Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
INGAR bingar Ibu Kota Jakarta masih membuatnya menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari berbagai daerah yang ingin mempertaruhkan nasib. Setiap tahun, ratusan bahkan ribuan orang yang berasal dari daerah berbondong-bondong datang ke Ibu Kota untuk menagih janji kegemerlapan yang dipancarkan. Sebagian dari mereka harus meninggalkan keluarga di kampung demi mencari nafkah dan mengejar mimpi.
Banyak dari mereka yang harus berjibaku dengan kerasnya kehidupan di Ibu Kota. Kesibukan dalam mencari nafkah itu membuat mereka lupa bahwa setiap hari dihantui polusi udara yang siap membunuh dalam kebisingan mesin-mesin kendaraan. Memang secara kasat mata hal itu tidak terlihat. Namun, secara perlahan, ‘hantu’ tersebut merusak paru-paru, bahkan menumbuhkan sel-sel kanker yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan manusia dalam jangka panjang.
Permasalahan polusi udara di Jakarta meningkat seiring dengan pertumbuhan Kota Jakarta itu sendiri. Banyaknya aktivitas yang dilakukan di Jakarta berbanding lurus dengan peningkatan polusi udara.
Baca juga : Sabtu (30/9) Pagi, Jakarta Kota dengan Polusi Tertinggi di Dunia
Misalnya, dalam perjalanan, satu orang yang melakukan aktivitas untuk bekerja di kantor akan membutuhkan kendaraan yang menghasilkan polusi udara berupa gas CO2.
Tidak hanya itu, ketika beraktivitas di kantor, ia juga membutuhkan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik yang masih menghasilkan polusi udara karena mengandalkan tenaga uap untuk menghidupkan generator.
Aktivitas itu baru dilakukan satu orang. Bayangkan setiap harinya jutaan orang melakukan aktivitas di Jakarta. Jutaan orang ini pulalah yang kemudian ikut menyumbangkan polusi udara.
Baca juga : Heru Klaim Upaya Mereduksi Polusi Udara Sudah Dipercepat
Hal itu senada dengan data yang dikeluarkan IQ Air, yaitu Jakarta menjadi salah satu kota yang memiliki kualitas udara buruk di dunia.
Dengan menempati posisi ke-10, Jakarta memiliki skor IQ Air mencapai 109 dengan kandungan PM2,5 mencapai 38,8 µg/m³. Skor ini cukup tinggi bukan?
Namun, jangan salah sangka dulu, skor tinggi ini bukan berarti Jakarta menjadi kota yang baik karena tingginya skor IQ Air menandakan kandungan udara di kota tersebut semakin buruk.
Baca juga : Pemprov DKI akan Perluas Kawasan Rendah Emisi di Jakarta
Sebagai tambahan informasi, IQ AIR menetapkan skor kualitas udara dengan sejumlah retang, 0-50 kualitas udara bagus, 51-100 kualitas udara masih bisa ditoleransi, 101-150 beberapa orang yang sensitif akan mengalami gangguan kesehatan, 151-200 hampir setiap orang akan merasakan dampak pada kesehatan, 201-300 kualitas udara berbahaya bagai manusia, dan 301-500 kualitas udara sangat berbahaya bagi manusia.
Dari skor inilah IQ Air dapat mengukur seberapa layak kualitas udara di suatu kota yang tersebar di berbagai wilayah.
Sementara itu, buruknya udara di Jakarta ini sebenarnya sebagian besar disumbangkan kendaraan bermotor yang mencapai 75%, diikuti pembangkit listrik dan pemanas yang mencapai 9%, pembakaran industri mencapai 8%, serta pembakaran domestik yang mencapai 8%.
Baca juga : Kualitas Udara Jakarta Kembali Memburuk pada Minggu Pagi
Di Jakarta, banyaknya jumlah kendaraan pribadi berbanding terbalik dengan kendaraan umum. Misalnya, berdasarkan data BPS pada 2022, terdapat 17.304.447 sepeda motor dan 3.766.059 kendaraan pribadi berpenumpang. Jumlah ini berbeda jauh dengan jumlah bus yang berada di DKI Jakarta sebesar 37.180.
Sementara itu, Trans-Jakarta yang menjadi tulang punggung transportasi Ibu Kota sampai 2021 baru melayani 146 koridor, Royal Trans 13 rute, Trans-Jakarta EV 1 rute, dan Mikro Trans Jak-Lingko 71 rute.
Dari jumlah angkutan umum tersebut, penumpang yang dilayani sepanjang 2021 ialah 98,88 juta penumpang atau rata-rata 8,24 juta penumpang setiap harinya.
Baca juga : Penanganan Kualitas Udara Jakarta Membutuhkan Peran Seluruh Masyarakat
Jika itu diasumsikan perjalanan pulang pergi, berarti setiap perjalanannya Trans-Jakarta hanya mengantarkan 4,12 juta orang menuju tempat kerja.
Padahal, menurut data yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta, jumlah pekerja di Jakarta pada Agustus 2022 mencapai 5,25 juta orang dengan asumsi pekerja ini melakukan dua kali perjalanan, yaitu pulang dan pergi. Artinya, setiap hari terdapat 10,50 juta orang melakukan mobilitas di Jakarta.
Hitungan secara kasar tersebut saja ternyata belum menggambarkan kesesuaian penumpang Trans-Jakarta dengan jumlah pekerja di Jakarta. Hal ini juga menggambarkan bahwa bisa saja 2,26 juta pekerja yang tidak menggunakan Trans-Jakarta pada akhirnya menggunakan kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitas selama bekerja di Jakarta. Nah, jumlah inilah kemudian yang menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta karena tidak terkover dengan penggunaan transportasi umum.
Baca juga : Satgas PPU Sebut 166 Watermist Telah Terpasang
Jika ingin mengatasi polusi udara yang ada di Jakarta, sudah seharusnya pemerintah menggeser strategi dengan lebih memasifkan integrasi transportasi umum. Apalagi, dalam data yang dikeluarkan pemerintah, 75% polusi udara sebenarnya dihasilkan dari asap kendaraan.
Berdasarkan hitungan kasar, kemungkinan setiap hari terdapat 2,26 juta perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi. Jumlah itu setidaknya dapat menggambarkan seberapa peliknya permasalahan transportasi ini.
Sebenarnya tidak melulu permasalahan polusi harus diatasi dengan pembangunan ruang hijau. Apalagi kondisi keterbatasan lahan sudah menjadi hal lumrah dan permasalahan utama pembangunan di setiap kota metropolitan.
Baca juga : 161 Water Mist sudah Terpasang di DKI Jakarta
Solusi integrasi dan penyediaan rute yang lebih banyak dengan kendaraan umum ini mungkin bisa menjadi alternatif baru bagi pemerintah agar mengurangi 75% penghasil polusi udara di Jakarta.
Jika pemerintah merasa kesulitan untuk menggelar rute-rute baru, kerja sama juga bisa menjadi alternatif lain yang dapat dilakukan. Sebenarnya angkutan umum di Jakarta dirasa sudah hampir mengover seluruh jalanan di Ibu Kota. Namun, warga enggan menggunakan angkutan umum karena masih maraknya angkutan umum konvensional yang belum menerapkan sistem yang sama dengan Jak Lingko.
Kerja sama trayek dengan memberdayakan kendaraan umum yang sudah memiliki izin rute sebenarnya dapat menjadi solusi atas kepelikan permasalahan transportasi umum yang ada di Jakarta seperti yang sudah dilakukan oleh Jak Lingko selama ini. (Z-1)
Kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 191.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berencana membongkar tiang monorel Jakarta Namun, tiang itu tak kunjung dibongkar
Sembilan Rukun Tetangga (RT) di Jakarta Barat dan Jakarta Utara masih terendam banjir hingga Rabu (9/7) pagi. Ketinggian air bervairasi, mulai 30 centimeter (cm) hingga satu meter.
Sebanyak 35 rukun tetangga (RT) di DKI Jakarta masih dilanda banjir hingga Selasa (8/7) pukul 05.00 WIB. Banjir Jakarta terjadi karena hujan yang intens dan pasang air laut maksimum sejak Senin.
Pendaftaran peserta telah dibuka sejak Kamis (5/6) dan akan berakhir pada Jumat (4/7). Lalu peserta hadir audisi offline pada Sabtu (5/7).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat hingga pukul 06.00 WIB, sebanyak 109 rukun tetangga (RT) di Jakarta masih baniir.
Kualitas udara Jakarta bukan hanya soal isu lingkungan, tapi juga soal kesehatan publik dan stabilitas ekonomi di wilayah urban.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara partikel halus (PM2.5) dapat menyebabkan fibrosis miokard.
Kondisi paling memprihatinkan ditemukan pada PT SBJ yang memiliki 12 tungku peleburan untuk kapasitas 8.816 ton per tahun, namun sama sekali tidak memiliki cerobong.
Peneliti dari University of Technology Sydney mengungkap debu bulan tidak seberbahaya polusi udara di jalanan.
Mengutip data WHO, 99% populasi dunia kini menghirup udara yang sudah melewati batas aman, dengan kualitas udara dalam ruangan bisa lima kali lebih buruk dari udara luar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved