Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
TEKNOLOGI wolbachia dianggap sebagai trobosan untuk pengentasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di hulu. Terobosan riset tersebut memetakan multifaktor penyebab dengue dan bisa melihat parameter dengue yang ada.
"Dari aspek hulu cuaca, kesehatan, hingga lingkungan hadapi kejadian luar biasa. Sementara di hilir perjalanan klinis karakter virus merespon dan masuk dalam darah yang menimbulkan kondisi berat," kata Bidang Advokasi lembaga Pemerintah PB IDI & Spesialis Penyakit Dalam sekaligus Konsultan penyakit tropik infeksi Soroy Lardo dalam konferensi pers secara daring, Selasa (27/2).
Teknologi wolbachia adalah inovasi yang dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.
Baca juga : Waspada Gejala DBD, Agar Kondisi tidak Menjadi Berat
"Pengembangannya menghadapi tantangan dalam inovasi penanggulangan DB yaitu penyediaan dan kecukupan telur berwolbachia, perencanaan kegiatan dan pembiayaan serta pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat program ini. Mengkaji uraian diatas, setidaknya kita mendapatkan dialektika epidemiologi dengan perspektif baru," jelasnya.
Diketahui DB pada hari 1-3 merupakan fase febrile, kemudian 3-6 fase kritikal, dan hari ke 7-10 fase pemulihan. Pada fase kritikal kemungkinan terjadi yakni trombosit turun. Bila pasien dapat ditangani dengan baik, maka bisa masuk ke fase pemulihan dan istirahat 5 hari karena virus masih ada dan 3 minggu pasien masih lemah.
"Pasien yang masuk bisa 5 klasifikasi, dengan demam trombosit normal, DB tanpa penyulit, DB dengan penyulit, DB dengan syok bahkan DB atipikal dengan demam. Gejala klinisi seperti demam, nyeri bagian belakang mata, nyeri tulang belakang, mual, muntah, bintik merah pada kulit. Sementara perkembangan penyakit faktor peran imunitas tubuh dalam perkembangan penyakit, viral load atau menggambarkan virulensi, pendarahan spontan," ujar dia.
Baca juga : Beda dengan Sri Lanka, Penyebaran Nyamuk Wolbachia di Indonesia Lebih Efektif dan Aman
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 50-100 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunnya. Dari kasus-kasus ini, sekitar 500 ribu berlanjut menjadi demam berdarah dengue yang menyebabkan 22 ribu kematian dengan mayoritas kematian terutama terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Berdasarkan Incident Rate (IR) DB pada 2024 kasus tertinggi terjadi di Kota Kendari yang mencapai 564 kasus, Kutai Kartanegara 403 kasus, Kota Bogor 388 kasus, Subang 373 kasus, dan Bandung Barat 356 kasus. Hingga 19 Februari 2024 kasus DB di Indonesia totalnya mencapai 114.252 kasus.
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan peningkatan DB yang terjadi di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh kondisi iklim yang sudah masuk ke pancaroba dan BMKG sudah memberikan peringatan antisipasi.
Baca juga : Meski Ditegaskan Aman, Bali Tetap Minta Penyebaran Nyamuk Wolbachia Ditunda
"Ini sudah ada warning dari BMKG yang relatif probability peningkatan kasus DB. Kami berharap ada upaya peningkatan antisipatif. Pencegahan secara umum perlu dilakukan multisektoral karena didukung edukasi dari masyarakat, sanitasi dan lingkungan yang memang memunculkan sebuah risiko dari DB," ujar Adib.
Selain itu kesiapan SDM dan fasilitas kesehatan juga perlu ada preventif dan preventif. Karena jika hanya terfokus pada upaya kuratif maka jumlah pasien bisa membludak. Sehingga ada upaya preventif apalagi sudah ada warning dari BMKG.
"Dari tahun ke tahun sampai awal sampai Juni merupakan peningkatan kasus bahkan di saat ini Maret sampai April di kasus tahun-tahun sebelumnya kasus meningkat. Jadi upaya preventif termasuk edukasi termasuk kerja bakti bersama-sama membersihkan selokan, 3M, fogging masal obat di kamar mandi," pungkasnya. (Z-5)
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, pencegahan agar nyamuk tidak berkembang biak dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip 3M Plus dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk.
MUSIM kemarau basah merupakan kondisi yang memungkinkan timbul dan merebaknya berbagai penyakit. Di antaranya seperti demam berdarah dengue (DBD), diare, dan leptospirosis.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Sejumlah faktor turut memperparah penyebaran penyakit DBD yakni tingginya mobilitas penduduk, perubahan iklim, dan urbanisasi.
DOKTER spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut terdapat penjelasan mengapa kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sulit sekali dihentikan.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga 2 Juni 2025 terdapat 277 kasus kematian akibat DBD dari 63.014 kasus incidence rate dari berbagai daerah.
Virus ini dapat masuk ke tubuh manusia lewat perantara nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus.
Masyarakat diminta melakukan tindakan 3M, dengan membersihkan wadah-wadah yang bisa menampung genangan air bersih sebagai tempat nyamuk bersarang.
PAFI Kalteng mendorong pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat untuk melakukan pemetaan ulang terhadap kebutuhan obat-obatan DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) memang disebabkan oleh dengue yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti, namun ternyata bukan hanya itu penyebabnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved