Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Masyarakat Diminta tidak Sembarangan Lakukan Boikot

Sugeng
05/12/2024 10:24
Masyarakat Diminta tidak Sembarangan Lakukan Boikot
Cendekiawan Muslim Indonesia, Professor Nadirsyah Hosen saat berbicara di Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung(DOK/UIN SGD BANDUNG)

KECANGGIHAN teknologi memudahkan manusia dalam melakukan berbagai hal termasuk mencari informasi. Media sosial hingga kecerdasan buatan (AI) menjadi alternatif publik, apalagi gen-z dan setelahnya sebagai platform untuk mendapatkan informasi.

Kemudahan-kemudahan tersebut membuat arus informasi semakin deras bahkan tak jarang bias. Di tengah derasnya arus tersebut, generasi yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi harus lebih skeptis dan kritis dalam menyikapi semua informasi yang muncul.

Hal itu diungkapkan Cendekiawan Muslim Indonesia, Professor Nadirsyah Hosen di Kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Kota Bandung. Seminar ini dihadiri pula oleh Dosen Senior Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi UIN Bandung, Wisnu Uriawan dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Bandung, Ahmad Ali Nurdin.

Dia mencontohkan salah satu isu yang perlu dikritisi adalah maraknya ajakan boikot di Indonesia. Titik beratnya terkait akurasi data berkenaan dengan daftar produk yang beredar di tengah masyarakat.

"Memang ini menjadi problem, kita ingin memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kita prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran," tegasnya.

Dalam seminar bertema Peluang dan Tantangan Integrasi AI dan Sosial Media dalam Globalisasi itu, Gus Nadir mengingatkan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran. Masyarakat juga diminta untuk lebih bijaksana ketika mengetahui suatu produk terafiliasi Israel.

Dosen Monash University Australia ini mengimbau agar jangan sampai karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot yang justru merugikan dalam negeri sendiri.  Ada faktor perekonomian nasional yang juga perlu diperhatikan dalam gerakan boikot ini.

Dia menyinggung banyaknya daftar produk beredar di tengah publik yang diterbitkan berbagai sumber non-pemerintah. Sumber-sumber tersebut tidak mengungkapkan secara rinci alasan produk yang ada harus diboikot yang membuat akurasi informasi dapat dipertanyakan.

"Nantinya ketika itu disebarkan di media sosial, daftar itu kan bisa bertambah atau berkurang, begitu diteruskan bisa diubah dulu, kemudian diteruskan. Nah ini yang menjadi bola liar," katanya.

Profesor dari Fakultas Hukum ini mengungkapkan, PBB telah mengeluarkan daftar perusahaan yang pro-Israel dengan jumlah sebanyak 167 produk pada 2023 lalu. PBB telah mengonfirmasi dan berkirim surat dengan perusahaan yang masuk dalam daftar tersebut.

Menurutnya, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu duduk bersama dan mencari solusi sambil mencari fakta akurat terkait perusahaan terafiliasi Israel yang ada di Indonesia. MUI harus mengeluarkan secara resmi daftar produk yang terafiliasi Israel, kemudian pemerintah membuat sebuah aplikasi yang bisa digunakan masyarakat untuk mengetahui produk yang diboikot.

"Dibuat aplikasi sehingga orang ketika berbelanja itu dia tingga men-scan saja. Ibu-ibu mau belanja mau apa tinggal scan barcode," tuturnya.

Menurut Gus Nadir, dampak dari gerakan boikot ini sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Banyak cabang perusahaan yang akhirnya melakukan PHK massal karena omzet yang terus menurun.

"Dampaknya lebih ke dalam negeri. Kenapa? Karena setelah satu tahun ternyata perangnya masih terus, tidak memberi efek, tetapi justru produsen lokal kita yang kena. Apalagi perusahaan lokal kita yang franchise, yang bermasalah itu adalah perusahaan yang di pusatnya," ungkapnya.

Menurut dia, dampaknya lebih kepada Indonesia sendiri. "Kita ingin menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena dampak saudari kita sendiri," tandasnya



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner