Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Kebaya: Simbol Budaya Nusantara yang Mendunia

Melani Pau
05/12/2024 20:13
Kebaya: Simbol Budaya Nusantara yang Mendunia
Vimaladharmasuriya dan Spilbergen, 1602. Di sini, ditunjukkan bahwa cabaya dikenakan sebagai jaket tubuh bagian atas.(p2k.stekom)

KEBAYA merupakan pakaian tradisional yang tak hanya menjadi identitas budaya Indonesia, juga simbol keanggunan perempuan di Asia Tenggara. Dari asal-usulnya yang berakar pada busana Timur Tengah hingga menjadi ikon mode modern, kebaya memiliki sejarah panjang yang kaya dengan pengaruh lintas budaya.

Asal-Usul dan Jejak Global Kebaya

Kebaya berasal dari kata Arab qaba, yang mengacu pada pakaian panjang dan longgar. Sebuah teori menyebutkan busana ini dibawa pedagang Arab dan Persia abad ke-7 melalui jalur perdagangan maritim. 

Dengan penyebaran Islam pada abad ke-15, kebaya mulai diadaptasi di Nusantara untuk memenuhi norma berpakaian Islami. Sebelum itu, masyarakat Melayu dan Jawa mengenakan pakaian yang lebih terbuka, mengingat iklim tropis dan norma pra-Islam.  

Nama "kebaya" pertama kali dicatat bangsa Portugis pada abad ke-16. Dalam catatan mereka, cabaya adalah tunik panjang yang dikenakan kelas penguasa di India, Timur Tengah, dan Malaka. 

Pakaian ini diperkenalkan ke Asia Tenggara melalui Malaka-Portugis, terutama komunitas Peranakan Tionghoa. Mereka memadukan kebaya dengan elemen lokal seperti sarung dan kain batik.  

Kebaya di Nusantara: Dari Kerajaan hingga Desa

Jejak kebaya di Nusantara dimulai dari istana Kerajaan Majapahit. Pada akhir masa kerajaan tersebut, pengaruh Islam mulai berkembang, mendorong penyesuaian busana agar lebih sopan. Kemben yang sebelumnya menjadi pakaian utama perempuan Jawa dilengkapi dengan blus tipis yang menutupi punggung, bahu, dan lengan.  

Sampai abad ke-17, kebaya di Jawa dianggap sebagai pakaian eksklusif untuk keluarga kerajaan, bangsawan, dan priyayi. Seiring waktu, busana ini diadopsi masyarakat umum. Para petani perempuan di desa-desa Jawa masih mengenakan kebaya sederhana hingga hari ini, menunjukkan keterkaitan yang kuat antara kebaya dan kehidupan sehari-hari.  

Era Kolonial: Kebaya dan Identitas Perempuan

Pada masa Hindia Belanda, kebaya menjadi simbol identitas perempuan di tengah pengaruh kolonial. Pada kuartal akhir abad ke-19, kebaya diadopsi perempuan dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk pribumi Jawa, Eropa kolonial, dan Tionghoa Peranakan.  

Kebaya juga menarik perhatian dunia mode Eropa, terutama karena keindahan bahan dan desainnya yang cocok dengan iklim tropis. Fotografi pertama yang mendokumentasikan kebaya muncul tahun 1857, menggambarkan gaya kebaya Jawa dan Peranakan yang dihias dengan brokat, beludru, dan kain sutra.  

Variasi Regional Kebaya

Setiap wilayah di Asia Tenggara memiliki versi kebaya yang khas:  

  • Kebaya Jawa menggunakan kain batik sebagai bawahan dan sering dihiasi dengan bros.  
  • Kebaya Sunda dikenal dengan bordir rumitnya.  
  • Kebaya Bali dipadukan dengan kain kamben dan obi, memberi kesan feminin.  
  • Kebaya Peranakan memiliki warna cerah dan motif bordir bunga, mencerminkan pengaruh budaya Tionghoa.  

Selain di Indonesia, kebaya juga dikenal di Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan hingga Sri Lanka, Makau, dan Afrika Selatan melalui diaspora dan perdagangan.  

Kebaya Modern: Dari Ikon Nasional hingga Panggung Internasional

Setelah kemerdekaan Indonesia, kebaya menjadi simbol kebangsaan. RA Kartini, tokoh emansipasi perempuan, menjadikannya sebagai busana perjuangan. Saat ini pun, kebaya dikenakan pada Hari Kartini, upacara pernikahan, dan acara kenegaraan.  

Maskapai penerbangan seperti Singapore Airlines, Garuda Indonesia, dan Malaysia Airlines juga menjadikan kebaya sebagai seragam pramugari, menegaskan statusnya sebagai ikon Asia Tenggara.  

Desainer Indonesia seperti Anne Avantie dan Didiet Maulana berhasil membawa kebaya ke kancah internasional dengan memadukan tradisi dan modernitas. Kebaya tak lagi terbatas pada acara formal, tetapi juga menjadi busana sehari-hari dengan desain yang lebih praktis.  

Warisan Kebaya dan Pengakuan Dunia

Pada 2023, kebaya diusulkan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Upaya ini mencerminkan komitmen untuk melestarikan kebaya sebagai bagian dari identitas budaya Nusantara.  

Sejarah kebaya adalah cerminan perjalanan budaya dan transformasi sosial di Asia Tenggara. Dari pakaian bangsawan kerajaan hingga busana sehari-hari, kebaya terus hidup dan berkembang sebagai simbol keindahan, kesopanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia. Dengan pengakuan dunia, kebaya tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga lambang persatuan di tengah keragaman.  (p2k.stekom.ac.id (ensiklopedia/Kebaya) & Luthfiah, V. (2024). Perancangan Pusat Kebaya Nusantara. Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya