Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Indonesia Terima Pendanaan dari Green Climate Fund untuk Percepatan Mitigasi Perubahan Iklim

Atalya Puspa    
08/8/2025 09:31
Indonesia Terima Pendanaan dari Green Climate Fund untuk Percepatan Mitigasi Perubahan Iklim
Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono.(Dok. Antara)

PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF). Dana sebesar USD103,8 juta yang diberikan kepada Indonesia menjadi bentuk pengakuan atas keberhasilan pengurangan emisi sebesar 20,25 juta ton CO2 ekuivalen (tCO2e) selama periode 2014–2016 melalui program REDD+.

Dari total dana tersebut, sebanyak USD93,4 juta difokuskan untuk mendukung implementasi proyek Pembayaran Berbasis Hasil (Results-Based Payment/RBP) REDD+ Output 2, yang dilaksanakan mulai Juli 2023 hingga 2030. Proyek ini diarahkan untuk memperkuat upaya penurunan emisi di sektor kehutanan, khususnya pada level subnasional dan masyarakat akar rumput.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menyatakan bahwa efektivitas penggunaan dana menjadi kunci agar Indonesia tetap dipercaya sebagai negara yang serius dalam agenda perubahan iklim.

“Kita harus membuktikan dana yang sudah diberikan GCF terdistribusi dan ada impact-nya. Kita harus bertanggung jawab atas dana yang diberikan. KLH bersama BPDLH akan melihat dari sisi akuntabilitas, agar kita dilihat sebagai bangsa yang berintegritas dan punya impact terhadap perubahan iklim,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Kamis (8/8).

Dana tersebut disalurkan kepada 15 provinsi prioritas, di antaranya Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Papua Barat Daya, dan Jawa Timur. Nilai alokasi pendanaan mencapai lebih dari Rp251 miliar, dengan rentang waktu pelaksanaan antara satu hingga empat tahun. Delapan lembaga perantara ditunjuk untuk mendampingi pelaksanaan program di daerah, dengan fokus pada penguatan perhutanan sosial, perlindungan hutan, pengendalian karhutla, serta peningkatan kapasitas pelaporan emisi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Mahfudz menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor guna mencapai target penurunan emisi sesuai komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) 2030. Menurut dia, kebutuhan pendanaan yang besar tidak mungkin ditanggung APBN sendiri.

“Upaya mencapai NDC 2030 membutuhkan sumber daya yang sangat besar, khususnya pendanaan. Sementara, dukungan dari APBN masih belum optimal. Pendanaan seperti Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 berkontribusi langsung dalam mencapai target NDC, pengelolaan hutan lestari, dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Mahfudz.

Di sisi lain, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto menyebut proyek ini sebagai wujud kepercayaan global terhadap kepemimpinan Indonesia dalam pengendalian deforestasi dan degradasi hutan.

“Melalui kerja sama ini, kita tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga menyalurkan harapan dan kepercayaan global terhadap komitmen Indonesia dalam penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan,” ungkapnya.

Program REDD+ GCF Output 2 telah menunjukkan sejumlah capaian awal, di antaranya dukungan untuk lebih dari 2 juta hektare perhutanan sosial, fasilitasi 40 usulan hutan adat, pendampingan terhadap 163 rencana kerja perhutanan sosial, serta penguatan Program Kampung Iklim di 4.477 lokasi.

Melalui pengelolaan dana iklim yang transparan dan tepat sasaran, Indonesia berharap dapat mempercepat pencapaian target iklim nasional sekaligus memperkuat posisi tawarnya dalam kerja sama iklim global. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya