Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

DPRD Simalungun Desak Bupati Cabut SK Pemberhentian 1695 Guru

Apul Iskandar
22/7/2019 08:58
DPRD Simalungun Desak Bupati Cabut SK Pemberhentian 1695 Guru
Ilustrasi(Antara )

DPRD Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara melalui masing-masing fraksi mendesak Bupati Simalungun, JR Saragih untuk membatalkan SK Nomor 188.45/5929/25.3/2019 Tentang Pemberhentian Sementara Dalam Jabatan Fungsional Guru yang Belum Memiliki Ijazah S1 di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Simalungun. Jumlah guru yang diberhentikan sebanyak 1695 orang.

Ketua Fraksi Nasdem, Bernhard Damanik sangat menyesalkan keputusan Pemkab Simalungun tersebut. Fraksi NasDem menolak dan meminta pencabutan SK Bupati tentang pemberhentian 1695 guru tersebut demi keadilan dan kemanusiaan.

"Dampak dari SK Pemberhentian guru tersebut mengakibatkan proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik. Dikarenakan tidak adanya guru di beberapa sekolah," lanjut Bernhard, Senin (22/7).

Seluruh fraksi DPRD Simalungun meminta SK Bupati tersebut segera dicabut sesuai dengan hasil pada saat pertemuan Pandangan Umum Pembahasan Perubahan APBD 2019 Pemerintahan Simalungun seminggu lalu.

"Apabila Bupati Simalungun tidak mencabut dan mengindahkan maka seluruh fraksi DPRD Simalungun mendorong untuk membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas pemberhentian 1695 guru tersebut, tegasnya.

Akibat keluarnya SK Bupati tentang pemberhetian guru tersebut, ada sekitar 992  guru yang memiliki gelar D II dan  tamatan Sekolah Pendidikan Guru (SPG)  wajib  melanjutkan kuliah sesuai dengan ketentuan izin belajarnya dalam zonasi maksimum 40 kilometer (km) dari tempat dia bekerja. Ada sejumlah perguruan tinggi dalam zonasi tersebut yakni Universitas Efarina milik Bupati Jopinus Ramli Saragih dan Universitas Simalungun yang berada di Kotamadya Pematangsiantar.

Berdasarkan keterangan seorang guru yang telah mengabdi hampir 35 tahun dan menjabat  kepala sekolah SD Negeri mengungkapkan pada pertemuan minggu lalu di Kantor Pemkab Simalungun, turut dihadiri oleh pegawai dari Universitas Efarina, menghimbau dan meminta agar melanjutkan kuliah di Universitas Efarina. Sebab Pemkab Simalungun tidak mengakui lulusan dari universitas lain di luar zonasi 30-40 km

Para guru tersebut meski sudah ada berusia 50 tahun lebih wajib mengikuti kuliah.

"Lebih baik memilih pensiun saja ketimbang disuruh kuliah lagi, jelas guru yang enggan menyebutkan identitasnya.

Selain itu para guru yang hendak kuliah di Universitas Efarina wajib membayar Rp5 juta pada saat masuk pertama. Sedangkan untuk kelulusan membayar Rp15 juta. Ada juga pengakuan seorang guru yang sempat mendapat arahan dari dinas pendidikan setempat agar kuliah di Universitas Efarina, namun ia menolak dan memilih kuliah di Universitas Terbuka. Di tempat terpisah Kepala Dinas Pendidikan Simalungun, Elfiani Sitepu menjelaskan berdalih bahwa pemberhentian tersebut sesuai dengan undang-undang.

"Ada sekitar 992 orang guru yang masih diberi hak mengajar setelah melengkapi berkas-berkas dan segera diproses untuk diajukan dan dilaporkan ke Badan Kepegawaian Negara. Bagi guru yang tidak pernah kuliah dan tidak memiliki gelar kesarjanaan akan diberhentikan dan akan dialihkan ke tempat/instansi  seperti staf di Kantor Kecamatan. Hak-hak dan gaji tetap berjalan seperti biasanya. Hanya tunjangan fungsionalnya saja diberhentikan," ujarnya.

baca juga: Rob dan Gelombang Tinggi Hancurkan Rumah Nelayan

Berkaitan dengan adanya kekurangan guru di beberapa sekolah, Elfiani  akan menambahkan beban jam kerja guru dan melakukan pemerataan guru-guru di berbagai sekolah. Sekolah-sekolah yang memiliki jumlah guru berlebih akan dialihkan ke sekolah kekurangan guru. (OL-3)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya