Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Nakba Kedua Dialami Warga Gaza

Cahya Mulyana
14/10/2023 14:50
Nakba Kedua Dialami Warga Gaza
Seorang tentara Israel menemukan tabung mortir dari artileri Israel yang ditembakkan ke arah daerah kantong Palestina di Jalur Gaza.(AFP/Thomas Coex.)

AHMED Al-Saadi dan keluarganya sejauh ini lolos dari pengeboman Israel yang meratakan seluruh lingkungannya dan menewaskan lebih dari 1.900 orang di Jalur Gaza sejak Sabtu (7/10).

"Namun setelah kami mencari perlindungan di sekolah PBB, sekolah tersebut juga diserang dari udara berkali-kali. Beberapa orang terbunuh. Jika sekolah tidak aman, lalu ke mana kita harus pergi? Di mana seluruh penduduk bisa mencari keselamatan?" kata al-Saadi.

Al-Saadi mengaku putus asa merasakan kekejian Israel di kampungnya, daerah pesisir Gaza yang diblokade tersebut. Israel bersiap untuk melakukan serangan darat ke Gaza.

Baca juga: 6.000 Bom Israel di Palestina 6 Hari, Setara dengan Setahun Bom AS di Afghanistan

Israel mengeluarkan perintah militer kepada warga Gaza bagian utara dan tengah untuk meninggalkan rumah mereka. Ini karena daerah tersebut kini diklasifikasikan oleh Israel sebagai zona perang. Pada Kamis (12/8) malam, perintah tersebut disebarkan kepada masyarakat Gaza dan bahkan personel PBB yang ditempatkan di sana yang hanya waktu diberi waktu 24 jam.

Militer Israel membagikan pamflet dari langit dan membuat rekaman panggilan telepon untuk memberi tahu penduduk Gaza atas ultimatum tersebut. "Anda akan dapat kembali ke Kota Gaza hanya jika ada pengumuman lain yang mengizinkannya. Jangan mendekati area pagar keamanan negara Israel," ungkap perintah militer Israel yang ditujukan kepada warga Gaza.

Baca juga: Gaza Hari Ini: Bayi 7 Hari Jadi Korban Syahid Termuda

Perintah itu menyebabkan ribuan orang di Gaza bergerak menuju bagian selatan Jalur Gaza. Namun pesawat tempur Israel menargetkan dua truk dan satu mobil di tiga titik berbeda di jalan Salah al-Din dan al-Rashid.

Kendaraan tersebut membawa keluarga yang sedang dalam perjalanan ke Jalur Gaza selatan. Setidaknya 70 warga Palestina tewas dalam serangan itu, sebagian besar perempuan dan anak-anak, kata kantor media pemerintah Gaza, dan lebih dari 200 orang terluka.

Baca juga: Warga Gaza Cari Perlindungan setelah Ancaman Serangan Darat Israel

Bagi banyak warga Palestina, momen ini mencerminkan pengalaman nenek moyang mereka pada 1948, ketika milisi dan tentara Israel yang baru dibentuk menghancurkan lebih dari 500 desa dan kota di Palestina. Ribuan orang terbunuh dan lebih dari 750.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka dan terpaksa mengungsi. Orang-orang Palestina menyebut periode itu sebagai Nakba atau malapetaka.

Pada saat yang sama, tidak ada seorang pun yang selamat, baik perempuan maupun anak-anak. Mereka yang mengungsi pada 1948 tidak pernah bisa kembali. Bagi mereka yang melarikan diri atas perintah Israel, kemungkinan terulangnya kejadian serupa tampak nyata. Seorang pria dari keluarga Gharbawi mengatakan pada konferensi pers bahwa dia melakukan perjalanan ke selatan bersama lebih dari 20 kerabat dan anggota keluarga Abu Ali.

"Kebanyakan perempuan dan anak-anak. Saya jatuh pingsan setelah serangan pertama Israel menargetkan kami. Saya terbangun, melihat sekeliling dan melihat keluarga saya sendiri terbunuh atau terluka. Otak seorang gadis keluar dari kepalanya," katanya.

Ketika ambulans datang ke lokasi, serangan udara Israel kembali terjadi. "Saya berlindung di balik tembok. Saya bersumpah, ada serangan udara ketiga. Seolah-olah mereka ingin membunuh semua wanita dan anak-anak," jelasnya.

Namun, ketika ribuan orang mengungsi, banyak yang menolak untuk melakukan hal tersebut dan dukungan keseluruhan terhadap perlawanan bersenjata terhadap serangan Israel tampaknya masih utuh. Massa memadati jalan-jalan di berbagai wilayah Gaza dan meneriakkan slogan-slogan dan berkeras bahwa mereka tidak akan meninggalkan rumah mereka.

Pengeboman terhadap konvoi orang yang berangkat ke wilayah selatan memperkuat sentimen tersebut. "Jika mereka tetap mengebom kami di mana-mana, lalu mengapa kami harus pergi? Kami tinggal di rumah dan kami ingin mati di rumah," ujar Karam Abu Quta, seorang warga Kota Gaza, yang menolak mengungsi, mengatakan kepada Al-Jazeera.

Israel telah mempertahankan blokade penuhnya terhadap Gaza selama tujuh hari, mendorong kondisi kemanusiaan ke dalam kemunduran lebih lanjut dan mencegah masuknya peralatan medis yang mendesak dan pasokan kehidupan sehari-hari ke wilayah tersebut. "Mereka memutus akses terhadap air, makanan, dan listrik, dan kini mereka mendorong kami meninggalkan rumah. Mengapa mereka melakukan ini pada kita? Apakah hanya karena kami warga Palestina yang tinggal di Gaza?" kata seorang warga Kota Gaza kepada Al-Jazeera.

Dia mengungkapkan perasaan frustrasi dan rasa ketidakadilan yang meluas di kalangan masyarakat. "Ini Nakba kedua. Namun pendudukan harus memahami bahwa kami akan terus tetap berakar di tanah kami dan membela hak-hak kami yang adil atas kebebasan, perdamaian, dan keamanan," paparnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya