Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
Gebrakan lingkungan yang diusung Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid dalam masa 100 hari kepemimpinannya tak hanya menarik perhatian nasional, tetapi juga dunia internasional.
Melalui program “Riau for Green”, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau diundang langsung oleh United Nations Environment Programme (UNEP) untuk menghadiri forum investasi dan kolaborasi REDD+ di London, Inggris.
Pertemuan internasional bertajuk Peluang Investasi REDD+: Meja Bundar Penawaran dan Permintaan, Kewirausahaan tersebut akan berlangsung selama tiga hari, mulai 25-27 Juni 2025. Dimana kegiatan tersebut akan berlangsung di The Lookout 8 Bishopsgate, London.
Hebatnya lagi, keberangkatan Gubri beserta jajaran ini sepenuhnya dibiayai oleh UNEP tanpa menggunakan dana APBD sepeser pun.
Pelaksana Harian (Plh), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Embiyarman, menyampaikan bahwa program “Riau for Green” merupakan inisiatif daerah yang sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi karbon.
“Dalam konteks ini, Riau memiliki posisi strategis di level global. Dengan 64 persen wilayah daratannya berupa lahan gambut dan 51 persen dari total gambut di Pulau Sumatera berada di Riau, makanya Riau ini menyimpan potensi besar dalam penyerapan karbon dunia,” katanya.
Dijelaskan Embiyarman, keberadaan gambut yang sehat mampu menyerap karbon dalam jumlah besar. Namun, jika gambut tersebut rusak atau terbakar, justru dapat menjadi penyumbang emisi yang memperparah terhadap perubahan iklim.
Oleh karena itu menurutnya, kolaborasi internasional sangat penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem gambut dan pemberdayaan masyarakat yang hidup di sekitarnya.
“Keberangkatan Gubri ke London merupakan bentuk nyata dari semangat “menjemput bola” dalam membuka peluang pendanaan global. Salah satu yang ditargetkan adalah penguatan skema REDD+ di tingkat lokal melalui kerja sama internasional yang berpotensi mendatangkan pembiayaan sebesar USD 30 juta atau setara dengan Rp492 miliar," jelasnya.
Ia menjelaskan, dana tersebut diproyeksikan akan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, restorasi ekosistem, serta penguatan tata kelola lingkungan berbasis kinerja.
Ia menjelaskan, Pemprov Riau juga membawa misi strategis untuk memperkuat arsitektur REDD+, termasuk rencana aksi daerah, sistem pengukuran dan pelaporan (MRV), hingga mekanisme pembagian manfaat (BSM) yang adil dan transparan. Langkah ini sekaligus menunjukkan kemampuan Gubri Wahid dalam mencari solusi kreatif atas tantangan pembangunan, termasuk di tengah defisit anggaran nasional.
Keikutsertaan Riau dalam forum internasional ini sekaligus menjadi bukti bahwa agenda lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di daerah bisa bersuara di panggung global.
"Melalui partisipasi ini, diharapkan akan terbangun skema investasi hijau berkelanjutan dan pembiayaan berbasis kinerja yang membawa dampak nyata bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di Bumi Lancang Kuning. Semua biaya ditanggung oleh pihak UNEP, " tegas Emby.(H-1)
Pada 2 Juni 2025, Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyampaikan rencana program 100 hari kerja.
JARINGAN Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid menghentikan budaya bagi-bagi sembako yang dilakukan gubernur sebelumnya untuk korban banjir di Riau.
Sehingga, perbaikan jalan dan jembatan harus menjadi prioritas agar masyarakat dapat beraktivitas dengan lancar tanpa hambatan akibat kerusakan bencana alam.
WAKIL Duta Besar (Dubes) Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Matthew Downing menyatakan mendukung program REDD+ dan GREEN untuk kurangi emisi karbon.
Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam forum global terkait implementasi REDD+ karena merupakan salah satu negara berkembang terbesar yang masih memiliki hutan alam tropis.
Secara total, Kalimantan Timur akan mendapatkan pendanaan sebesar US$110 juta atau setara Rp1,7 triliun, yang sisanya akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga.
INDONESIA menjadi negara pertama di Asia Pasifik yang menerima pendanaan untuk aksi mitgasi dan adaptasi perubahan iklim dari Forest Carbon Partnership Facility (FCPF).
Pengakhiran tersebut, lanjut Siti, disepakati karena sejak Mei 2020 hingga saat ini Indonesia dan Norwegia tidak bisa menemukan hal-hal yang sepakat secara prinsip.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved