Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Latar Belakang Cap Teroris Israel kepada Kelompok HAM Palestina

Mediaindonesia.com
28/10/2021 21:33
Latar Belakang Cap Teroris Israel kepada Kelompok HAM Palestina
Shawan Jabarin, direktur kelompok hak asasi manusia al-Haq, berbicara ketika aktivis sayap kiri Israel dan Palestina berkumpul.(AFP/Abbas Momani.)

FRONT Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) didirikan pada 1967 oleh George Habache. Ia menggabungkan Marxis-Leninisme, nasionalisme Arab, dan anti-Zionisme yang keras sehingga akhirnya menjadi kelompok bersenjata Palestina paling kuat kedua setelah Fatah pimpinan Yasser Arafat.

Saat ini PFLP tidak memiliki senjata seperti persenjataan roket yang dipegang oleh penguasa Gaza Hamas atau Jihad Islam. Meskipun demikian kelompok itu aktif dalam kampanye internasional untuk memboikot Israel yang dikenal sebagai BDS atau Boikot, Divestasi, Sanksi.

PFLP telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Israel mengatakan mereka bertanggung jawab atas serangan bom pada 2019 di Tepi Barat yang diduduki. Bom itu menewaskan Rina Schnerb, warga Israel berusia 17 tahun.

Pemimpin PFLP di Gaza yang diblokade Israel mengatakan kepada AFP bahwa organisasi yang dicap teroris oleh negeri Yahudi itu tidak memiliki hubungan dengan kelompoknya meskipun punya ideologi sama yang menentang pendudukan. "LSM-LSM ini bekerja dalam kemerdekaan penuh," kata Jamil Mazher.

PFLP telah menjadi target utama dari LSM Israel Monitor yang melacak pendanaan dan kegiatan kelompok nirlaba yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina. Fokusnya khusus pada donor Eropa.

LSM Monitor

Presiden Monitor, Gerald Steinberg, mengatakan kepada AFP bahwa penetapan minggu lalu itu tampaknya mencerminkan dampak penelitian yang sedang berlangsung dari pihaknya. Monitor menulis kepada kantor antipenipuan Eropa, OLAF, pada November 2020 untuk membagikan yang dikatakannya sebagai bukti dana Uni Eropa diberikan kepada LSM Palestina yang berhubungan dengan organisasi teroris.

OLAF menjawab pada Januari bahwa mereka telah menolak kasus tersebut dengan alasan bahwa tidak ada kecurigaan yang cukup untuk membuka penyelidikan. Ini menurut surat yang disaksikan AFP.

Israel tidak berkewajiban mengungkapkan bukti yang digunakannya untuk mendukung penetapan terorisme. Pasalnya, kerahasiaan itu dilindungi regulasi kontraterorisme pada 2016.

Kementerian Pertahanan Israel mengatakan kelompok-kelompok itu telah menjadi tuan rumah pertemuan PFLP, mempekerjakan terpidana teroris, dan beroperasi sebagai jalur hidup untuk PFLP melalui penggalangan dana, pencucian uang, dan perekrutan aktivis.

Penolakan meluas

Profesor hukum Universitas Tel Aviv Eliav Lieblich, menulis di situs Just Security minggu ini, berpendapat bahwa tidak dapat diterima kelompok hak asasi manusia Palestina yang terkenal dan dihormati secara luas ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh eksekutif dan atas dasar intelijen rahasia.

Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa seorang utusan akan segera menuju ke Washington untuk berbagi bukti setelah AS mengatakan akan mencari informasi lebih lanjut tentang penetapan tersebut.

Sementara itu, penolakan terus berlanjut terhadap keputusan tersebut. Perwakilan dari 25 kelompok masyarakat sipil Israel melakukan perjalanan ke Ramallah, Rabu, untuk menunjukkan solidaritas dengan rekan-rekan Palestina mereka.

"Serangan terhadap masyarakat sipil Palestina, terhadap organisasi Palestina, bukanlah hal baru," Hagai El-Ad, direktur eksekutif kelompok hak asasi Israel B'Tselem, mengatakan kepada AFP saat demonstrasi.

Baca juga: Menteri Israel Kritik Label Teroris kepada Kelompok HAM Palestina

"Yang baru?" tambahnya, "Mereka menargetkan beberapa organisasi masyarakat sipil yang paling dihormati dan tertua di Palestina, seperti Al-Haq." Kemarahan internasional yang berkembang, katanya, berarti Israel mungkin tidak lagi dapat bertindak dengan impunitas. (AFP/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya