Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Urgensi RUU Perlindungan Profesi Guru

Sumardiansyah Perdana Kusuma Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Direktur Pusat Studi Pendidikan Publik
19/12/2024 05:05
Urgensi RUU Perlindungan Profesi Guru
(Dok. Pribadi)

BELAKANGAN ini kita melihat berbagai kasus yang merendahkan dan mengancam profesi guru. Banyak guru menghadapi ancaman kriminalisasi justru pada saat menjalankan tugas mereka di sekolah.

 

Tumpulnya aturan perlindungan guru

Perlindungan hukum terhadap profesi guru dimuat dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 39 ayat (1), (2), (3), (4), (5), yaitu pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Selanjutnya di PP 19/2017 jo PP 74/2008 tentang Guru Pasal 40 ayat (1), (2), (3) dan Pasal 41 ayat (1), (2), (3) ada penambahan di Pasal 42 bahwasanya guru memperoleh perlindungan atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selebihnya PP hanya mengulang dari apa yang sudah ditulis pada UU 14/2005 Pasal 39 ayat (1), (2), (3), (4), (5).

Substansi pada UU dan PP tersebut masih terbaca normatif dan belum implementatif terkait dengan perlindungan hukum terhadap profesi guru.

Ada lagi Permendikbud 10/2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Permendikbud-Ristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Belakangan, terbit Kepdirjen Guru dan Tenaga Kependidikan 3798/B.B1/HK.03/2024 tentang Petunjuk Teknis Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam Pelaksanaan Tugas.

Tentu semua produk hukum itu patut diapresiasi. Akan tetapi, peraturan turunan berupa permendikbud, permendikbud-ristek, maupun perdirjen kurang memiliki kedudukan hukum kuat. Keberadaan mereka justru sering kali tumpul dan tidak berfungsi karena harus bersinggungan dengan KUHP (UU 1/2023) atau UU 35/2014 jo UU 23/2002 yang, walaupun berupa UU, lebih memiliki substansi yang spesifik, komprehensif, dan implementatif tentang perlindungan anak.

Yurisprudensi MA 1554 K/PID/2012 menyatakan guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap muridnya. Namun, dalam penerapannya, yurisprudensi itu belum dianggap sebagai yurisprudensi yang bersifat tetap sehingga dalam perkara sejenis menyangkut profesi guru masih ada sebagian hakim yang belum merujuk pada hasil dari rangkaian putusan yang sama tersebut.

Beberapa tempat seperti Kota Pontianak (2017), Kota Samarinda (2018), Kabupaten Sanggau (2019), Kabupaten Gresik (2020), Kabupaten Jeneponto (2021), Kota Makassar (2022), dan Kabupaten Muna (2022) sudah memiliki perda perlindungan guru. Namun, tetap saja lex superior derogat legi inferiori, perda-perda ini kalah oleh peraturan yang lebih tinggi dan memiliki lingkup terbatas di daerah masing-masing.

 

Pasal pidana yang menjerat

Kriminalisasi terhadap profesi guru yang sering dituduhkan ilah melanggar pasal UU Perlindungan Anak, yaitu Pasal 77 huruf a dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta dan Pasal 80 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. Lalu Pasal 335 KUHP (UU 1/2023) mengenai perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta.

Jerat pidana menjadi faktor yang menakutkan bagi guru dalam menjalankan profesi mereka. Walaupun sudah ada nota kesepahaman antara PGRI dan Polri tentang perlindungan hukum profesi guru, kita masih sering melihat polisi langsung memproses setiap laporan yang masuk tanpa berkoordinasi dengan PGRI. Tampaknya, nota kesepahaman PGRI dan Polri belum tersosialisasi dan dipahami secara menyeluruh di jajaran bawah kepolisian mulai polda, polres, sampai polsek.

Polri bisa meningkatkan sosialisasi dan memperluas nota kesepahaman selain dengan PGRI juga dengan Kemendikdasmen, Kementerian Agama, ataupun Dinas Pendidikan. Polri perlu memperkuat kedudukan hukum nota kesepahaman melalui penerbitan perka Polri yang mengatur secara lebih instruktif dan implementatif tentang perlindungan hukum profesi guru baik secara litigasi maupun nonlitigasi.

Litigasi ialah penyelesaian masalah melalui pengadilan dengan memastikan apabila ada guru yang tersangkut masalah hukum, yang bersangkutan harus tetap dijaga hak-haknya dengan didampingi penasihat hukum atau organisasi profesi guru yang menaungi.

Selain itu, secara nonlitigasi dalam penanganan terhadap laporan hukum yang menyangkut profesi guru, polisi harus selektif dan mengedepankan penyelesaian secara kekeluargaan melalui proses mediasi antara pelaku, korban, keluarga korban, organisasi profesi guru, dan pihak lain yang terkait (restorative justice).

Secara profesional guru harus mengubah pendekatan mendidik yang selama ini terkesan keras, bahkan sering kali menggunakan hukuman fisik, agar bisa menjadi lebih human dan berdisiplin positif. Guru diberi kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada murid-murid mereka dengan tetap memperhatikan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan (UU 14/2005 Pasal 14 ayat (1) poin f).

 

Perlu RUU Perlindungan Profesi Guru

Sebagaimana dikatakan Mendikdasmen Abdul Mu’ti bahwa perayaan Hari Guru Nasional (HGN) 2024 bukan hanya merayakan dan menghargai jasa para guru, melainkan juga untuk memastikan para guru merasa dihargai dan aman dalam menjalankan tugas mulia mereka. Senada dengan pidato Presiden Prabowo Subianto di puncak peringatan HGN 2024 bahwa guru ialah kunci bagi kebangkitan bangsa Indonesia.

Karena itu, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi di berbagai kesempatan ikut mengusulkan RUU Perlindungan Profesi Guru untuk mengawal terciptanya generasi emas 2045. RUU Perlindungan Profesi Guru itu juga didukung Wapres Gibran Rakabuming Raka yang menyampaikan perlunya UU Perlindungan Guru agar UU Perlindungan Anak tidak disalahgunakan untuk memojokkan dan menjadi senjata menyerang guru.

Keberadaan UU Perlindungan Profesi Guru secara hukum dapat menjadi perisai bagi guru dan sebagai lex specialis derogate legi generalis dari UU Guru dan Dosen. Mari kita tunggu komitmen negara dalam rangka melindungi guru dengan terlebih dahulu memasukkan RUU Perlindungan Profesi Guru dalam prolegnas!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya