Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Perlindungan Data Pribadi Tantangan Terbesar Pilkada Serentak

Devi Harahap
11/10/2024 17:33
Perlindungan Data Pribadi Tantangan Terbesar Pilkada Serentak
Diskusi bertajuk Tantangan Pelindungan Data Pribadi dalam Pilkada 2024 dan Kesiapan Implementasi Kepatuhan UU PDP .(MI/Devi Harahap)

SISTEM Perlindungan Data Pribadi (PDP) masih menjadi tantangan terbesar dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Indonesia.

Adanya insiden kebocoran data pribadi di berbagai kementerian dan lembaga, serta kasus pencatutan KTP oleh salah satu pasangan calon (paslon), telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat yang berdampak pada berkurangnya legitimasi dan integritas penyelenggaraan pilkada.

Pengacara Themis Indonesia, Shaleh Al-Ghifari, menjelaskan saat ini pelanggaran PDP dari hak sipil politik warga negara dalam pilkada semakin beragam. Beberapa di antaranya ialah potensi intimidasi doxing, politik uang digital, buzzer hingga permainan algoritma.  

Baca juga : Bawaslu Jabar Beberkan Kerawanan yang Berpotensi Terjadi saat Pilkada 2024

“Wilayah black campaign saat ini telah merambah di ranah digital, dan pelanggaran ini berpotensi terjadi pada calon yang memiliki sumber daya lebih banyak. Misalnya sudah ditemukan pelanggaran paslon yang menggunakan fintech berupa dompet digital menggunakan qris untuk bermain politik uang,” ujarnya di Jakarta dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat (11/10).

Shaleh menekankan bahwa pelaksanaan pilkada di era digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara kampanye dan mobilisasi massa. Pada saat sama pula, di balik potensi peningkatan efisiensi dan keterjangkauan itu, muncul kekhawatiran bahwa algoritma yang digunakan dalam kampanye dapat memanipulasi data, menyebarkan disinformasi dan mendistorsi proses demokrasi.

Targeted ads (iklan) dan sistem algoritma engagement dalam bentuk content ini perlu studi lanjutan mendalam, untuk mengungkap apakah sistem teknologi ini bersih dari praktik bias. Belakangan terungkap di belahan dunia bahwa proses kampanye dengan menggunakan algoritma dikategorikan sebagai cara yang tidak adil dari salah satu paslon. Contohnya di Pilpres Amerika.”

Baca juga : Masalah Coklit Dapat Berimplikasi Sampai Sengketa Hasil Pilkada

Kasus manipulasi data dan penyebaran informasi yang salah dengan adanya algoritma ini, kata dia, menjadi tantangan serius yang mengancam integritas pilkada. Sehingga penting bagi penyelenggara dan pemilih untuk memahami bagaimana algoritma dapat mempengaruhi hasil pilkada.

Atas dasar itu, Shaleh bersama berbagai pihak membuka sebuah kanal layanan daring KecuranganPilkada.com untuk memudahkan dalam melaporkan berbagai pelanggaran paslon saat masa kampanye pilkada.

“Masyarakat bisa mendaftar dan melapor, di dalamnya ada kasus yang berkaitan dengan unsur pelanggaran pidana, administrasi dan etik. Pelaporan harus mencantumkan bukti video, foto dan audio lalu dijelaskan secara singkat apa kecurangan yang terjadi,” imbuhnya.

Baca juga : Persiapan Pilkada, Bawaslu Sudah Lakukan Koordinasi dengan Plt Ketua KPU

Shaleh juga menekankan bahwa pihaknya akan menjamin perlindungan dan privasi data pelapor. Saat laporan masuk pada kanal tersebut, akan ditindaklanjuti oleh numerator dan verifikator, kemudian akan dilanjutkan secara resmi kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk ditindak lanjuti.

“Jika khawatir terhadap profil data, pihak Elsam akan menjamin privasi data pelapor dapat terlindungi dengan aman. Melihat digital teknologi telah menjadi salah satu titik rawan kecurangan, pelanggaran yang merupakan kaitannya dengan perlindungan data pribadi dan aspek teknologi juga masuk dalam tipologi pelaporan,” katanya.

Sementara itu, peneliti ELSAM, Parasurama Pamungkas menjelaskan perlindungan data pribadi dalam pilkada dan persiapan penyelenggara pilkada dalam implementasi kepatuhan UU PDP masih menjadi tantangan ke depan.

Baca juga : Urus Kampanye Pilkada 2024, KPU-Bawaslu Diminta Belajar dari Pemilu 2024

“Bagaimanapun semua aktor yang terlibat dalam proses kepemiluan, mereka adalah pengendali data. Seperti KPU, Bawaslu, DKPP, pasangan calon sampai partai politik pasti akan bersentuhan dengan data sehingga mereka memiliki kewajiban untuk bisa menyesuaikan diri dengan UU PDP,” katanya.

Parasurama menilai, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara utama dalam pilkada harus mampu beradaptasi dan memahami berbagai modus pelanggaran tak hanya secara konvensional namun juga digital.

“Kewajiban KPU dan Bawaslu harus mampu menyesuaikan PDP ini, mulai dari pemrosesan data, rekaman kegiatan pemrosesan data, resiko kebocoran data, hingga bagaimana notifikasi kepada pemilih jika terjadi kebocoran. Meskipun sudah ada regulasi yang mengatur tapi kerap kali lembaga penyelenggara pemilu tergagap dalam menangani kasus-kasus pelanggaran di ranah digital,” tandasnya. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya