Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Rencana pemerintah melakukan penyebaran bibit nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia atau nyamuk Wolbachia di beberapa daerah mendapatkan ragam respon dari masyarakat. Sebagian masyarakat masih merasa khawatir akan dampak dari penyebaran nyamuk yang disebut bisa menekan angka kasus demam berdarah dengue (DBD) yang ditularkan oleh aedes aegypti tersebut.
Salah satu kekhawatiran muncul setelah tersebarnya artikel tentang program penyebaran nyamuk Wolbachia yang tidak mengalami kesuksesan di Sri Lanka. Negara tetangga India tersebut justru mengalami kenaikan kasus DBD hingga 300% di periode penyebaran nyamuk Wolbachia.
Kejadian di Sri Lanka itu juga membuat Singapura menahan diri untuk ikut mengaplikasikan penyebaran nyamuk Wolbachia di lingkungan masyarakat. Hingga saat ini pengaplikasian nyamuk Wolbachia untuk menekan DBD di Singapura masih hanya sebatas di dalam tembok laboratorium.
Menanggapi isu dan kekhawatiran terkait nyamuk Wolbachia di masyarakat, Tim Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada meminta masyarakat tidak khawatir. Penyebaran nyamuk Wolbachia yang akan dilakukan di Indonesia disebut berbeda dengan yang telah diterapkan di Sri Lanka.
Baca juga: Pemkot Semarang Intensifkan Penyebaran Wolbachia
Peneliti Nyamuk Wolbachia dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, menjelaskan teknologi Wolbachia yang akan diterapkan di Indonesia akan lebih terorganisir. Penyebaran akan disesuaikan dengan kondisi kasus DBD dan luas wilayah.
Hal itu karena nyamuk Wolbachia hanya bisa menekan penyebaran DBD di lingkup terbatas. Karena itu penyebaran nyamuk Wolbachia juga tidak serta merta akan menghilangkan penyakit DBD, terutama di daerah dengan mobilitas masyarakat yang tinggi.
"Karena bisa jadi penderita DBD tersebut tertular DBD dari wilayah lain yang tidak dilepasi nyamuk ber-Wolbachia," kata Riris, Senin, (27/11).
Ia mengungkapkan Wolbachia akan mengurangi potensi penularan lokal DBD di wilayah yang telah dilepaskan nyamuk Wolbachia. Hal itu terbukti dari hasil 11 tahun penelitian nyamuk Wolbachia di Yogyakarta.
Baca juga: Meski Ditegaskan Aman, Bali Tetap Minta Penyebaran Nyamuk Wolbachia Ditunda
“Metode ini terbukti efektif mengurangi 77% kasus dengue dan menurunkan 86% insidensi perawatan di rumah sakit karena dengue,” ujarnya.
Riris mengatakan di Sri Lanka, penyebaran nyamuk Wolbachia hanya dilakukan di area yang sangat sempit dan tidak berkesinambungan. Wolbachia di Sri Lanka baru dilepas di wilayah dengan luas 20 km persegi. Luasan tersebut ujarnya, tentu tidak sebanding dengan kejadian DBD di seluruh Srilanka.
Sementara itu, Entomolog (ahli serangga) UGM, Warsito Tantowijoyo menyampaikan Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat di sebagian besar serangga di sekitar kita. Sebetulnya, katanya manusia telah lama sekali berinteraksi dengan bakteri ini karena ia (Wolbachia) dapat ditemukan di serangga-serangga yang mudah ditemukan seperti semut, capung, kupu-kupu, dan lain-lain.
Dikatakannya, teknologi Wolbachia ini benar-benar aman karena menggunakan bakteri yang dekat dengan manusia. Begitu dekatnya, tidak menutup kemungkinan bakteri tersebut tidak sengaja masuk ke tubuh manusia melalui buah yang dikonsumsi.
"Itu pun tidak masalah karena Wolbachia hanya bisa hidup di sel serangga," tegasnya.
Melengkapi penjelasannya, Warsito menjelaskan bahwa dirinya dan peneliti lainnya merupakan relawan yang ikut memberi makan nyamuk dengan cara membiarkan tangan atau kakinya digigit oleh nyamuk ber-Wolbachia.
Kemudian terbukti tidak ditemukan bakteri Wolbachia di dalam tubuh para relawan. Tak hanya itu, riset nyamuk ber-Wolbachia ini pernah melakukan studi dengan mengambil sampel darah warga yang tinggal di wilayah pelepasan untuk memeriksa apakah ada bakteri Wolbachia di dalam tubuh mereka. Kembali lagi,terbukti bahwa tidak ditemukan bakteri Wolbachia di dalam tubuh mereka.
Dengan tegas Warsito mengatakan bahwa nyamuk ber-Wolbachia yang digunakan yang digunakan pada riset nyamuk ber-Wolbachia bukan merupakan hasil rekayasa genetika. Tidak ada manipulasi genetika, hanya memasukkan bakteri Wolbachia ke nyamuk aedes aegypti.
(Z-9)
Tantangan kedokteran tropis di Indonesia kian meningkat, terutama pasca pandemi covid-19 yang mempercepat penyebaran penyakit menular
Dana dari DFAT (Kemenlu Australia) tersebut bersifat komplementer, artinya melengkapi dana yang berasal dari APBN
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menegaskan peningkatan kasus DBD bukan karena teknologi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Masyarakat diminta juga untuk memerhatikan kondisi lingkungan tempat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
TEKNOLOGI wolbachia dianggap sebagai trobosan untuk pengentasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di hulu. Terobosan riset tersebut memetakan multifaktor penyebab dengue
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menilai isu korupsi masih tetap mengancam persepsi publik terhadap integritas pengadilan
Kisah sukses pemanfaatan teknologi tersebut telah dilaporkan dari Yogyakarta. Hasilnya dapat menurunkan 77% kasus demam dengue dan menurunkan potensi rawat inap hingga 86% pada 2022
Data menunjukkan terjadi peningkatan dari 392 kasus pada tahun 2023 menjadi 871 kasus dengan 14 kematian pada tahun 2024.
NYAMUK Wolbachia merupakan teknologi yang aman dan efektif untuk mengurangi penularan virus demam berdarah dengue (DBD).
Peneliti Riris Andono Ahmad mengatakan pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dapat menurunkan bahkan peluang peningkatan bahaya demam berdarah dengue (DBD) dalam 30 tahun mendatang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved