Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tim Riset Unair Paparkan Temuan Penelitian Pemberdayaan Perempuan di Indonesia

Basuki Eka Purnama
28/10/2024 04:17
Tim Riset Unair Paparkan Temuan Penelitian Pemberdayaan Perempuan di Indonesia
Tim peneliti Unair saat memaparkan penelitian berjudul Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian(MI/HO)

SEKTOR pertanian menyumbang 11,8% terhadap PDB Indonesia pada Triwulan I 2023 dan menunjukkan ketahanan selama pandemi. Sayangnya, produktivitasnya stagnan sejak 2018 hingga 2022, berkontribusi pada tingginya kemiskinan pedesaan (12,22% pada Maret 2023). 

Untuk mengatasi tantangan tersebut, salah satu solusinya adalah melalui pemberdayaan perempuan di sektor pertanian. Memberdayakan perempuan di sektor pertanian dapat meningkatkan produktivitas, meskipun pemberdayaan perempuan petani masih terhambat akses sumber daya dan teknologi. Kebijakan inklusif sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kontribusi perempuan dalam pertanian.

Menelaah kondisi yang ada, tim riset dari Badan Kerja Sama dan Manajemen Pengembangan (BKMP) Universitas Airlangga (Unair) melakukan penelitian berjudul “Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian.” 

Dalam kolaborasi dengan INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) dan ‘Aisyiyah, penelitian ini mengeksplorasi situasi petani perempuan di Indonesia, khususnya di empat kabupaten: Probolinggo, Garut, Lahat, dan Kolaka. 

Hasil penelitian ini telah dipresentasikan dalam serangkaian acara diseminasi yang diadakan di empat daerah lokus penelitian. 

Pada acara diseminasi yang diadakan di Jakarta, beberapa waktu lalu, agenda pemaparan ditujukan kepada pemerintah pusat, yakni kementerian atau instansi terkait.

Kontribusi perempuan dalam sektor pertanian Indonesia

Salah satu peneliti Shochrul Rohmatul Ajija mengungkapkan, “Mayoritas responden perempuan petani tergolong ke usia produktif, utamanya pada rentang usia 45-54 tahun. Sebagian besar menggarap lahan sendiri, sedangkan sisanya berstatus sebagai buruh tani dan berperan ganda (buruh tani & penggarap lahan sendiri).”

Shochrul melanjutkan, dari sisi keuangan usaha tani, rata-rata modal usaha petani perempuan dalam sekali produksi kurang dari Rp11.000/meter persegi. 

Terkait dengan pinjaman usaha tani, rata-rata responden petani perempuan mengaku pinjaman usaha tani membantu mereka dalam usaha pertanian dan lebih dari 50% perempuan petani menyisihkan hasil panennya untuk ditabung. 

Meskipun demikian, hampir 90% petani perempuan pernah mengalami kerugian. Selain masalah kerugian, petani merasakan kendala mendapatkan pupuk/pestisida, serta kendala mendapatkan bibit tanaman.

Komitmen perempuan terlihat dari jumlah waktu yang mereka habiskan di lahan pertanian. Sebanyak 41,14% perempuan petani bekerja antara 5 hingga 8 jam sehari, bahkan lebih dari 15% bekerja di atas 8 jam sehari. Menariknya, saat hamil dan menyusui, sebagian responden masih bertani. 

Namun, banyak perempuan yang tidak menyadari pentingnya peran mereka dalam pertanian. Pada kolom jenis pekerjaan di KTP, hanya 20% petani perempuan yang mencantumkan petani/pekebun, sedangkan hampir 76% mencantumkan mengurus rumah tangga.

Potret pemberdayaan perempuan di sektor pertanian Indonesia

Tingkat keberdayaan perempuan petani Indonesia dihitung menggunakan Women’s Empowerment in Agriculture Index (WEAI). 

Ketua tim peneliti Martha Ranggi Primanthi menyatakan, “Delapan puluh empat persen perempuan petani di wilayah penelitian masih tidak berdaya, dengan rata-rata skor ketidakberdayaan mencapai 33%. Ketidakberdayaan perempuan petani ini terletak pada pengambilan keputusan produktif, otonomi pada kegiatan produksi, akses dan keputusan kredit, kemampuan berbicara di depan umum, dan waktu luang. Namun, perempuan petani menunjukkan keberdayaan dalam aspek keuangan, seperti kontrol terhadap pendapatan dan kepemilikan aset. Aspek keberdayaan lainnya adalah beban kerja dan keanggotaan dalam kelompok masyarakat.”

Martha menuturkan, ada satu isu yang menjadi perhatian hampir di seluruh lokus penelitian, yakni peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga petani. Peran ganda ini mempengaruhi keberdayaan petani perempuan di aspek waktu luang.

Peranan dan faktor pendorong pemberdayaan perempuan di sektor pertanian Indonesia

Dari hasil penelitian, semakin berdaya perempuan petani, semakin tinggi kecenderungan mereka memiliki BPJS. Selain itu, ketergantungan pada bantuan pemerintah berupa PKH dan BPNT berkurang. 

Hal itu menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan petani secara signifikan mampu mengikis ketergantungan mereka terhadap program-program pemerintah. 

Martha menjelaskan, faktor pendorong pemberdayaan perempuan di pertanian Indonesia terbagi ke dalam dua karakter: individu dan rumah tangga. Keduanya secara positif meningkatkan keberdayaan perempuan. 

Karakter individu meliputi keikutsertaan dalam organisasi masyarakat, pendidikan, usia, dan akses ke pelatihan dan tabungan. Menariknya, karakter rumah tangga seperti kepemilikan rumah dan jumlah anak dan tanggungan keluarga menjadikan perempuan petani semakin berdaya. Perempuan petani menjadi semakin termotivasi untuk berdaya untuk mendukung keluarga.

Rekomendasi dan umpan balik stakeholder

Potret perempuan petani yang terekam dalam proses penelitian, tingkat ketidakberdayaan perempuan petani Indonesia, ditunjang dengan hasil focus group discussion dengan stakeholder terkait, menghasilkan beberapa rekomendasi. 

“Peningkatan pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui program-program seperti perluasan akses pemasaran digital dan akses kredit,” sebut salah satu peneliti Muhammad Syaikh Rohman. 

Rohman menambahkan, perlunya program pelatihan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, serta kepemimpinan. Selain itu, perlu adanya program khusus perempuan petani usia tua, mengingat setelah umur produktif, perempuan petani mengalami penurunan keberdayaan.

Perwakilan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) memberi tanggapan mengenai akses kredit perempuan petani, “Terkait akses kredit, dari Kemenkop-UKM sudah ada program pembiayaan dan juga pelatihan akses kredit yang pesertanya sudah menyasar banyak kaum perempuan. Selaras dengan hasil penelitian, peserta perempuan yang mengikuti pelatihan memang didominasi oleh perempuan di usia produktif.”

Perwakilan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian, Cut Rabiatul Adawiyah menambahkan, dalam upaya pemberdayaan perempuan petani ini salah satu hal utama yang diperlukan adalah sinergi dan koordinasi antarlembaga terkait, tidak hanya pada Kementerian Pertanian saja. 

Selain itu, sebagai tindak lanjut, perlu digarisbawahi bahwa pemberdayaan perempuan juga berarti pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, semakin berdaya perempuan, maka semakin berdaya pula masyarakat.

Perwakilan Direktorat Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, & Olahraga (KPAPO) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Qurrota A’yun menyatakan apresiasi dan beberapa catatan terkait hasil penelitian. 

“Hasil penelitian ini relevan dengan isu gender di sektor informal dan menjadi resource penting dalam perumusan kebijakan. Dari hasil penelitian ini, perlu adanya peningkatan soft skill dalam diri perempuan petani yang berkaitan dan sesuai dengan Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI),” ungkapnya

Selanjutnya, Tri Hastuti Nur Rochimah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang hadir pada acara diseminasi memberikan beberapa tambahan rekomendasi. Salah satunya, perlu menambah saluran penjualan hasil panen, sehingga tidak hanya tertuju pada tengkulak saja. 

Selain itu, penting bagi perempuan petani mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka saat ini di pertanian. Sejalan dengan penyampaian perwakilan Bappenas, Tri Hastuti juga menyatakan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara dinas terkait dan komunitas pertanian.

Lebih lanjut, menanggapi tentang akses kredit khusus perempuan petani, perwakilan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengungkapkan perlunya pengoptimalan koperasi yang sudah ada (existing) dalam hal pencanangan program kredit khusus perempuan.

Acara diseminasi di Jakarta ini menjadi acara lanjutan setelah rangkaian diseminasi di empat lokus penelitian. Terhimpun berbagai rekomendasi yang akan dikolaborasikan dengan rekomendasi dari pemerintah daerah untuk finalisasi hasil dan rekomendasi penelitian. Dalam closing remarks, Qurrota Ayun, perwakilan Bappenas RI, berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat strategis dan rekomendasi taktis bagi kebijakan lembaga. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya