Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kamboja Belajar Program Pencegahan Perkawinan Anak ke Indonesia

Devi Harahap
07/5/2024 18:47
Kamboja Belajar Program Pencegahan Perkawinan Anak ke Indonesia
Seorang remaja putri membawa peraga kampanye pada Kick Off Gerakan Pencegahan Perkawinan Anak.(ANTARA/BASRI MARZUKI )

PERKAWINAN anak masih menjadi tantangan bagi sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Kamboja. Menurut data terbaru, Kamboja berada di urutan pertama di ASEAN dengan kasus perkawinan anak tertinggi, yang kemudian disusul dengan Indonesia berada di urutan kedua. Tingginya angka tersebut, memantik kedua negara untuk saling bekerja sama menurunkan prevalensi angka perkawinan anak terutama perempuan yang menikah pada usia di bawah 18 tahun.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan bahwa pihaknya telah berbicara dengan pemerintah Kamboja untuk saling mempelajari berbagi praktik baik dalam upaya penghapusan dan pencegahan terjadinya kasus perkawinan anak di kedua negara.

“Kondisi di Indonesia tentunya tidak terlalu sama dengan Kamboja, tapi praktik baik di kedua negara coba ditelaah. Di Indonesia tantangan terbesar perkawinan anak disebabkan oleh masalah pemahaman agama, budaya masyarakat, dan faktor kemiskinan,” jelasnya kepada Media Indonesia di Gedung Kemen PPPA, Jakarta, pada Selasa (7/5).

Baca juga : ASEAN Prioritaskan Suplai Beras dan Gandum untuk Anggotanya

Survei Demografi dan Kesehatan Kamboja melaporkan jumlah kasus perkawinan anak selama hampir satu dekade telah mengalami penurunan. Tercatat dari 2% anak perempuan berusia di bawah 15 tahun yang menjadi korban perkawinan anak di 2014, turun menjadi 1,8% di 2022.

Sementara di Indonesia pada 2022 turun dari 23% menjadi 8,06%, dan kembali turun menjadi 6,92% pada 2023. Capaian ini melampaui dari target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu sebesar 8,74% di tahun 2024.

Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti mengatakan bahwa kunjungan studi banding dari pemerintah Kamboja yang didukung oleh organisasi PLAN Indonesia dan Kamboja pada Selasa (7/5) bertujuan untuk mempelajari dan berbagi implementasi strategi nasional, kebijakan, penegakan hukum, dan program-program pencegahan perkawinan anak.

Baca juga : Jokowi dan PM Kamboja Bahas Ketahanan Pangan dan Perlindungan WNI

“Pembahasan sharing kedua belah pihak dari pemerintah Indonesia dan Kamboja mengenai upaya-upaya pemerintah dan kondisi di Indonesia serta Kamboja, bagaimana tepatnya untuk pencegahan terkait perkawinan anak dan mengedukasi masyarakat juga penegakan hukum dalam rangka memenuhi target dari kedua negara, meskipun masih banyak tantangan dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Departemen Perlindungan Hukum Kementerian Urusan Perempuan Kamboja, Sineth Sar menjelaskan bahwa pihaknya menemukan sebuah praktik kebijakan yang menarik untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia, salah satunya ialah pemberlakukan tindak pidana terhadap pelaku perkawinan anak lewat UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), UU Perlindungan Anak dan UU Perkawinan.

“Di kamboja sudah ada aturan mengenai pencegahan perkawinan anak dan kehamilan muda di berbagai daerah tapi belum terlalu efektif secara nasional karena tidak ada kompensasi dan tindak pidana yang diberlakukan. Maka dari itu, kami ingin belajar dari Indonesia bagaimana mencegah perkawinan anak lewat penegakan hukum dan sosialisasi digital hingga melibatkan peran masyarakat sipil,” jelasnya.

Baca juga : Pemilu Kamboja Tuai Pujian

Menurut Sineth, angka perkawinan usia anak di sejumlah daerah di Kamboja masih tinggi dengan penyebabnya yakni pendidikan, budaya, dan status ekonomi. Namun baginya, hal ini bukanlah menjadi sebuah jalan keluar dalam menghadapi permasalahan tersebut. Perkawinan anak justru dapat memunculkan sejumlah permasalahan baru.

“Faktor penyebab tingginya angka perkawinan anak di Kamboja adalah karena finansial keluarga dimana kemiskinan menjadi motif utama. Selain itu, anak-anak juga lebih mudah menjadi hubungan romantis secara digital lewat sosial media lalu menyebabkan kehamilan di luar nikah dan akhirnya menikah dini. Di sebagian wilayah Kamboja ada budaya yang menganggap bahwa laki-laki harus lebih cepat punya istri lebih agar lebih mudah bekerja,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris Negara Kementerian Urusan Perempuan Kamboja, Hou Samith mengatakan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari upaya untuk menimba ilmu dan pengalaman di antara kelompok kerja teknis Kemen PPPA dan kementerian terkait dalam mengimplementasikan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Usia Anak, serta program Plan Indonesia dalam pencegahan perkawinan usia anak.

“Kami harap lewat kunjungan ini, Kementerian Urusan Perempuan Kamboja dapat memanfaatkan pembelajaran ini untuk menyusun Rencana Aksi Nasional Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan Kehamilan Remaja di Kamboja,” tutur Hou Samith. (Z-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya