Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
VISI besar pendidikan Indonesia sebagaimana terdapat dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 haruslah diuji dari rangkaian kebijakan perencanaan, implementasi, hingga evaluasinya. Sejak UU Sisdiknas 2003 diundangkan, hingga 2025, sudah berjalan 22 tahun, kita telah memiiliki tujuh menteri pendidikan yang datang silih berganti. Mulai Malik Fadjar, Muhammad Nuh, Muhadjir Effendi, Nadiem Makarim, dan sekarang Abdul Mu’ti. Selama 22 tahun, kita juga telah memiliki empat kurikulum yang datang silih berganti, KBK, KTSP, K13, dan MBKM.
Pertanyaan pentingnya ialah apakah pendidikan kita telah mencapai tujuan pendidikan yang diamanahkan oleh bangsa ini atau sebenarnya yang dilakukan oleh para menteri pada setiap rezim itu hanyalah kebijakan gincu. Sebuah istilah untuk menyebut sebuah kebijakan yang secara nama berbeda, tapi secara esensi tak signifikan berbeda.
Pertanyaan di atas, jika kita lemparkan kepada para khalayak, itu mungkin akan menimbulkan perdebatan panjang tergantung perspektif dan latar belakang pengetahuan mereka. Untuk mengeceknya, prototipe tentang manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sebagaimana amanah undang-undang haruslah kita lihat kembali.
Dengan melihat tujuan pendidikan nasional, pertanyaan yang layak diajukan ialah apakah murid hari ini sudah lebih berakhlak mulia, sudah lebih sehat, lebih kreatif, lebih mandiri, demokratis, dan apakah sudah memiliki responsibilitas atas masalah yang ada? Jika jawabannya iya, kita sudah berada pada jalan yang benar. Jika lambat, perlu upaya percepatan dan jika stagnan, perlu revolusi pendekatan yang radikal.
Tujuan pendidikan secara nasional itu dapat kita sederhanakan dalam tiga kata kunci, beriman yang beradab, pintar yang bertanggung jawab, mandiri yang sehat. Jika jawabannya iya, kita sudah berada dalam peta jalan pendidikan yang benar.
GEBRAKAN MENDIKDASMEN APA SAJA?
Abdul Mu’ti memulai tugasnya sebagai menteri pendidikan dasar dan menengah dengan gebrakannya pada restrukturisasi kebijakan, PPDB jadi SPMB, aplikasi PMM jadi Rumah Pendidikan, dan zonasi jadi domisili. Menariknya, menurut survei LSI, ia menjadi menteri kedua yang dinilai paling baik kinerjanya setelah menteri agama dalam kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.
Ia memulai kepemimpinannya dengan istilah yang relatif berkebalikan dengan diksi yang selalu dipakai pada masa Nadiem Makarim. Jika pada Nadiem pertanyaan yang selalu dilemparkan ialah keterserapan lulusan pendidikan pada dunia industri atau konektivitas lembaga pendidikan dengan industri, di era Abdul Mu’ti lebih ke subtansi belajar dengan apa yang ia sebut sebagai deep learning atau pembelajaran bermakna.
Dari situ kita melihat bahwa memang Abdul Mu’ti memiliki perspektif yang relatif berbeda dengan menteri sebelumnya kalau boleh dibilang demikian. Latar belakang keduanya menjadi salah satu faktor perbedaan cara pandang itu. Nadiem berlatar belakang pengusaha berbasis teknologi dan Abdul Mu’ti ialah seorang akademisi asal Muhammadiyah.
Jika kita mencermati visi Kemendikdasmen saat ini, secara umum ada pada dua kata kunci, kualitas dan pemerataan. Visi itu merupakan terjemahan dari filosofi kehadiran negara dalam hal pelayanan pendidikan bagi semua rakyat Indonesia.
Pada tingkat program prioritas pendidikan, Abdul Mu’ti berfokus pada empat masalah pokok pendidikan di Indonesia saat ini, yaitu persoalan kesejahteraan guru, pemerataan kualitas pendidikan, penyederhanaan laporan administrasi para guru, pembentukan kebiasaan baik murid, dan transformasi digital pendidikan.
Empat hal pokok yang harus diuji di lapangan apakah itu hanya sebagai 'kebijakan gincu' ataukah memang benar-benar dilaksanakan dengan baik dan transparan. Dalam konteks kesejahteraan guru, pemerintahan Prabowo-Gibran menjanjikan peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia.
Secara aplikatif, Mu'ti mengejawantahkan hal itu dengan rencana melakukan sertifikasi pada 806 ribu guru pada 2025 dan menaikkan tunjangan guru melalui kenaikan gaji guru dan sertifikasi guru. Dalam konteks permasalahan malaadministrasi, Abdul Mu’ti mencoba melakukan pemangkasan laporan administratif yang selama ini dikeluhkan oleh guru dengan berkonsultasi pada Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan dari laporan administrasi berbasis dokumen menjadi laporan berbasis penilaian sejawat.
Dalam konteks membangun kebiasaan baik pada anak didik, Mu'ti mengeluarkan gerakan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat yang meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, serta tidur cepat. Menurutnya, ia berharap anak-anak Indonesia tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat, kepedulian sosial, serta tanggung jawab terhadap lingkungan.
Keempat, yang selalu disampaikan, ialah transformasi digital dalam arti Mu'ti tidak menginginkan banyaknya aplikasi dalam pendidikan, tapi cukup satu aplikasi super yang dapat digunakan oleh berbagai jenjang pendidikan, baik dasar maupun menengah, baik formal ataupun non formal.
Aplikasi yang dimaksud ialah Platform Merdeka Mengajar (PMM) menjadi Rumah Pendidikan. Dalam hal ini, hingga saat artikel ini ditulis, memang terdapat banyak perubahan dan penambahan pada aplikasi yang dimaksud. Kesan yang ditimbulkan aplikasi itu memang lebih holistik dan terasa sebagai super apps.
Rumah pendidikan menjadi salah satu pertaruhan Abdul Mu’ti dalam menapak jalan terjal digitalisasi pendidikan di Indonesia yang memiliki kompleksitas masalah jaringan tersebut. Hal itu menjadi cetak biru transformasi digital pendidikan untuk mewujudkan ekosistem pendidikan inklusif, efisien, dan berkelanjutan hingga 2029.
Portal itu dirancang untuk mengintegrasikan layanan digital di semua jenjang pendidikan, dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah, dalam format formal maupun nonformal.
MENGUJI CETAK BIRU PENDIDIKAN INDONESIA
Apa cetak biru pendidikan Indonesia? Jawaban paling mudah kita ingat saat ini ialah visi Indonesia emas 2045 sebagaimana ada pada Undang-Undang No 59 Tahun 2024. Visi itu dituangkan pada rencana pembangunan jangka panjang 20 tahunan, rencana jangka menengah lima tahunan, dan rencana jangka tahunan. Secara lebih mendalam, jika ingin melihat lebih jauh tentang cetak biru pendidikan Indonesia, kita harus melihat pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang diuraikan dalam paragraf-paragraf awal tulisan ini.
Ketika orang berbicara tentang cetak biru pendidikan Indonesia, tujuan besar yang terlintas di benak ialah Indonesia emas 2045 yang ditetapkan dalam Undang-Undang No 59 Tahun 2024. Visi itu menunjukkan bahwa Indonesia berambisi untuk menjadi bangsa yang maju berdaya saing di seluruh dunia dan memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Namun, sejauh mana strategi itu telah dipikirkan dengan baik? Maka itu, untuk melihatnya, kita perlu melihat data pengukuran yang selama ini ada.
Pengukuran eksternal yang sering kali jadi rujukan dalam hal literasi di dunia internasional ialah skor PISA, sampai tahun kemarin, literasi anak-anak didik kita masih berada di bawah rata-rata internasional. Dalam laporan Human Development Report 2023/2024 yang dirilis Maret lalu oleh Program Pembangunan Dunia (UNDP), IPM Indonesia berada di nomor 112 dunia di bawah Palestina, Afrika Selatan, Libanon, Mesir, dan Vietnam.
Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023, terdapat perbedaan kualitas pendidikan yang signifikan antara daerah perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Terdapat 5,11% penduduk desa yang tidak atau belum pernah pergi ke sekolah, tetapi hanya 1,93% orang di wilayah perkotaan yang tidak pernah sekolah. Di desa, hanya 27,9% yang lulus SMA dan di perkotaan terdapat 49%.
Salah satu tantangan terbesar Indonesia untuk menapaki cetak biru pendidikan di Indonesia justru pada pada pergantian kekuasaan nasional yang berlangsung dalam lima tahun sekali. Hal itu berkaitan dengan janji politik selama kampanye, pengetahuan atas desain pendidikan, dan program prioritas yang menjadi fokus setiap rezim.
Maka itu, untuk menjawab hal tersebut, tentu saja rencana pembangunan jangka panjang kita yang berujung pada Indonesia emas 2045 harus berkesinambungan dan simultan pada rencana jangka menengah kita dan rencana tahunan kita. Kata kuncinya konsistensi, tujuannya konsisten, cara berpikirnya konsisten, walau mungkin strateginya berbeda.
Perubahan nama-nama istilah dalam berbagai kebijakan hendaknya tidak hanya sekadar istilah yang membuat setiap orang harus merestart pengetahuannya dengan istilah sesuatu yang sama sekali baru, tapi sebenarnya tidak ada perubahan signifikan dalam pendekatannya. Dugaan bahwa setiap rezim selalu menampilkan 'kebijakan gincu' untuk terlihat bekerja tidak terbukti. Bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil sudah berasal dari telaah akademik yang matang.
Mengurus pendidikan bagi 277 juta penduduk Indonesia memang tidak mudah, tapi bukan berarti negara menjadi menyerah. Mengurus pendidikan bagi penduduk Indonesia ialah ejawantah nyata dalam upaya meraih kemerdekaan yang sebenarnya dalam berbagai bidang.
Untuk itu, empat program prioritas Mendikdasmen menjadi menarik untuk kita tunggu apakah ia hanya sekedar 'kebijakan gincu' atau akan ada progres perbaikan kualitas pendidikan yang nyata pada lima tahun mendatang. Maka dari itu, partisipasi masyarakat untuk mengawal dan mengawasi perlu untuk dilakukan.
Fundtastic kembali menunjukkan komitmennya dalam membangun generasi cerdas finansial dengan mendukung acara Graduation Sekolah Kanisius tahun ini.
Terdapat potensi tumpang tindih dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional antara sekolah rakyat, sekolah gratis, dan sekolah garuda
PRESIDEN Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintahannya terhadap sektor pendidikan. Dalam pidato yang disampaikan di hadapan civitas akademika Unhan RI
Program ini diharapkan menjadi bagian dari solusi kolaboratif antara sektor swasta dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di wilayah pedesaan dan terluar.
Program revitalisasi tahun ini menargetkan 10.440 satuan pendidikan, meliputi jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, SKB/PKBM, dan SLB di seluruh Indonesia.
SALAH satu program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ialah Wajib Belajar 13 Tahun.
Kemendikdasmen melalui Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Baitut Thalibin (MBT) untuk kali pertama pada tahun ini melaksanakan ibadah kurban.
Milad ke-94 Nasyiatul Aisyiyah dan Tabligh Akbar berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (31/5/2025).
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengaku belum diajak diskusi, terkait keputusan memasukkan siswa bermasalah ke barak TNI.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyoroti manfaat besar sekaligus tantangan yang menyertai pemanfaatan teknologi AI dalam proses belajar mengajar.
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyebut peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) bukanlah sekadar seremonial tahunan.
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menanggapi perihal larangan wisuda sekolah di tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved