Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Meski Berstatus Penjahat Perang, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant Sulit Ditangkap

Ferdian Ananda Majni
22/11/2024 18:19
Meski Berstatus Penjahat Perang, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant Sulit Ditangkap
PM Israel Benjamin Netanyahu.(AFP)

PENGADILAN Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Yoav Gallant. ICC menuduh Netanyahu dan Gallant atas kejahatan seperti menggunakan kelaparan sebagai senjata dan menargetkan warga sipil 

Pengamat Timur Tengah Smith Alhadar mengatakan bahwa surat perintah dan penerapan sanksi ICC sulit dilakukan karena ia tak punya instrumen pemaksa atas ketidakpatuhan tergugat.

"Bagaimanapun, penerapan sanksi ICC sulit dilakukan karena ia tak punya instrumen pemaksa," kata Smith kepada Media Indonesia, Jumat (22/11).

Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) itu menjelaskan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dibentuk berdasarkan Statuta Roma dan dibentuk melalui perjanjian antarnegara anggota PBB, maka seluruh pihak dalan ICC harus tunduk pada keputusannya. 

"Tak heran, Inggris dan UE menyatakan akan patuh pada keputusan itu. Artinya, Netanyahu dan Gallant harus ditangkap bila menginjak kaki di negara pihak ICC," sebutnya.

Kendati bukan negara pihak, AS justru mengecam keras ICC dan mungkin akan menjatuhkan sanksi terhadapnya bila Trump menduduki Gedung Putih pada 20 Januari. 

Smith mencontohkan di periode pertama pemerintahan Trump pada 2017-2021, AS menjatuhkan sanksi kepada jaksa ICC Fatou Bensouda pada Rabu karena melanjutkan penyelidikan dugaan kejahatan perang yang diduga dilakukan tentara AS di Afghanistan.

"Tapi sanksi ini dicabut pemerintahan Joe Biden. Ketika ICC mengeluarkan arrest warrant (AW) terhadap Vladimir Putin atas tuduhan kejahatan perang di Ukraina, AS mendukung," sebutnya.

Dalam hal ini AS tidak konsisten. Smith menilai AS menentang AW dari ICC untuk Netanyahu dan Gallant demgan alasan Israel bukan negara pihak ICC dan Palestina bukan sebuah negara berdaulat.

Namun, sejak 29 November 2012, Palestina telah menjadi negara pengamat non-anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan resmi menjadi anggotanya pada 2015 sehingga ICC memiliki jurisdiksi terhadap isu kejahatan kemanusiaan yang terjadi di teritori negara pihak.

"Rusia juga bukan pihak ICC, tapi Ukraina adalah pihaknya (anggota ICC) sehingga AW untuk Putin sesuai hukum. Sejak AW dikeluarkan untuk Putin, Presiden Rusia itu telah menginjak kaki di bebrapa negara pihak tanpa ditangkap," lanjutnya.

Namun demikian, pasti ruang gerak dua pejabat Israel itu sangat terbatas sehingga kinerja mereka dalam negeri akan merosot. 

Terlebih, Smith menyatakan bahwa AW dari ICC merupakan pukulan moral yang luar biasa terhadap pemimpin Israel. Negara itu akan kian terisolasi dari pergaulan internasional dan citranya sebagai negara demokrasi hancur berantakan. 

"Sangat mungkin, AW tersebut akan mengakhiri karier politik Netanyahu dan Gallant karena publik Israel tak akan memilih pemimpin yang telah bernoda darah di mata komunitas global dan akan mengganggu kinerja pemerintahan yang mereka pimpin," tegasnya.

Smith menambahkan ICC adalah instrumen internasional yang bertujuan mencegah munculnya pemimpin biadab demi menjaga tatanan internasional berbasis hukum dan HAM. 

"AS selalu mengkhotbahkan tatanan berbasis hukum dan HAM ke seluruh dunia, lalu mengapa ia tidak bergabung ke dalam ICC? Alasan utamanya adalah dibanding negara manapun di seluruh dunia, AS adalah negara yang paling banyak melakukan pelanggaran hukum internasional dan HAM," paparnya.

Alasan lainnya, AS juga mengecam ICC karena AW yang dikeluarkannya berdampak pada pembatasan ekspor senjata sekutu Israel di UE.

"Sehingga beban AS memikul sumber daya ekonomi, politik, dan militer Israel untuk perang bertambah besar," terangnya.

Hal senada disampaikan Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Suzie Sudarman. Ia mengatakan bahwa surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Yoav Gallant tidak akan berdampak apapun, terutama terkait perjalanan internasional mereka. 

"Tidak mempan kalau AS tetap melindungi dan menambah perlindungan dengan adanya Elise Stefanik jadi Dubes AS di PBB," kata Suzie dihubungi Media Indonesia Jumat (22/11).

Terkait penindakan oleh negara-negara anggota ICC, Suzie mengaku ketetapan soal penangkapan ini bersifat rahasia agar bisa melindungi para saksi dan melindungi pelaksanaan investigasi. Meskipun majelis mengungkapkan informasi soal ini karena memang sudah berlangsung. 

"Lagipula Majelis menganggap hal ini penting bagi para korban dan keluarganya agar mereka paham akan berlakunya perintah penangkapan," sebutnya.

Suzie tak memungkiri bahwa AS akan memberi respons keras terhadap surat penangkapan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

"Seperti biasa langkah sekutu yang terdiri darı para pejabat publik yang takut akan pemilihnya, AS akan selalu bersuara keras tetap membela Israel," pungkasnya. (Fer/P-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya