Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Peradi Sebut Kasus Hotman Paris dan Razman di Pengadilan Mencoreng Citra Advokat

Golda Eksa
08/2/2025 19:24
Peradi Sebut Kasus Hotman Paris dan Razman di Pengadilan Mencoreng Citra Advokat
Keributan Razman Nasution dan Hotman Paris di PN Jakarta Utara .(Dok. Metro TV)

PERSETERUAN advokat Razman Arif Nasution dan Hotman Paris Hutapea pecah di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) pada Kamis (6/2).

“Kita dipertontonkan bagaimana advokat berada di ruang sidang dengan keadaan yang gaduh, teriak-teriak, bahkan ada yang naik ke atas meja,” kata Suhendra Asido Hutabarat, Ketua DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) dalam acara pembukaan PKPA Angkatan VI DPC Peradi Jakbar dan Ikadin bekerja sama dengan UPN Veteran Jakarta, Jumat, (7/2).

Asido sekaligus memberikan pembekalan secara hybrid, mengatakan, insiden itu sangat miris, memalukan, dan mencoreng citra advokat. Ia meminta para calon advokat tak meniru ulah memalukan itu. “Kok seperti itu kualitas seorang advokat  Kok tidak menghormati bagaimana proses persidangan  Itu benar-benar merendahkan muruah dari martabat advokat,” katanya.

Asido menyampaikan, ada pihak yang menanyakan dari organisasi mana para advokat itu dan PKPA-nya di mana sehingga berulah demikian memalukan.

Menurut Asido, biang keroknya adalah Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA)  73 Tahun 2015 yang membuat asas wadah tunggal (single bar) organisasi advokat di Indonesia menjadi seperti multibar meskipun UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tegas menyatakan single bar. “Ya, karena penyebabnya multibar, walaupun undang-undangnya masih single bar, tapi karena SKMA 73,” tandasnya.

Ia menjelaskan, SKMA Nomor 73 Tahun 2015 membuat Pengadilan Tinggi (PT) di seluruh Indonesia bisa mengambil sumpah calon advokat yang diajukan selain dari Peradi.

SKMA ini juga memunculkan berbagai organisasi advokat (OA) dan menyelenggarakan PKPA. Padahal, sesuai UU Advokat, ini merupakan kewenangan negara yang hanya diberikan kepada Peradi.

“OA-OA (di luar Peradi) yang sudah begitu banyak dan menyelenggarakan PKPA yang tidak jelas, menyebabkan lahirnya advokat-advokat yang tidak berkualitas dan berintegritas,” ujarnya.

SKMA 73 juga membuat oknum-oknum advokat yang berulah seperti di PN Jakut itu tidak bisa ditindak karena bukan anggota Peradi.

Celakanya, kata Asido, jika masyarakat akan melaporkan, apakah ada OA tempat para oknum advokat itu bernaung dan apakah OA-nya itu memiliki Dewan Kehormatan

Misalnya, oknum advokat itu ada OA dan OA-nya mempunyai Dewan Kehormatan, lalu diproses etik dan dijatuhi hukuman, mereka akan pindah ke OA lain. Mereka bisa kembali berpaktik menjadi advokat. Ini akan terus demikian jika advokat itu dipecat.

 “Itulah dampak multibar SKMA 73 yang akhirnya merusak kehormatan dan kualitas profesi advokat, serta merugikan masyarakat,” ujarnya.

“Sulit ditindak kode etik karena itu bisa menjadi kutu loncat. Akhirnya enggak ada yang bisa memberhentikan atau menegur dia,”  ucapnya.

Atas dasar itu, kata Asido, Peradi mendesak MA mencabut SKMA 73 yang menjadi biang kerok pemicu berbagai persoalan advokat. “MA harus segera mencabut SKMA 73,” tandasnya.

Asido menegaskan, guna mencetak calon-calon advokat berkualitas, profesional, berintegritas, dan andal, Peradi di bawah Ketua Umum (Ketum) Otto Hasibuan terus menjaga penyelenggaraan kualitas PKPA.

Selain menghadirkan para pemateri berkualitas dan mumpuni pada PKPA, di antaranya Ketua MK, Hakim Augung dan para praktisi dan pakar hukum ternama, Peradi juga menerapkan zero KKN dalam Ujian Profesi Advokat (UPA).  

Sedangkan kalau ada advokat yang diduga melanggar kode etik advokat Indonesia, Peradi melalui Dewan Kehormatan akan memproses dan menjatuhkan saksi tegas jika advokat itu terbukti bersalah.

Wakil Ketua Umum (Waketum) DPN Peradi, Sutrisno, menyampaikan, kejadian di PN Jakut itu sangat memalukan dan merupakan kesalahan besar.

Ia mendesak organisasi advokat tempat para advokat itu bernaung agar menindak tegas. Advokat harus menghormati peradilan dan lembaga peradilannya. Ulah itu sangat mencoreng citra advokat. “Seorang advokat harus menjaga kehormatan itu, termasuk di dalamnya untuk menjaga tingkah laku, jangan sampai bersikap barbar,” ujarnya.

Sutrisno menegaskan, sesuai UU Advokat, OA di luar Peradi tidak berwenang menyelenggarakan PKPA, mengangkat calon advokat, dan berbagai kewenangan lainnya yang hanya diberikan negara kepada Peradi.

 “Berdasarkan UU Advokat maka di Indonesia yang diakui sebagai satu-satunya organisasi (single bar) advokat itu adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi),” ucapnya tegas.

Ketua Panitia PKPA Angkatan VI, Genesius Anugerah, menyampaikan, PKPA yang akan berlangsung selama tiga pekan ke depan ini diikuti sebanyak 226 orang peserta, terdiri 108 peserta luring dan sisanya daring.

Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan, Taupiqqurahman, mewakili Dekan Fakultas Hukum UPN Vetaran Jakarta, Suherman menyampaikan, pihaknya berkomitmen melahirkan calon advokat berkualitas, profesional, berintegritas, dan andal. “Wujud nyata yang dilakukan oleh Fakultas Hukum yaitu dengan bekerja sama dengan DPC Peradi Jakarta Barat,” tandasnya. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya