Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kajian Fikih tentang Selebgram Transgender Umrah dengan Hijab Syar'i

Wisnu Arto Subari
26/11/2024 21:58
Kajian Fikih tentang Selebgram Transgender Umrah dengan Hijab Syar'i
Kakbah.(Antara)

BARU-BARU ini, seorang selebgram transgender Indonesia menjadi sorotan setelah melaksanakan ibadah umrah di Tanah Suci dengan mengenakan hijab syar'i, pakaian yang biasa dikenakan perempuan Muslim. Aksi ini memicu beragam reaksi dari masyarakat dan tokoh agama, termasuk kritik dari anggota DPR.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyoroti peristiwa ini dan menegaskan bahwa dalam Islam, seorang laki-laki harus beribadah sesuai dengan identitas lahirnya, meskipun telah menjalani perubahan fisik. MUI menilai bahwa tindakan mengenakan pakaian perempuan oleh laki-laki termasuk perbuatan yang dilarang dalam syariat.

Lantas bagaimana sebenarnya menurut kajian turats tentang status kelaki-lakian orang yang telah melakukan operasi transgender? Berikut uraian dari akun Pondok Pesantren Lirboyo di Instagram.

Dalam kajian fikih, pernah muncul pertanyaan kasus yang identik dengan kasus di atas. Pertanyaannya, andaikan ada seorang wali yang punya karamah bisa berubah wujud (tathawwur) dari laki-laki menjadi perempuan atau ada seorang lelaki yang oleh Allah diubah wujudnya (di-maskhu) menjadi perempuan seperti kisah sebagian Bani Israil yang diubah wujudnya menjadi kera sebagaimana dikisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 65, apakah setelah berganti wujud itu ia membatalkan wudhu laki-laki yang menyentuhnya?

Ulama menjawab, untuk kasus pertama tidak membatalkan, karena dipastikan bahwa zat wali yang berubah bentuk itu pada hakikatnya tidak berubah. Yang berubah hanya penampakan luarnya, sementara sifat dzukurah atau kelaki-lakiannya tidak berubah.

Sementara dalam kasus kedua ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama membatalkan, karena sangat mungkin yang berubah ialah zatnya. Kemungkinan kedua tidak membatalkan, karena mungkin yang berubah ialah sifatnya, bukan zatnya.

Melihat kasus tathawwur atau perubahan wujud seorang wali di atas, perubahan fisik tidak otomatis mengubah status jenis kelamin seseorang.

Orang yang asalnya laki-laki meskipun berubah secara fisik menjadi perempuan tetap dihukumi laki-laki. Karenanya, dalam hal wudu, umpamanya, tidak akan membatalkan wudu laki-laki lain yang menyentuhnya.

Bahkan dalam kasus maskhu, yang perubahannya lebih drastis, berubah zat maupun sifatnya, ulama saja masih belum mantap untuk membatalkan wudu laki-laki lain yang menyentuhnya atau tidak.

Apalagi hanya perubahan alat kelamin luar dari hasil rekayasa operasi ganti kelamin alias berubah hanya sebagian fisik luarnya. Tentu secara fikih sangat sulit diterima sebagai alasan perubahan jenis kelamin dari jenis kelamin asalnya.

Operasi transgender (operasi ganti kelamin) merupakan larangan dari syari'at karena termasuk larangan mengubah ciptaan Allah, juga termasuk larangan menirukan perilaku lawan jenis. Dengan demikian, orang yang melakukan transgender, semisal seorang laki-laki mengubah kelaminnya menjadi perempuan, ia tetap berstatus sebagai laki-laki, status ini berlaku dalam segala hal, termasuk ibadah, larangan berduaan dengan lawan jenis, dan lain-lain.

Wallahu a'lam. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya