Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Penyakit Menular lewat Vektor Jadi Ancaman Pandemi Berikutnya

Ihfa Firdausya
03/7/2025 10:08
Penyakit Menular lewat Vektor Jadi Ancaman Pandemi Berikutnya
Nyamuk aedes aegypti(123RF)

PENYAKIT yang menular melalui vektor (vector-borne diseases) berpotensi menjadi pandemi berikutnya. Penyakit ini menyumbang lebih dari 17% dari seluruh penyakit menular dan menyebabkan lebih dari 700.000 kematian setiap tahun di dunia.

Meningkatnya urbanisasi tak terencana, mobilitas manusia yang tinggi, serta perubahan iklim menjadi faktor pendorong utama penyebaran vektor penyakit, terutama di kawasan tropis dan subtropis. Selain itu, resistensi vektor terhadap insektisida dan patogen terhadap obat turut menyulitkan pengendalian penyakit tersebut.

Hal itu menjadi pembahasan dalam webinar nasional bertajuk Update Penyakit Tular Vektor: Berpotensi Menjadi Pandemi Berikutnya yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBME), belum lama ini.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indi Dharmayanti menegaskan perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, perdagangan global, serta lemahnya infrastruktur kesehatan menjadi pemicu meningkatnya risiko penularan.

“Faktor-faktor tersebut menciptakan peningkatan insiden dan potensi penyebaran pandemi penyakit tular vektor. Oleh karena itu, riset berkelanjutan sangat penting untuk memahami perkembangan terkini penyakit ini serta potensi ancamannya di masa depan,” kata Indi, dikutip dari keterangan resmi.

Senada dengan itu, Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Elisabeth Farah Novita Coutrier menekankan pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian yang berkelanjutan. Menurutnya, perubahan iklim telah menggeser pola penyebaran vektor ke wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak terdampak.

"Mobilitas penduduk, perubahan lingkungan akibat urbanisasi, serta pemanasan global memperluas distribusi nyamuk pembawa penyakit. Kondisi ini menuntut akses informasi terkini serta strategi pengendalian yang adaptif dan partisipatif,” ujar Farah.

Farah juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta edukasi berkelanjutan. “Keberhasilan pengendalian penyakit tular vektor sangat bergantung pada sinergi lintas sektor dan kesadaran masyarakat,” imbuhnya.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN Triwibowo Ambar Garjito menyampaikan bahwa arbovirus seperti dengue, chikungunya, zika, dan yellow fever menjadi perhatian global. WHO bahkan telah menerbitkan Global Arbovirus Initiative yang menyebutkan potensi besar penyakit ini menjadi pandemi global berikutnya

"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,” ungkap Triwibowo.

Ia menambahkan, penguatan riset terhadap spesies nyamuk lokal di Indonesia sangat penting. “Indonesia memiliki lebih dari 900 spesies Aedes. Kita perlu surveilans dan riset intensif untuk menentukan strategi intervensi yang tepat,” tuturnya.

Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Ismail Ekoprayitno Rozi turut memaparkan kajian tentang pengendalian vektor nyamuk di daerah endemik malaria. Menurutnya, malaria masih menjadi penyakit menular dengan jumlah kematian tertinggi di dunia. Di Indonesia kasus malaria tertinggi, terutama ada di Papua dan Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Meskipun ada kemajuan dalam penemuan dan pengobatan kasus, masih banyak infeksi malaria yang tidak terdeteksi atau tidak bergejala. 

"Sebanyak 93% kasus malaria di Indonesia pada 2024 tercatat berasal dari Tanah Papua,” ungkapnya.

Ismail menekankan pentingnya survei entomologi untuk memahami perilaku dan habitat nyamuk lokal. “Surveilans berbasis data dan pendekatan berbasis bukti menjadi dasar bagi kebijakan pengendalian yang efektif dan kontekstual,” pungkasnya.(M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya