Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
SEORANG sastrawan mati, tapi karya-karyanya bisa jadi akan terus hidup. Produktivitasnya berhenti, tetapi pembacanya bisa jadi terus bertumbuh. Sajak dan novel-novelnya mungkin terus diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dikaji dengan aneka tafsir; drama-dramanya akan terus dipentaskan meski sang penulisnya terbaring di astana tak berepitaf.
Begitu pula dengan Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang akrab dipanggil Nh Dini (29 Februari 1936 - 4 Desember 2018), yang melahirkan banyak karya. Ia wafat dalam kecelakaan jalan raya di Semarang. Itu sebabnya ada yang mengatakan pengarang mati dalam ‘hidup
abadi’. Epos Odyssey dan Iliad karya pujangga buta Yunani, Hommer, abad 8-7 Masehi salah satu contohnya. Karya-karyanya terus hidup meski telah melampaui waktu hampir tiga milenium.
Wafatnya Nh Dini tak tergantikan. Ia berbeda dengan pembesar negara, misalnya, ketika berpulang segera dilantik penggantinya. Pengarang tidak! Ia lahir dari rahim alam sosial-budaya (keluarga) di situ dan bertumbuh lewat disiplin diri yang kerap bersifat personal. Ia wafat tanpa pengganti.
Biografi Nh Dini setidaknya tumbuh dalam alam seperti itu di Semarang. Ia bungsu lima bersaudara pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Dongeng dan cerita yang dibawakan sang ibu menghidupkan imajinasinya. Sejak kanak-kanak, buku pelajarannya kerap penuh tulisan pelampiasan hati.
Sang ibunda, pembatik, selalu bercerita pada Dini tentang apa yang diketahui dari bacaan seperti Panji Wulung, Penyebar Semangat, dan tembang-tembang Jawa. Kebiasaan sang ibunda punya pengaruh besar membentuk watak Dini akan lingkungannya. Seusai membaca sebuah cerita, ia rekonstruksi dengan keyakinan menulis lebih bagus lagi. Ia lakukan terus-menerus.
Di sekolah menengah ia rajin mengisi majalah dinding dengan sajak dan cerita pendek. Ia mulai membacakan prosa berirama di RRI Semarang. Dini terus menulis meski menjadi pramugari dan menikah dengan seorang diplomat Prancis yang sibuk, Yves Coffin, pada 1960.
Ia mendapat penghargaan, antara lain, Anugerah Sastra Asia Tenggara (The SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand pada 2003, Lifetime Achievement Award Ubud Writers and Readers Festival ( 2017).
Novelnya yang pertama Pada Sebuah Kapal (1972) butuh proses 10 tahun meski menulisnya hanya sebulan. Menyusul antara lain, La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Trans (1983), Pertemuan Dua Hati (1) (1986), Tirai Menurun (1993), Tanah Baru, Tanah Air Kedua (1997), Hati yang Damai (2) (1998), dan Dari Parangakik ke Kamboja (3) (2003).
Novel terbarunya yang terbit Maret lalu, Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya, membuktikan Dini seorang penulis yang tak pernah berhenti. Ia setia menulis ikhwal dunia perempuan, yang tak jauh darinya.
Filsuf Prancis Roland Barthes boleh saja bilang dalam esainya The Death of The Author, ketika pengarang menulis karyanya, maka ia telah mati, terpisah dari teksnya. Teks itu bukan milik sang pengarang lagi, melainkan milik pembaca. Namun, menjadi sah pula pembaca menghubung-hubungkannya dengan biografi penulisnya. Pendekatan biografi serupa ini memang bisa menyesatkan, tetapi juga tak berdosa.
Sejak bercerai dengan suaminya (1984), ia pulang ke Indonesia dan terus bergiat di lapangan ini tanpa henti meski royaltinya tak menghidupi. Ia mendirikan pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang. Hidup Dini konsisten ada di lingkaran ini: menulis, buku, dan membaca. Sebuah dunia yang kian terpojokkan di era digital.
Ia beberapa kali sakit. Pengarang ternama ini tak mampu membayar ongkos rumah sakit ketika harus dirawat. Ia jual harta miliknya yang tak seberapa untuk kebutuhan hidupnya. Begitulah nasib pengarang di negeri yang kaya budaya ini. Padahal, putra bungsunya, Pierre Coffin, sutradara ternama di Hollywood, tapi Dini memang perempuan pantang meminta.
Sejak 2003, ibu dua anak ini, menetap di Kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, dengan tetap membuka taman bacaan untuk anak-anak. Ia edukasi anak-anak membaca sebanyak-banyaknya buku beragam tema, termasuk dongeng, fiksi, cerita rakyat, para tokoh, geografi atau lingkungan Indonesia, dan petualangan. Ia seleksi dengan hati-hati buku-buku itu.
Begitulah perjalanan seorang pengarang hingga wafatnya. Entah kapan dan di mana lahir Nh Dini yang lain dengan dedikasi yang sama pada sastra dan buku. Masyarakat yang kian dibuat tegang oleh para politikus yang tak kunjung jadi negarawan ini kian berutang pada sang pengarang, oasis di tengah masyarakat yang suka bicara, tetapi kurang suka membaca. Selamat berpulang, Nh Dini.*
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved