gagasan palsu, nihilisme praktis.

Jika Gerindra dan PAN juga masuk kabinet, sempurnalah nihilisme praktis hak prerogatif presiden. Saya rasanya kehabisan kata-kata. Tolong Anda yang kasih penilaian, durian runtuh macam apa politik bagi-bagi kekuasaan, bagi-bagi kursi, seperti itu.

 



Berita Lainnya
  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik