Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PULUHAN mahasiswa yang tergabung dalam Front Pemersatu Aceh (FPA) menggelar aksi unjuk rasa di gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Pejabat (Pj) Gubernur Aceh Bustami Hamzah dicopot dari jabatannya.
Hal tersebut terkait dengan kinerja Bustami saat memimpin Aceh. Mahasiswa mengkhawatirkan adanya disintegrasi antara Aceh dan NKRI sehingga membuat gaduh situasi keamanan dan politik di Aceh.
Koordinator Lapangan Iwan, mengatakan Pejabat (Pj) Gubernur Aceh Bustami Hamzah diduga telah memasung Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh tahun 2024. Untuk saat ini anggaran tersebut tidak dapat diakses oleh kuasa pengguna anggaran (KPA) karena akun mereka dikunci oleh Badan Pengelola Keuangan Aceh (BKA). Hal ini sangat berdampak pada daya beli masyarakat Aceh yang terus melemah.
Baca juga : Pemudik Sepeda Motor di Aceh Diguyur Hujan
“Mungkin untuk kalangan atas, hal ini mungkin tidak berarti. Namun bagi keluarga kelas menengah dan bawah, situasi ini jelas menyulitkan, perilaku ugal-ugalan Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah ini dapat memicu disintegrasi pada masyarakat Aceh," kata Iwan, Senin (6/5), saat orasinya, di Jakarta.
Ia, menjelaskan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Batas waktu penetapan APBD tersebut seharusnya menjadi acuan bagi daerah dalam proses penyusunan APBD.
“Namun yang terjadi adalah masih banyaknya daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota yang menetapkan APBDnya melampaui dari batas waktu yang telah ditetapkan seperti yang terjadi di Provinsi Aceh," ujarnya.
Baca juga : Tolak Pinjol Jadi Opsi Bayar UKT, Komisi X DPR Usul Perbaharui Struktur Anggaran Pendidikan
Iwan, mengungkapkan APBA 2024 yang terlambat disahkan seharusnya dapat dipacu penggunaannya agar memberikan efek kepada perekonomian Aceh secara keseluruhan. Alih-alih mengakselerasi, banyak program Pemerintah Aceh yang tidak dapat dilaksanakan hingga saat ini.
"Patut diduga hal ini dilakukan oleh penjabat gubernur hingga mutasi Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh dilakukan. Artinya, penjabat gubernur sengaja menahan-nahan anggaran agar seluruh anggaran itu dapat dikontrol lewat pejabat baru yang dia restui,” ucapnya.
“Jika hal tersebut terjadi, maka penjabat gubernur Aceh berpotensi melanggar aturan. Pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain sesuai dengan dokumen anggaran yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri," tandas Iwan.
Baca juga : Korlap Mahasiswa Pengusir Pengungsi Rohingya Pernah Jadi Napi Narkoba
Menurut Iwan keterlambatan pengesahan APBA 2024 ini dapat mengakibatkan keterlambatan penyampaian data APBA. Sanksi atas keterlambatan tersebut adalah berupa penundaan penyaluran dana perimbangan, dan atas keterlambatan tersebut dapat menghilangkan kesempatan bagi daerah untuk memperoleh dana insentif daerah sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2005.
Menunda pelaksanaan anggaran hingga pejabat yang diingini penjabat gubernur dilantik jelas bukan tindakan bijaksana. Apalagi mutasi pejabat membutuhkan waktu lama. Tidak hanya di tingkat instansi kepegawaian, ini juga membutuhkan persetujuan Menteri Dalam Negeri.
“Selama ini waktu terbuang untuk menunggu kepala dinas atau kepala badan sesuai selera penjabat gubernur, semakin banyak rakyat kelas menengah dan kelas bahwa yang terzalimi karena tidak ada perputaran uang di Aceh. Di banyak tempat, keluhan ini semakin nyaring terdengar," imbuhnya.
Iwan menyampaikan APBD sebagai anggaran sektor publik selayaknya menjadi prioritas perhatian bagi pemerintahan di daerah. Keterlambatan dalam hal penetapan APBD apabila terus terjadi dan Pemerintah Daerah serta DPRD tidak berupaya untuk mengatasinya akan mempengaruhi keterlambatan pelaksanaan program dan kegiatan yang tercantum dalam APBD.
“Pelaksanaan program menjadi tergesa-gesa dan terkesan seadanya karena waktu pelaksanaan menjadi lebih sempit. Hal tersebut dapat dipastikan mempengaruhi efektifitas dan efisiensi program itu sendiri. Kerugian dengan sendirinya akan ditanggung oleh rakyat, bukan oleh elit politik di pemerintahan daerah, karena jalannya pembangunan daerah adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Iwan. (Z-8)
Perjanjian Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956, tak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan sengketa kepemilikan atas empat pulau yang sedang diperebutkan Aceh dan Sumut
Nasir Djamil mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil alih sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut)
KETUA Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh, TA Khalid, mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk segera mengembalikan empat pulau
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan Presiden Prabowo Subianto untuk hati-hati dalam menyelesaikan sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumut
Persoalan mengenai kepemilikan Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang sudah disepakati oleh mantan Gubernur Aceh dan Sumatra Utara pada 1992.
Sengketa empat pulau di wilayah Kabupaten Aceh Singkil yang diklaim sebagai bagian dari Sumut terus bergulir.
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pada lembaganya tidak akan menghambat kinerja anggota parlemen dalam melayani masyarakat.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI merekomendasikan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijadikan lembaga ad hoc
Seharusnya Prabowo berkaca pada kabinet pemerintahan Joko Widodo yang porsinya sudah cukup besar dan sebenarnya bisa dilebur menjadi lembaga atau badan.
Hal itu menjadi potret dari ketidakpekaan Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya.
Said Abullah akui pernah usulkan revisi UU MD3
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy,menjelaskan nilai Rp7.500 belum final dan masih menyaring masukan dari berbagai pihak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved