Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Asupan Gula yang Tinggi Bisa Tingkatkan Risiko Gangguan Mental

Basuki Eka Purnama
26/1/2025 11:18
Asupan Gula yang Tinggi Bisa Tingkatkan Risiko Gangguan Mental
Ilustrasi(Freepik)

DOKTER Spesialis Gizi Klinik RS Pusat Otak Nasional (RSPON) Rozana Nurfitria Yulia mengatakan mengonsumsi gula tinggi atau berlebih berhubungan dengan peningkatan risiko depresi atau gangguan mental lainnya.

"Ternyata, sayangnya iya, gula terkait sekali dengan depresi. Kadang jadi orang menyebutkan, 'Karena saya depresi maka kita suka makan
banyak minum manis', ternyata kondisi itu bukan suatu solusi," kata Rozana, dikutip Minggu (26/1).

Ia menjelaskan mengonsumsi tinggi gula justru meningkatkan hormon kortisol. Hal ini lantaran gula yang tinggi menyebabkan terjadinya inflamasi atau peradangan yang memicu keluarnya hormon stres, lahirlah kortisol.

"Kortisol itu justru bikin jadi tambah gula darahnya malah naik, jadi kaya suatu hal yang tidak timbal balik ketika depresi terusnya minum
gula ternyata tambah depresi karena justru si kortisolnya naik justru hormon stresnya meningkat akhirnya jadi tambah depresi," ujar dia.

Rozana menyampaikan terdapat penelitian bahwa pada 1,3 juta orang, dengan penelitian itu menghitung asupan glukosa makanan asupan mereka.

Ternyata setiap orang yang mengonsumsi 100 gram per hari gula, meningkatkan hampir 28% kemungkinan dia untuk mengalami depresi.

Lebih lanjut, Rozana menyampaikan masyarakat untuk lebih memperhatikan mengonsumsi asupan gula, terutama dari minuman yang kita tidak tahu kandungan gulanya.

"Jadi itu memang harus diwaspadai bahwa ternyata asosiasi penggunaan gula bukan hanya terkait sama penyakit metabolik, ternyata kesehatan mental juga suatu hal yang perlu diperhatikan juga karena asupan tinggi gula gitu," ucap dia.

Rozana juga menjelaskan asupan gula yang berlebih juga bisa berdampak langsung mempengaruhi otak. Gula merupakan produk yang asalnya dari karbohidrat. Jadi karbohidrat kalau dipecah atau dimetabolisme sama tubuh akan menjadi gula sederhana, salah satunya glukosa.

Ia menyampaikan, hampir 20% dari asupan karbohidrat, terutama glukosa, akan digunakan sebagai energi olej otak karena sebagai sumber energinya yang dominan. Namun, glukosa yang terlalu tinggi yang ada di badan itu juga harus diperhitungkan tidak bisa banyak.

Rozana menjelaskan mengonsumsi gula berlebih berdampak salah satunya pada fungsi memori otak. Glukosa yang tinggi akan memicu keluarnya dopamin (hormon rasa gembira rasa senang), sehingga menimbulkan efek adiktif atau kecanduan.

"Akibatnya dia minum atau makan gula hatinya senang, akhirnya membuat kita merasa bahwa itu adalah suatu solusi mau lagi-mau lagi," ujar dia.

Bahkan orang di Amerika Serikat juga sudah menyebutkan bahwa efek adiktif dari gula ternyata memang memiliki asosiasi atau manfaat yang ternyata sama tidak baiknya seperti narkotik atau obat-obatan terlarang karena dia memiliki efek adiksi. 

"Jadi misalnya hari ini minum teh manis satu sendok makan sudah cukup, ternyata besok untuk menciptakan rasa dengan pengeluaran dopamin yang sama besarnya seperti kemarin tidak bisa dengan satu sendok makan harus ditambahin," lanjut dia.

Selain itu, Rozana menambahkan asupan gula yang berlebih dari sisi kognitif juga mengganggu segi memori, salah satunya bisa menyebabkan jadi sering lupa.

"Jadi orang yang mengonsumsi tinggi karbohidrat ternyata memang karena tadi efeknya sama si dopamin, neurotransmiternya tadi dia juga terkait dengan memorinya, jadi sering kaya sering lupa. Jadi kalau orang sering lupa-lupa coba deh jangan-jangan kebanyakan minum gula," pungkas Rozana. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya