Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom meminta agar pilot project penyebaran telur nyamuk Wolbachia yang seyogyanya dilakukan di Bali yakni Denpasar dan Singaraja agar ditunda sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Seperti diketahui, penyebaran nyamuk Wolbachia terbukti dapat menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD) akita nyamuk aedes aegypti.
"Kita tidak menolak, tetapi kita hanya minta untuk menunda, sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan karena ada pro dan kontra di Bali sebagai destinasi wisata. Kami minta tim ahli agar sosialisasi secara masif, bukan hanya di Denpasar dan Buleleng tetapi ke seluruh Bali,” ujar Gede Anom, Jumat, (24/11).
Gede Anom mengatakan banyak kabupaten lain di Bali yang belum sosialisasi dan ini menimbulkan pro dan kontra. Hanya di Denpasar dan Buleleng yang warganya sudah 90% setuju.
Baca juga: Pakar UGM: Nyamuk Wolbachia Aman dan Bukan Hasil Rekayasa Genetik
“Kalau kami menolak bagaimana dengan masyarakat yang setuju, kalau kami setuju bagaimana dengan masyarakat yang menolak. Makanya harus dijelaskan secara masif apa itu Wolbachia, bagaimana cara kerjanya, dan seterusnya. Jadi kami minta agar ditunda karena terjadi pro dan kontra tersebut, ini semua adalah rakyat Bali dan kami sebagai pemerintah harus menghormati semuanya," ujarnya.
Menurut Gede Anom, Bali juga meminta kajian secara ilmiah dari beberapa pakar dalam negeri, dari berbagai kampus, dari para ahli. Kajian itu ingin menunjukkan apakah Wolbachia itu baik atau buruk, bagaimana hasilnya bagi daerah yang sudah menerapkannya.
"Ahli dari Indonesia saja, tidak perlu ahli dari luar negeri. Sebab ada juga kajian dari beberapa pakar yang mengatakan jika program ini sebaiknya ditunda dulu. Artinya kami ingin agar ahli-ahli itu buat kajian yang sama, apakah baik atau buruk, dan mereka mencapai kesepakatan bahwa Wolbachia itu baik atau sebaliknya buruk," ujarnya.
Baca juga: Bali Tolak Program Penyebaran 200 Juta Telur Nyamuk Wolbachia
Bila ingin segera diberlakukan, maka Bali juga menunggu SK resmi dari Kemenkes soal proyek Wolbachia ini. Di 5 kota yang sudah diujicobakan yakni Jakarta, Bandung, Bontang, Semarang dan Kupang, sudah memiliki SK resmi dari Kemenkes.
"Kalau mau diterapkan di Bali, silahkan harus ada SK Menkes secara resmi. SK itu harus berdasarkan kajian ilmiah yang bisa diterima publik. Perlakukan Bali sama seperti daerah lainnya di Indonesia. Karena terjadi pro dan kontra seperti ini maka kami minta agar ujicoba di Bali ditunda dulu sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Karena banyak pertimbangan dengan pariwisata. Kapan diterapkan, tunggu semua syarat dipenuhi mulai dari kajian, sosialisasi, legalitas dan seterusnya,” ujarnya.
Sementara itu, sebelumnya pihak Kemenkes maupun pakar sudah menegaskan bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia aman dan tidak memiliki risiko menimbulkan penyakit lain. Penyebaran nyamuk Wolbachia dinyatakan efektif menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan gigitan nyamuk aedes aegypti.
Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad, mengatakan tak ada dampak negatif dari upaya penyebaran telur nyamuk Wolbachia di lingkungan masyarakat. Nyamuk Wolbachia juga ditegaskan bukan hasil dari rekayasa genetik seperti yang selama ini diyakini masyarakat.
Hal itu didasari dari penelitian teknologi Wolbachia sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak 2011 lalu. Pelepasan nyamuk Wolbachia di beberapa lokasi di Yogyakarta sebelumnya juga sempat menuai penolakan. Namun, setelah dilakukan sosialisasi dan mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten dan kota akhirnya program tersebut bisa terlaksana.
Riris menjelaskan, Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue. Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri. Dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, virus tidak dapat berkembang biak.
Melalui mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk. Hal itu bisa terjadi karena nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik.
(Z-9)
Kisah sukses pemanfaatan teknologi tersebut telah dilaporkan dari Yogyakarta. Hasilnya dapat menurunkan 77% kasus demam dengue dan menurunkan potensi rawat inap hingga 86% pada 2022
Tantangan kedokteran tropis di Indonesia kian meningkat, terutama pasca pandemi covid-19 yang mempercepat penyebaran penyakit menular
Data menunjukkan terjadi peningkatan dari 392 kasus pada tahun 2023 menjadi 871 kasus dengan 14 kematian pada tahun 2024.
NYAMUK Wolbachia merupakan teknologi yang aman dan efektif untuk mengurangi penularan virus demam berdarah dengue (DBD).
Peneliti Riris Andono Ahmad mengatakan pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dapat menurunkan bahkan peluang peningkatan bahaya demam berdarah dengue (DBD) dalam 30 tahun mendatang.
Di Jakarta Barat ada peningkatan kasus DBD pada bulan Ferburari 2024 dan puncaknya pada Apri 2024 dengan kasus sebanyak 799 kasus
Dana dari DFAT (Kemenlu Australia) tersebut bersifat komplementer, artinya melengkapi dana yang berasal dari APBN
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menegaskan peningkatan kasus DBD bukan karena teknologi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Masyarakat diminta juga untuk memerhatikan kondisi lingkungan tempat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
TEKNOLOGI wolbachia dianggap sebagai trobosan untuk pengentasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di hulu. Terobosan riset tersebut memetakan multifaktor penyebab dengue
Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan menjaga kebersihan lingkungan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved